Headline
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.
KESEPULUH pimpinan MPR RI sedang menimbang perlu atau tidaknya pelaksanaan amendemen terbatas Undang-Undang Dasar 1945. Lembaga tinggi negara itu mengharapkan dukungan rakyat atas keputusan terkait dengan amendemen konstitusi.
"Rekomendasi pasti akan kami pelajari dulu bersama sembilan pimpinan yang lain," tutur Ketua MPR Bambang Soesatyo di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin.
Bamsoet, sapaan Bambang, menyatakan MPR juga akan membuka ruang kepada publik dan pihak-pihak terkait untuk sama-sama mempertimbangkan kebutuhan amendemen terbatas UUD '45. Dengan begitu, dukungan seluruh masyarakat muncul. "Saya pastikan MPR tidak akan grasa grusu."
Ia mengaku belum memiliki pandangan atau sikap apa pun terkait amendemen terbatas UUD 1945, utamanya yang terkait dengan pemilihan presiden langsung. Bamsoet meminta semua pihak untuk bersabar dan tidak terburu-buru menanggapi dinamika terkait amendemen terbatas.
"Ini soal masa depan bangsa. Jadi kita harus betul-betul cermat dan tidak perlu terburu-buru. Kita menjaga konstitusi ini menjaga Pancasila tetap utuh dan ideologi yang kita junjung ini bisa kita pertahankan termasuk juga MPR," papar Bamsoet.
Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Jazilul Fawaid mengatakan amendemen UUD 1945 perlu mendapat batasan jelas. Jangan sampai melebar hingga mengubah masa jabatan presiden, wakil presiden, ataupun kepala daerah. "Dua periode itu sudah cukup untuk presiden, bupati, dan jabatan-jabatan eksekutif."
Ia menekankan amendemen UUD 1945 semestinya hanya bersifat terbatas pada penghidupan kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Itu pun perlu mencari waktu yang tepat.
"Kalau sekarang belum tepat karena ini kan masa awal. Perlu penataan," pungkas Jazilul. (Uta/P-2)
PAKAR hukum tata negara Feri Amsari merespons sejumlah partai politik yang bereaksi cukup keras terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pemisahan Pemilu.
MK juga mengusulkan antara pemilu nasional dan pemilu daerah diberi jarak waktu paling singkat 2 tahun dan paling lama 2 tahun 6 bulan.
MK mengatakan pemisahan pemilu nasional dan lokal penting dilakukan untuk menyederhanakan proses bagi pemilih.
Ia mengatakan putusan MK tentang pemisahan Pemilu bertentangan dengan pasal 22E ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa pemilu diselenggarakan tiap 5 tahun sekali.
Situasi geopolitik dalam beberapa bulan terakhir berdampak signifikan pada berbagai bidang kehidupan.
Amanah konstitusi UUD 1945 untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, serta ikut mewujudkan perdamaian dunia harus direalisasikan dalam menyikapi konflik dunia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved