Headline

Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.

Fokus

Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.

Pencegahan Korupsi Jadi Paradigma Baru

Putra Ananda
06/9/2019 07:25
Pencegahan Korupsi Jadi Paradigma Baru
6 Poin Revisi UU KPK(Draf Rancangan Revisi UU KPK/L-1)

UNTUK semakin memperkuat tugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), seluruh fraksi di DPR menyetujui revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Demikian keputusan rapat paripurna dewan yang dipimpin Wakil Ketua DPR Utut Adianto di gedung parlemen Senayan, Jakarta, kemarin.

"Apakah RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK dapat disetujui menjadi usul DPR?" tanya Utut kepada peserta rapat yang langsung menjawab kompak dengan kata setuju.

Anggota Badan Legislasi (Baleg), Hendrawan Supratikno, menuturkan setelah disetujui di rapat paripurna, pihaknya segera membahas poin-poin revisi dalam UU KPK. Pembahasan perlu dilakukan cepat karena masa jabatan anggota DPR periode 2014-2019 tuntas akhir September.

"Kami bertekad menyelesaikan dalam periode sidang saat ini. Pada prinsipnya DPR dan pemerintah sudah sepakat mengingat pembahasan revisi UU KPK dilakukan sejak 2015. Ini kan revisi sudah disepakati di DPR dan pemerintah," ujar Hendrawan.

Poin-poin penting dalam revisi UU KPK ialah kewenangan penyadapan, kewenangan surat penghentian penyidikan perkara (SP3), pembentukan dewan pengawas KPK, hingga status kepegawaian pegawai KPK sebagai aparatur sipil negara (ASN).

Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa mengemukakan, dalam menjalankan tugasnya komisi antirasuah memerlukan penguatan dalam beberapa hal.

"Revisi ini untuk memperkuat kinerja KPK. Satu poin penguatan ialah tentang mekanisme kewe-nangan KPK mengeluarkan SP3. Sebagai negara hukum sepantasnya memberikan kepastian hukum kepada warga negara. Kalau ada kesan ini melemahkan, di negara hukum kan harus ada kepastian hukum," ungkap anggota dari Fraksi Partai Gerindra itu.

Anggota Komisi III dari Fraksi Partai NasDem, Taufiqulhadi, mengatakan revisi UU KPK senapas dengan pidato Presiden Joko Widodo dalam Sidang Tahunan MPR 16 Agustus 2019.

"Indikator pemberantasan korupsi tidak hanya dari berapa koruptor yang ditangkap, tetapi juga menekankan pencegahan agar tidak ada lagi pejabat yang korupsi," kata Taufiqulhadi.

Selain itu, lanjut Taufiqulhadi, revisi UU KPK berkaitan dengan keputusan MK bahwa KPK bagian dari eksekutif. "Dulu KPK selalu menganggap dirinya di jajaran peradilan."

Paradigma baru

Rapat Baleg DPR pada Selasa (3/9), menurut Hendrawan, dengan agenda pandangan fraksi tentang draf revisi UU KPK menyepakati enam poin revisi UU KPK.

Salah satu di antaranya menyoal kedudukan KPK yang disepakati berada pada cabang eksekutif, dengan tugas dan kewenangan yang independen. Pegawai KPK ke depan juga berstatus ASN yang tunduk kepada UU ASN (lihat grafik).

Anggota DPR dari Fraksi PPP Arsul Sani meyakinkan bahwa revisi UU KPK sama sekali jauh dari maksud untuk melemahkan kerja-kerja pemberantasan korupsi.

"Saya pikir persepsi teman-teman pecinta KPK itu latar belakang revisi ialah untuk melemahkan KPK. Kami tidak melihat seperti itu. Kami mencermati selama ini KPK begitu gencar melakukan aspek penindakan, tetapi indeks korupsi tidak juga berkurang. Akhirnya, kami sepakat dengan pernyataan Presiden Joko Widodo bahwa diperlukan paradigma baru dalam pemberantasan korupsi," tandas Arsul. (Mal/Ant/X-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya