Headline
Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.
Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.
PEMERINTAH tidak mempermasalahkan usulan yang diajukan Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu terkait pelarangan mantan koruptor sebagai calon kepala daerah untuk Pilkada 2020 mendatang. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengungkapkan, selama ada kesepakatan antara pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Kemendagri tidak keberatan.
“Kita setuju saja, setuju kalau itu memang ada kesepakatan ya sudah, tidak masalah,” ungkap Tjahjo saat ditemui di Kantor Wakil Presiden di Jakarta, kemarin.
Tjahjo menyebutkan, pembahasan usulan Bawaslu dan KPU terkait aturan pelarangan mantan koruptor akan diimplementasikan dalam revisi RUU Pilkada. Nantinya dalam pembahasan dengan DPR tersebut akan dibahas apakah memang perlu dilakukan revisi UU Pilkada atau cukup dengan Peraturan KPU (PKPU).
Disebutkan, pembahasan mengenai revisi UU Pilkada kemungkinan dilakukan DPR periode mendatang. Tjahjo pun mengungkapkan revisi UU Pilkada kemungkinan besar akan menjadi inisiatif pemerintah.
“Kalau itu ya kami inisiatif, kami sedang menginventarisasi apa maunya Bawaslu apa maunya KPU, lembaga lembaga demokrasi yang ada. serta apa maunya pemerintah. Misalnya, kampanye 8 bulan itu penjabaran ketentuan UU, seharusnya cukup di PKPU saja,” paparnya.
Tjahjo meyakini usulan pelarangan kepala daerah eks koruptor akan didukung pemerintah, sebab, baik Bawaslu dan KPU pun sudah bertemu dengan Presiden dan menyampaikan langsung masukan tersebut. Saat ditanyakan apakah aturan tersebut akan efektif menekan korupsi, Tjahjo mengungkapkan hal tersebut kembali kepada individu masing-masing. “Kita sudah siapkan berbagai aturan yang cukup lengkap,” pungkasnya.
Sosialisasi KPU
Secara terpisah Advokat Victor Santoso menilai KPU tidak bisa mencabut hak politik terhadap caleg atau kepala daerah berstatus eks koruptor. Menurutnya, instansi yang dapat membatasi hak berpolitik setiap orang adalah putusan pengadilan berdasarkan UUD 1945 Pasal 28J.
“KPU hanya berwenang untuk mengatur penyelenggaraan pemilu, bukan membatasi hak berpolitik,” ujarnya saat ditemui di Gedung MK.
Selain putusan pengadilan, institusi yang bisa melarang seorang mantan koruptor maju ke pilkada ialah partai politik dengan menolak calon yang mendaftarkan diri.
“Hal itu sekaligus untuk membuktikan bahwa parpol tersebut pro terhadap pemberantasan korupsi,” katanya Victor.
Selain itu, dirinya juga mendorong masyarakat agar tidak memilih caleg atau kepala daerah eks koruptor. Victor menuturkan, masyarakat harus punya kesadaran untuk tidak memilih caleg yg merupakan mantan napi korupsi karena mereka telah mengkhianati kepercayaan yang telah diberikan.
“Maka saat para napi koruptor itu mencalonkan diri kembali, saatnya masyarakat memberikan sanksi sosial untuk tidak memilihnya menjadi wakil rakyat,” jelasnya.
Hal inilah yang kemudian, katanya, menjadi tugas KPU untuk bisa menyebarkan informasi seluas-luasnya agar setiap masyarakat tahu bahwa di daerah pemilihannya ada calon kepala daerah yang mantan napi korupsi. (Ins/P-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved