BADAN Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengaku kesulitan untuk melakukan verifikasi data warga asal Indonesia yang diduga terlibat Islamic State (IS). Hal itu lantaran tidak adanya akses untuk mencapai ke kamp pengungsian di Suriah.
"Dari sekian ratus yang teridentifikasi itu, kita belum tahu posisinya di mana, karena kita tidak punya akses ke sana," kata Kepala BNPT Suhardi Alius, di Jakarta, kemarin.
Selama ini, lanjut dia, BNPT hanya mengandalkan kontak dari Palang Merah Internasional dan lembaga asing lainnya yang memiliki akses ke kamp pengungsian.
"Kita sudah berusaha masuk dari Turki dan Kota Damaskus, tapi tidak bisa. Tidak semua negara punya akses ke sana, yang punya akses Turki, Suriah. Kita sudah ke sana, enggak bisa juga masuk," tutur Suhardi. Verifikasi dilakukan karena data warga asal Indonesia eks IS yang telah teridentifikasi sifatnya baru sekadar data informasi. Verifikasi diperlukan guna memperkuat data identifikasi tersebut.
Mengenai anak-anak berusia di bawah 10 tahun, lanjut dia, ada sekitar puluhan anak-anak di kamp pengungsian. "Tetapi, tidak tahu apakah yatim piatu," imbuh Suhardi.
Pemerintah memang telah memutuskan tidak akan menerima kembali warga eks IS asal Indonesia. Meski begitu, negara mempertimbangkan pemulang-an anak-anak yatim piatu yang berusia di bawah 10 tahun.
Suhardi menegaskan pihaknya tetap akan berhati-hati. Pasalnya, proses deradikalisasi terhadap mereka yang sudah terpapar radikalisme cukup sulit, termasuk anak-anak usia di bawah 10 tahun.
Ia juga mengingatkan warga negara Indonesia (WNI), terlebih yang tinggal di luar negeri, untuk lebih teliti dalam memberikan donasi. Tiga WNI telah dinyatakan bersalah oleh otoritas Singapura karena mengirimkan uang ke organisasi yang diduga berafiliasi dengan teroris.
Ketiga WNI itu berinisial RH, TM, dan AA. RH dan TM diputus bersalah oleh Pengadilan di Singapura pada 12 Februari 2020 dengan masa hukuman masing-masing 18 bulan dan 48 bulan penjara, potong masa tahanan. AA juga diputus bersalah dengan masa hukuman 24 bulan penjara dalam sidang pada 5 Maret 2020.
RH mengumpulkan dan mengirimkan uang S$140 untuk donasi, sedangkan TM mengirimkan S$1.216,73 atau sekitar Rp13 juta yang ditujukan kepada lembaga amal di Indonesia yang diduga mendukung terorisme.
AA mengirimkan uang sebesar S$130 kepada dua lembaga serupa yang juga berada di Indonesia.
Buku panduan
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan negara memiliki tugas yang serius dalam memerangi terorisme yang bersumber dari radikalisme. Tugas itu memerlukan partisipasi dari semua elemen masyarakat, termasuk dunia usaha.
"Maka, sekarang ini kita meluncurkan buku panduan pencegahan radikalisme," tutur Mahfud, di Jakarta, kemarin, dalam peluncuran buku panduan pencegahan radikalisme yang dibuat BNPT.
Menurut Mahfud, buku itu memberikan panduan sederhana kepada kaum profesional, 150 BUMN, dan perusahaan swasta untuk mereduksi radikalisme di lingkungan perusahaan.
Buku panduan pencegahan radikalisme membeberkan cara-cara untuk mengenal tanda-tanda radikalisme. Bagi pihak yang menemukan ada gejala radikalisme, di dalam buku itu pun dimuat cara memberikan penanganan yang tepat agar tidak menjalar. (*/Ant/P-2)