Headline
Pemerintah tegaskan KPK pakai aturan sendiri.
DEDE Luthfi Afandi, pemuda yang menjadi peserta demonstrasi RUU KPK di Kawasan DPR/MPR RI didakwa empat pasal berupa perusakan fasilitas umum dan melawan petugas kepolisian. Ia merupakan pembawa bendera yang viral saat demo di DPR tengah menjalani sidang perdananya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Andri menilai bahwa Luthfi diduga melakukan melakukan pengerusakan fasilitas umum milik pemerintah yaitu pot bunga, pembatas jalan, dan pagar pembatas jalan.
"Pada tanggal September sekitar 19.30 terdakwa bersama teman-teman yaitu Saudara Nandang dan Saudara Bengbeng yang sebelumnya berhasil dipukul mundur oleh petugas kepolisian," kata Jaksa Penuntut Umum Andri Saputra saat membacakan dakwaan di PN Jakarta Pusat, Kamis (12/12).
Luthfi, jelas Andri, kemudian datang kembali bersama massa yang lebih banyak. Mereka melakukan demo serta penyerangan terhadap petugas. Penyerangan dengan cara melempar botol air, bambu, petasan, kembang api dan sebagainya.
Baca juga: Nama Dua Korban Demo UU KPK akan Diabadikan di KPK
Dalam Berita Acara Pemeriksaan Luthfi diketahui bukan lagi pelajar karena baru lulus sekolah pelajar. Saat ini dirinya merupakan pencari kerja.
Pria berumur 20 tahun tersebut dijerat empat pasal, yaitu Pasal 170 Ayat (1) KUHP dan Pasal 212 Jo 214 KUHP dengan ancaman penjara di atas 5 tahun. Selain itu juga dijerat dengan Pasal 218 KUHP dengan ancaman penjara 4 bulan 15 hari.
Sementara itu, Anggota DPR RI Komisi III Didik Mukrianto yang hadir saat persidangan terdakwa akan mendengar aspirasi publik terkait sidang Luthfi. Didik juga mendukung terdakwa secara moril. Menurut Didik pengadilan juga perlu memahami kasus ini dua perspektif dari korban.
"Sudah barang tentu di DPR terus mendengar yang menjadi aspirasi masyarakat dan publik termasuk sidang hari ini mendapatkan perhatian publik cukup banyak, untuk itu komisi 3 memastikan peradilan bisa berjalan dengan aturan yang berlaku, kata Didik di PN Jakarta Pusat," kata Didik. (OL-8)
KETUA Pusat Studi Anti Korupsi (PUKAT) Fakultas Hukum (FH) Universitas Mulawarman Samarinda, Orin Gusta Andini menilai upaya pemberantasan korupsi di Indonesia masih berjalan stagnan.
UU KPK digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pemohon mengajukan uji materi Pasal 30 ayat (1) dan (2) mengenai proses seleksi pimpinan KPK yang dianggap tidak sah.
Sejumlah harapan kepada pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Dewan Pengawas (Dewas) KPK 2024-2029. Salah satu harapannya ialah KPK jangan tebang pilih dalam memberantas korupsi.
Saut Situmorang mengatakan lima pimpinan KPK yang baru terbentuk periode 2024-2029 berpotensi akan bekerja tidak independen dalam memberantas korupsi karena revisi UU KPK
Soleman B Ponto menilai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 87/PUU-XXI/2023 membenturkan kewenangan KPK dengan Kejaksaan dan TNI lewat Polisi Militer.
ICW harap pansel bisa objektif pilih kandidat Capim KPK
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved