Headline

RI-AS membuat protokol keamanan data lintas negara.

Fokus

F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.

Perludem: Jangan Paksakan Pilkada di Desember 2020

Emir Chairullah
21/4/2020 16:50
Perludem: Jangan Paksakan Pilkada di Desember 2020
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini dalam Diskusi daring membahas penundaan Pilkada serentak 2020(MI/Pius Erlangga)

PEMERINTAH dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebaiknya menunda pelaksanaan Pemilu Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020 hingga 2021. Dengan kondisi pandemi Covid-19 dan belum adanya aturan pelaksana Pilkada, KPU diperkirakan kesulitan untuk menyelenggarakan Desember 2020 seperti yang diwacanakan pemerintah dan DPR belum lama ini.

“Aturannya saja belum ada. Sementara kalau tetap digelar Desember, pelaksanaan tahapan harus dimulai Juni 2020. Agak berat kalau dipaksakan,” kata Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraeni dalam diskusi daring bertajuk ‘Pemilu di Masa Pandemi Covid-19: Belajar dari Korea Selatan’, hari ini.

Titi menyebutkan, untuk melaksanakan pemilu yang kredibel, pihak pemerintah dan KPU harus menyiapkan berbagai penyesuaian untuk menciptakan rasa aman bagi penyelenggara dan peserta. Pasalnya, pilkada kali ini membutuhkan keamanan ekstra terkait penyebaran virus Covid-19.

“KPU kan harus melakukan penyesuaian teknis agar tidak terjadi penularan. di saat pelaksanaan. Jadi kita harus realistis,” ujarnya.

Di sisi lain KPU juga sudah mengingatkan bahwa dalam kurun pertengahan Mei hingga Juni 2020 pada jadwal kerja DPR RI merupakan masa reses. Sehingga kemungkinan akan kerepotan jika harus mengejar penyelenggaraan pilkada pada Desember mendatang. “Jadi kalau pun mau dipaksakan Desember 2020, Perppu harus ada akhir April ini,” ujar Titi.

Senior Program Manager International Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA) Adhy Aman juga memberikan indikasi serupa. Ia menduga semua pihak terkait dengan Pilkada 2020 tidak siap untuk melaksanakan gelaran demokrasi lokal itu di tengah situasi pandemi. “Karena banyak hal yang harus dipertimbangkan,” ujarnya.

Adhy menyebutkan, seharusnya penyelenggara pemilu dan pemerintah harus meminimalisir berbagai risiko yang mungkin terjadi seperti keamanan, keuangan, dan logistik. Begitu pun dengan aturan hukum yang memadai untuk menyelenggarakan Pilkada Serentak. “Jangan sampai ada kekosongan hukum,” ujarnya.

Namun yang juga tak kalah pentingnya, ungkap Adhy, penyelenggara dan pemerintah harus rajin mengkomunikasikan isu penundaan pelaksanaan Pilkada ini dengan jelas. “Sehingga publik dan juga peserta Pilkada tidak bertanya-tanya,” pungkasnya.

Belum bisa e-voting

Mengenai adanya kemungkinan penggunaan mekanisme e-voting, Titi mengungkapkan, metode tersebut agak berat untuk direalisasikan dalam Pilkada 2020. Pasalnya, penyelenggara harus menyiapkan dana yang tidak kecil untuk membangun infrastruktur e-voting. “Belum lagi proses diseminasi informasinya yang butuh waktu,” jelasnya.

Hal senada dikatakan Ketua KPU Arief Budiman. Menurutnya e-voting tidak akan dilakukan di tengah situasi pandemi Covid-19 karena model tersebut dinilai bakal menggerus kultur budaya yang ada di masyarakat Indonesia.

Arief mengusulkan Pilkada dilakukan melalui e-rekap dan salinan digital. "Tidak ada satu sistem baik di negara manapun yang dianggap sempurna bagi suatu negara. Namun, kalau menurut saya kita bisa melakukan e-rekap dan salinan digital," katanya. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya