Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
PERKENALAN dengan Dadang Prihajatna mengubah status Yusuf Supriadi. Mulanya, ia memang dipekerjakan sebagai sopir sejak 2008, tetapi beberapa waktu kemudian ia malah tercatat sebagai Direktur PT Adca Mandiri.
"Saya dikasih pekerjaan karena kenal Pak Dadang dan adiknya. Bisa nyupir enggak? Bisa, ikutlah saya nyupir (jadi supir)," ujar Yusuf.
"Saya ditunjuk sebagai direktur, Pak," lanjut Yusuf dalam sidang terdakwa Tubagus Chaeri Wardana (Wawan) di Pengadilan Tipikor Jakarta, kemarin.
Yusuf Supriadi ialah pihak swasta yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan perkara terdakwa Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan dalam kasus korupsi pengadaan alat kedokteran rumah sakit rujukan Provinsi Banten pada APBD dan APBD Perubahan tahun anggaran 2012 yang merugikan keuangan negara sebesar Rp79,789 miliar.
Wawan juga didakwa merugikan keuangan negara sekitar Rp14,52 miliar dalam pengada-an alat kesehatan (alkes) kedokteran umum Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun anggaran 2012.
Adapun Dadang Prijatna merupakan terpidana kasus pengadaan alkes kedokteran umum Puskesmas Kota Tangerang Selatan APBD Perubahan TA 2012.
Berawal dari perkenalannya itulah Yusuf mengetahui dari Dadang Prijatna bahwa PT Bali Pacific Pragama (PT BPP) ialah perusahaan milik Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan.
Dalam sidang itu, jaksa KPK pun membongkar siasat licik lelang proyek pengadaan alat kesehatan itu.
Awalnya, jaksa menanyakan mengenai sejumlah proyek alkes di Banten dan Tangsel pada saksi atas nama Yusuf Supriadi tersebut. Yusuf disebut sebagai mantan Direktur PT Adca Mandiri.
"Saudara katakan soal ikut lelang alkes Banten dan Tangsel? Ada BAP (berita acara pemeriksaan) poin 5, Anda menerangkan ada proyek tahun 2010 sampai 2012. Ada sekitar 17 paket pekerjaan. Ada juga ditanyakan di Tangsel 2010-2012 total 5 paket pekerjaan. Saudara tahu?" tanya jaksa pada Yusuf.
"Tugas saya hanya tanda tangan kontrak kalau jadi pemenang dan tanda tangan cek, Pak. Selebihnya saya enggak tahu," kata Yusuf. "Yang suruh Anda siapa?" tanya jaksa. "Pak Dadang yang suruh Pak," jawab Yusuf.
Yusuf mengaku diperintah Dadang untuk mendirikan PT Adca Mandiri.
Perusahaan itulah yang kemudian memenangi sejumlah proyek alkes. Namun, Yusuf sendiri tidak paham mengenai mekanisme lelang dan sebagainya.
"Enggak tahu, Pak. Saya cuma disuruh tanda tangan aja paling, Pak. Kalau disuruh, ya saya tanda tangan, Pak," ucap Yusuf. (Zuq/P-1)
Ini merupakan kali kedua secara berturut turut Media Indonesia mendapatkan penghargaan dalam kategori yang sama, sebelumnya Media Indonesia memperoleh penghargaan serupa pada 2019.
Sejak awal halaman muka Media Indonesia mencuri perhatian publik.
MINUM kopi bukan hanya sebagai kebutuhan, melainkan juga sudah jadi gaya hidup kekinian masyarakat Indonesia, khususnya di kota besar.
Dalam mengelola kopi, sebaiknya mempertahankan mutu kopi, mulai bagaimana budi daya kopi yang baik hingga menjadi biji kopi yang siap olah.
Media Indonesia dan Metro TV dinilai aktif menyebarluaskan informasi kebencanaan selama 2019 keapda masyarakat.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved