Headline
Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.
Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.
Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.
WACANA penghidupan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) melalui amendemen secara terbatas UUD 1945 diminta agar jangan mengganggu sistem presidensialisme.
Pakar hukum tata negara Universitas Jember Bayu Dwi Anggono mengatakan penghidupan kembali GBHN sebaiknya tidak turut mengembalikan kedudukan presiden sebagai mandataris MPR.
"Penghidupan GBHN melalui amendemen UUD harus menyesuaikan dengan presidensialiame. Amendemen hak MPR, yang terpenting sistem presidensialnya tidak berubah. Artinya presiden tetap dipilih rakyat dan presiden tidak bisa diberhentikan karena alasan politik," kata Bayu saat dihubungi, Jumat (4/10).
Baca juga: PDIP Sebut GBHN untuk Kesinambungan Pembangunan
Menurutnya, wacana menghidupkan kembali haluan pembangunan negara memang mencuat dalam beberapa tahun terakhir. Hal itu didasari rencana pembangunan negara yang dianggap tidak berkesinambungan karena pengaturannya hanya melaui undang-undang. Pergantian kepemimpinan dinilai bisa mengubah arah kebijakan pembangunan.
Saat ini rencana pembangunan diatur melalui UU No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan dan UU No 17 Tahun 2007 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025.
"GBHN layak dipertimbangkan karena lebih tinggi sifatnya dan mengikat. Itu norma yang opsional, tetapi tidak berarti harus ada sanksi. Tidak bisa presiden diberhentikan hanya karena tidak menjalankannnya karena mandataris tetap rakyat sebagai pemilih," ucap dia.(OL-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved