Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Luhut Pandjaitan Sedih Di-Bully Takut Perang karena Natuna

Henri Siagian
17/1/2020 16:18
Luhut Pandjaitan Sedih Di-Bully Takut Perang karena Natuna
Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan(MI/Ramdani)

MENTERI Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengaku sedih menanggapi suara yang mendorong kemungkinan pecah perang antara RI dan Tiongkok terkait situasi di Laut China Selatan.

Melalui akun Facebook terverifikasi @luhutbinsar.pandjaitan, jenderal bintang empat mengungkapkan pemikiran terkait persoalan itu.

"Saya termasuk yang sedih ketika ada situasi di Laut China Selatan, belum lama ini ada suara-suara yang mengusung kemungkinan pecah perang antara RI dengan Tiongkok, 'demi kedalauatan NKRI'" tulis dia.

Baca juga: Mahfud MD ke Dubes Tiongkok: Kalau Ada Nelayan Masuk, Kami Usir

Pemberitaan yang bermula dari informasi di media sosial tersebut, sambung dia, kemudian menyulut kemarahan masyarakat karena ketidaklengkapan informasi atau ketidakpahaman mengenai beda antara ZEE dan laut teritori nasional. Yang muncul adalah kemarahan atau rasa ketersinggungan yang besar.

"Pada satu sisi, saya maklum ini mencerminkan kuatnya nasionalisme masyarakat, tetapi tentu tidak semua perselisihan atau pelanggaran peraturan internasional harus berakhir dengan pecahnya perang. Perang atau 'cara lain' itu tidak pernah menguntungkan siapapun, karena sesungguhnya tidak ada yang benar-benar memenangkan sebuah peperangan."

Baca juga: Nelayan Ikut Jaga Kedaulatan Natuna

"Lebih menyedihkan lagi ketika saya dan Menhan RI Prabowo Subianto mengeluarkan pernyataan yang bernada menyejukkan, kami di-bully sebagai 'penakut' dan malah ada koran yang menyindir karir dan korps saya di ketentaraan dulu yang sebenarnya tidak relevan dibandingkan. Saya sedih karena serangan tersebut masuk wilayah pribadi, dan melenceng dari pokok permasalahan. Apakah mereka tahu bahwa saya sebagai seorang prajurit pernah berperang dan pernah hampir mati karena perang?"

Kunjungan satu hari Presiden Joko Widodo ke pulau Natuna Besar, sambung dia, jelas mengirim pesan yang kuat. Pernyataan Pak Jokowi juga menjelaskan dengan nada sejuk apa yang sesungguhnya terjadi di laut di utara Natuna bukanlah pelanggaran wilayah teritori Indonesia.

Baca juga: Kapal TNI-AL akan Tetap Berada di Natuna

Penjelasan Presiden tersebut efektif menurunkan tensi di dalam negeri tetapi sekaligus memberi isyarat halus kepada negara-negara lain. "Menurut saya, ini bagian dari diplomasi yang canggih yang tidak menimbulkan ketersinggungan tapi memunculkan pengertian. Tanpa mengorbankan derajat dan harga diri bangsa."

"Intinya adalah, kita tidak pernah mengorbankan kedaulatan kita demi investasi asing (seperti kata pengamat), kita selalu melihat hubungan antar-negara dalam konteks yang pas dan yang penting, kita tentu berkaca pada diri sendiri, apa yang kurang dalam mengamankan perairan ZEE kita. Apakah karena kapal-kapal TNI-AL tidak cukup atau terlalu kecil, apakah berarti Bakamla (Badan Keamanan Laut, coast guard) kita tidak optimal? dan sebagainya."

Optimisme perang adalah jalan terakhir, jelas dia, juga berlaku ketika ada yang menanyakan kepada saya apakah pertikaian antara Amerika Serikat dan Iran akan menyulutkan pecahnya Perang Dunia 3.

"Saya optimistis tidak akan terjadi perang karena kedua pihak sadar pentingnya mengedepankan diplomasi tanpa berlanjut menjadi perang."



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Henri Siagian
Berita Lainnya