Headline

Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.

Fokus

Tiga sumber banjir Jakarta, yaitu kiriman air, curah hujan, dan rob.

DPD Minta Ikut Membahas RUU Cipta Kerja

Hilarius U gani/Rifaldi Putra Irianto
17/4/2020 03:03
DPD Minta Ikut Membahas RUU Cipta Kerja
Ketua Komite I DPR RI Agustin Terang Narang(MI/Susanto)

DEWAN Perwakilan Daerah (DPD) meminta agar pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Cipta Kerja tidak hanya dilakukan oleh DPR dan pemerintah tetapi harus melibatkan DPD.

Permintaan tersebut disampaikan secara resmi oleh pimpinan Komite I DPD kepada pimpinan DPR melalui surat Nomor PU.04/926/DPDRI/IV/2020 tertanggal 16 April 2020.

"Bersama ini dengan hormat kami sampaikan beberapa hal yang berkenaan dengan adanya pembahasan omnibus law tentang RUU Cipta Kerja yang kini sedang dibahas di DPR," kata Ketua Komite I DPD Agustin Teras Narang.

Komite I, kata dia, berpandangan bahwa RUU Cipta Kerja banyak menyangkut kepentingan daerah, maka sebagaimana amanat Pasal 22D UUD 1945 ayat (2), DPD harus ikut membahasnya.

Sejumlah kepentingan daerah yang termaktub dalam RUU itu berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi daerah; serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.

Oleh karena itu, ujar Teras, pembahasan RUU tentang Cipta Kerja harus dilakukan secara tripartit oleh DPR, pemerintah dan DPD.

Selain itu, lanjutnya, Komite I DPD berkeberatan terhadap pembahasan RUU tentang Cipta Kerja di saat pandemi covid-19, terlebih karena pemerintah sudah menyatakan pandemi covid-19 sebagai bencana nasional.

Baca juga : Rieke Usul Pemisahan Klaster Ketenagakerjaan di RUU Ciptaker

”Kami mengusulkan agar pembahasan RUU Cipta Kerja ditunda sampai masa pandemi covid-19 dinyatakan telah berakhir," tegasnya.

Selama masa pandemi covid-19, sambungnya, pemerintah, DPR, dan DPD seyogianya membuka dan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat dan pemangku kepentingan untuk memberikan masukan terhadap isi RUU itu.

Masukan dapat disampaikan melalui sarana daring dan dengan memperhatikan protokol social and physical distancing.

Lebih lanjut, kata Teras, Komite I melihat banyaknya jumlah peraturan pelaksana yang diamanatkan pembentukannya oleh RUU Cipta Kerja, yakni 493 peraturan pemerintah, 19 peraturan presiden, dan 4 peraturan daerah.

"Itu menunjukkan tidak sensitifnya pembentuk undang-undang atas kondisi regulasi di Indonesia yang hiper regulasi," ujarnya.

Komite I DPD, imbuhnya, juga berpandangan bahwa substansi RUU Cipta Kerja bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan melanggar Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Terdapat dua pasal dalam RUU Cipta Kerja yang bertentangan dengan ketentuan hierarki peraturan perundang-undangan dan putusan MK, seperti Pasal 170 yang menyatakan bahwa peraturan pemerintah dapat digunakan untuk mengubah UU. Hal tersebut bertentangan dengan Pasal 7 ayat (1) dan (2) UU Nomor 12/2011 yang menyebut PP memiliki kedudukan lebih rendah daripada UU sehingga tidak bisa membatalkan/mengubah UU.

Selain itu, ucap Teras, Pasal 166 menyatakan peraturan presiden bisa membatalkan Perda. Hal itu bertentangan dengan Putusan MK Nomor 137/PUU-XIII/2015 terkait pengujian beberapa pasal UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menyatakan pengujian/pembatalan perda menjadi kewenangan konstitusional Mahkamah Agung.

Komite I DPD, kata dia, mencermati bahwa RUU tentang Cipta Kerja banyak memuat frasa mengenai perubahan dan bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1), ayat (2), dan ayat (5) UUD 1945.

"RUU Cipta Kerja akan menimbulkan sentralisasi pemerintahan/perijinan yang berpotensi merugikan daerah serta berdampak pada hilangnya semangat otonomi daerah yang merupakan tuntutan reformasi 1998," pungkas Teras.

Lebih jauh disebutkan RUU tentang Cipta Kerja telah menghilangkan makna gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah sebagaimana diatur Pasal 91 ayat (1) UU Pemda. (OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya