DEWAN Adat Papua melaporkan dugaan pelanggaran HAM yang terjadi dalam operasi militer di Kabupaten Intan Jaya dan Kabupaten Paniai ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Sekretaris II Dewan Adat Papua John Gobay berharap Komnas HAM mengusut tuntas kasus tersebut dan Presiden agar memerintahkan Panglima TNI menarik pasukannya.
"Kami meminta pemerintah pusat agar bersama-sama pemerintah daerah menciptakan kondisi yang aman dan damai. Bukan dengan cara seperti sekarang ini dengan cara melakukan pengerahan pasukan ke Papua," ucap Gobay dalam konferensi pers di kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis (12/3).
Gobay memaparkan terjadi dugaan pelanggaran HAM pada operasi pengejaran Tentara Pembebasan Nasional/Organisasi Papua Merdeka (TPN/OPM) di Intan Jaya dan Paniai terjadi sejak Desember 2019 lalu hingga kini. Baku tembak antara TNI dan TPN/OPM, imbuhnya, menewaskan beberapa sipil korban salah sasaran penembakan.
Korban meninggal akibat tertembak tersebut menurut Gobay di antaranya Alex Kobogau, 27, yang tertembak pada 28 Januari 2020. Kemudian Kayus Sani dan Melky Tipagau yang tertembak pada 18 Februari 2020. Menurut penelusuran Dewan Adat Papua, ucap Gobay, mereka bukan anggota TPN/OPM melainkan warga sipil.
"Menurut laporan dari TNI, mereka ini disebut TPN/OPM. Kami mendapatkan laporan dan melakukan verifikasi, ternyata mereka ini bukan TPN/OPM. Masyarakat mengatakan mereka ini sipil," ungkapnya.
Gobay juga menyebut ada korban sipil lain yang mengalami luka-luka akibat operasi militer di Intan Jaya dan Paniai tersebut, termasuk anak-anak. Gobay menyebut seorang anak laki-laki bernama Jeckson Sondegau, 8, menjadi korban luka tembak. Gobay menyebut aparat hingga kini masih melakukan penyisiran ke permukiman warga sehingga membuat masyarakat resah dan tidak bisa beraktivitas normal.
"Kami meminta agar menarik pasukan TNI yang baru di-drop ke lntan Jaya dan Paniai. Kecuali aparat dari Polres dan Kodim serta Polsek dan Koramil," ujarnya.
Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan pihaknya segera menindaklanjuti dugaan pelanggaran HAM tersebut. Pihaknya akan bergerak mendalami kasus dengan mencari keterangan dari kepolisian, TNI, dan masyarakat. Beka juga meminta pemerintah pusat agar mengevaluasi pengiriman pasukan nonorganik di kedua kabupaten tersebut.
"Sudah sering kami sampaikan bahwa pemerintah pusat harus mengevaluasi pendekatan keamanan di Papua. Pengiriman pasukan nonorganik itu apakah efektif atau justru memberikan trauma di Papua," tandasnya. (OL-8)