Headline

Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.

Fokus

Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.

Presiden Mahasiswa Trisakti: Aksi Bukan untuk Lengserkan Jokowi

Mediaindonesia.com
27/9/2019 17:10
Presiden Mahasiswa Trisakti: Aksi Bukan untuk Lengserkan Jokowi
Mahasiswa Universitas Trisaksi berunjuk rasa di depan Gedung DPR RI.(Istimewa)

SEJUMLAH Rancangan Undang-undang (RUU) produk DPR RI di akhir periode 20142019 telah membuahkan penolakan dari berbagai pihak, termasuk dari kalangan mahasiswa.

Salah satunya draft yang berada dalam RUU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sudah terlanjur disahkan menjadi Undang-undang. Beberapa pasal yang dianggap memuat aturan-aturan krusial diantaranya perihal penyadapan dan pengawasan.

Padahal disejumlah negara maju yang memiliki badan pemberantasan korupsi, untuk penyadapan harus melalui prosedur perizinan dari lembaga lain seperti lembaga peradilan. Praktik penyadapan di luar prosedur dikategorikan melanggar privasi sesorang atau hak asasi manusia juga melanggar hukum internasional.

Namun, menurut para mahasiswa, seharusnya KPK diperbolehkan melakukan penyadapan tanpa harus minta izin terlebih dahulu kepihak lain.

Begitupun dengan kerja KPK yang semestinya tidak terlalu diawasi,  sebab jika hal itu dilakukan maka kewenangan dan kinerja KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi tidak maksimal.

Di dalam Rapat Panja tertutup yang digelar tanggal 13 September 2019, dalam draft RUU KPK yang mengatur soal penyadapan KPK, dikatakan bahwa pada Pasal 12B, dalam melaksanakan fungsi penyadapan, KPK wajib meminta izin tertulis dari Dewan Pengawas.

Fungsi penyadapan tidak dapat dilakukan sebelum mendapatkan izin dari Dewan Pengawas. Dewan Pengawas dapat memberikan izin penyadapan dalam waktu 1 x 24 jam. Sementara pada Pasal 12B ayat (4), diatur mengenai jangka waktu penyadapan selama 6 bulan dan dapat diperpanjang satu kali dalam jangka waktu yang sama. Ketentuan ini tidak diatur dalam UU KPK.

Lalu pada Pasal 12C ayat (2), penyelidik dan penyidik wajib mempertanggungjawabkan hasil penyadapan kepada Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dan Dewan Pengawas paling lambat 2 minggu.

Pada Pasal 12D ayat (2) menyatakan bahwa hasil penyadapan yang tidak terkait dengan kasus korupsi yang sedang ditangani KPK wajib dimusnahkan seketika. Kemudian terdapat ketentuan, pihak yang menyimpan hasil penyadapan dijatuhi hukuman pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Mengacu pada ketentuan tersebut, kalangan mahasiswa mengaku belum paham betul perihal pentingnya prosedur penyadapan, dan keberadaan Dewan Pengawas terhadap lembaga KPK yang bersifat ad hoc.

“Yang harus diperbaiki memang proses penyadapannya. Tapi penyadapan harus dilakukan dalam upaya membongkar sebuah kasus korupsi. Saya juga tidak mau jika pembicaraan saya disadap,” ujar Syahnaz, 18, mahasiswi jurusan Teknik Perminyakan Universitas Trisakti di Jakarta, Jumat (27/8)

Pernyataan disampaikan Syahnaz saat ditanya bilamana KPK memiliki hak untuk menyadap secara bebas kepada siapapun tanpa diketahui oleh Dewan Pengawas.

Adapun Ilham Wahyu, yang juga merupakan mahasiswa Universitas Trisakti, menyatakan jika KPK sebagai anak kandung reformasi maka sudah seharusnya juga menghormati hak privasi seseorang yang merupakan bagian dari unsur HAM.

Keberadaan lembaga KPK sebagai badan yang independen serta bersifat ad hoc tidak seharusnya melebihi kewenangan yang terlalu luas dan tidak dapat diawasi.

“Secara trias politika, KPK juga bukan lembaga tinggi negara yang diatur dalam konstitusi”, ujarnya.

Menengahi berbagai pendapat yang muncul dalam perdebatan RUU KPK, Wakil Presma Universitas Trisakti Dimas Dheantantra menegaskan jika sesungguhnya tidak semua pasal dalam RUU KPK bermasalah.

Dimas hanya menginginkan KPK menjadi badan yang dapat dipercaya dalam upaya pemberantasan korupsi.

Sebab di dunia ini, menurut Dimas, tidak lebih dari 10 negara saja yang memiliki badan antirasuah, dan Indonesia termasuk salah satu didalamnya. Karena itu, jika UU KPK dibuat begitu sempurna (bagus) tetapi badan tersebut dipimpin oleh pemimpin yang bobrok tentu akan percuma.

“Iya, tidak semua pasal-pasal dalam RUU KPK bermasalah”, ujar Dimas.

Bukan lengserkan Jokowi

Terkait aksi unjukrasa yang dilakukan di depan gedung DPR/MPR, Presiden Mahasiswa Universitas Trisakti, Dinno Ardiansyah mengatakan unjuk rasa mahasiswa di Trisakti & universitas lainnya bukan untuk melengserkan Jokowi. Namun berfokus menolak sejumlah RUU bermasalah.

“Itu sebenarnya kita juga sangat menyayangkan ketika elite-elite politik justru menunggangi dan mengambil kesempatan dari mahasiswa,” ujar Presiden Mahasiswa Universitas Trisakti, Dino Ardiansyah. (OL-09) 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya