Headline
Pansus belum pastikan potensi pemakzulan bupati.
PAKAR Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menilai kubu Prabowo-Sandi gagal menghadirkan saksi yang mampu meyakinkan sembilan hakim konstitusi untuk mengabulkan permohonan yang telah diajukan. Maka dari itu, ia memprediksi Mahkamah Konstitusi (MK) akan menolak permohonan yang diajukan oleh kubu Prabowo-Sandi.
"Saya lihat pemilihan saksinya belum maksimal, dan kemudian ternyata ada yang terdakwa juga berbohong kepada hakim dengan izinnya. Hakim itu menyusun puzzle. Jadi misalnya, puzzle-nya beberapa kurang jelas, mereka tidak akan teryakinkan," kata Bivitri dalam diskusi di kawasan Cikini, Jakarta, Minggu (23/6).
Baca juga: Bukti tidak Kuat, Permohonan Prabowo-Sandi akan Ditolak MK
Selain itu, Bivitri mencermati kubu Prabowo-Sandi tidak fokus dalam membedah permasalahan perselisihan suara C1 plano yang didalilkan. Bivitri menilai saksi yang dihadirkan justru banyak membahas soal kerentanan situng dan permintaan audit forensik IT KPU.
Bivitri mengatakan hal yang dibahas oleh saksi kubu Prabowo-Sandi justru bukanlah hal yang menjadi acuan dalam menghitung perolehan suara sesuai dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
"Ada beberapa saksi yang kurang strategis. Banyak yang fokus di situng, pemohon banyak membuktikan situng penuh kecurangan dan sebagainya. Padahal, sudah dikatakan betul bahkan diklarifikasi hakim sendiri bahwa situng bukan penetapan hasil pemilu karena penetapan itu berdasarkan penghitungan manual berjenjang bukan situng," kata Bivitri. (Faj/A-5)
Mahkamah Konstitusi membacakan putusan terhadap 15 perkara pengujian undang-undang.
Tim dari Kemendagri, lanjutnya, melakukan pengecekan dan survei ke lapangan sebagai upaya penyelesaian sengketa. Menurutnya itu sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Putusan MK soal kewenangan Bawaslu memutus pelanggaran administrasi Pilkada, pembentuk UU dapat segera merevisi UU Pilkada.
Putusan MK Nomor 104/PUU-XXIII/2025 selanjutnya akan dibahas lebih lanjut. Ia mengatakan perlu regulasi yang detail untuk menjalankan putusan MK tersebut.
Titi Anggraini mengatakan putusan tersebut telah menegaskan tidak lagi terdapat perbedaan antara rezim pemilu dengan rezim pilkada.
Semua pihak harus berhati-hati dalam menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.135 tahun 2024 terkait pemisahan pemilu nasional dan lokal.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved