Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
MENTERI Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD enggan berkomentar soal munculnya usulan amendemen UUD 1945 yang berkaitan dengan penambahan jabatan presiden maupun mekanisme pemilihan tidak langsung.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu menyebut usulan tersebut sepenuhnya merupakan urusan politik yang tidak bisa ia komentari.
"Itu urusan politik, urusan MPR. Bukan urusan menteri. Itu kan keputusan MPR dan partai politik," ujar Mahfud di Gedung KPK, Jakarta, Senin (2/12).
Baca juga: Wacana Penambahan Masa Jabatan, Jokowi: Ingin Menjerumuskan Saya
Ia mengatakan hanya bertanggung jawab soal dampak kepada stabilitas politik terkait dengan rencana amendemen tersebut.
"Kalau stabilitasnya kita jaga. Misalnya kalau mau bersidang nanti ya kita jaga stabilitasnya. Tapi substansinya tidak boleh kita (berkomentar)," ucapnya.
Wacana penambahan masa jabatan presiden dan mekanisme pemilihan presiden tidak langsung mengemuka seiring rencana MPR mengamendemen Undang-Undang Dasar. Perubahan yang awalnya sebatas mengembalikan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), mulai menjadi bola liar yang merembet ke soal lain.
Presiden Joko Widodo menolak tegas usulan amendemen Undang-Undang Dasar yang berkaitan dengan penambahan masa jabatan presiden. Ia juga tegas menolak usulan agar pemilihan presiden secara tidak langsung atau dikembalikan ke MPR.
"Kenyataannya seperti itu, muncul usulan presiden dipilih MPR, presiden menjabat tiga periode, presiden satu kali menjabat delapan tahun. Jadi, lebih baik tidak usah amendemen," ucap Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (2/12).
Jokowi menyatakan usulan-usulan yang muncul terkait masa jabatan presiden dan mekanisme pemilihan tidak langsung dimunculkan pihak-pihak yang ingin mencari muka dan menjerumuskannya.
"Ada yang ngomong presiden bisa dipilih tiga periode. Itu ingin menampar muka saya, ingin cari muka, padahal saya punya muka. Juga ingin menjerumuskan," ujarnya. (OL-8)
PAKAR hukum tata negara Feri Amsari merespons sejumlah partai politik yang bereaksi cukup keras terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pemisahan Pemilu.
MK juga mengusulkan antara pemilu nasional dan pemilu daerah diberi jarak waktu paling singkat 2 tahun dan paling lama 2 tahun 6 bulan.
MK mengatakan pemisahan pemilu nasional dan lokal penting dilakukan untuk menyederhanakan proses bagi pemilih.
Ia mengatakan putusan MK tentang pemisahan Pemilu bertentangan dengan pasal 22E ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa pemilu diselenggarakan tiap 5 tahun sekali.
Situasi geopolitik dalam beberapa bulan terakhir berdampak signifikan pada berbagai bidang kehidupan.
Amanah konstitusi UUD 1945 untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, serta ikut mewujudkan perdamaian dunia harus direalisasikan dalam menyikapi konflik dunia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved