Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Soal Calon Hakim Agung, Persepsi DPR-KY Perlu Disamakan

Putri Rosmalia Octaviyani
30/5/2019 12:39
Soal Calon Hakim Agung, Persepsi DPR-KY Perlu Disamakan
Pakar hukum Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Bivitri Susanti.(ANTARA)

PAKAR hukum Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Bivitri Susanti, menilai memang sulit untuk menemukan sosok hakim agung. Perbedaan persepsi dan penilaian dalam poses tahapan seleksi di Komisi Yudisial (KY) dan DPR kerap jadi kendala utama.

"Kalau saya melihatnya memang cara pandangnya selalu berbeda antara DPR dengan lembaga-lembaga penyeleksi lainnya. Saya ingat waktu KPK juga berbeda antara DPR dengan panitia seleksinya. DPR ini sangat politis, pansel punya pertimbangan yang sifatnya manajerial," ujar Bivitri, ketika dihubungi, Kamis, (30/5).

Baca juga: KY Hormati Putusan DPR Tolak Calon Hakim Agung

Begitu juga dalam proses seleksi hakim agung, ada kesamaan dengan yang terjadi saat seleksi pimpinan KPK. Biviti menduga, ada pertimbangan dan cara pandang yang berbeda antara KY dan DPR.

"Karena KY melakukan seleksi berdasarkan undang-undang kemudian berdasarkan kualifikasi yang dibutuhkan setiap kamar. Jadi sifatnya lebih ke melihat kompetensi berdasarkan rekam jejak, makalah, dan lain-lain," ujar Bivitri.

Sementara itu, DPR cenderung lebih politis untuk melihat dampak dipilihnya sosok hakim MA. Baik dampaknya ke MA atau ke DPR sendiri. "Jadi memang agak sulit kalau untuk disamakan persepsinya," ujar Bivitri.

Bivitri menyarankan agar DPR dan KY bisa lebih banyak melakukan dialog yang lebih intensif. Mereka diharapkan bisa saling menjabarkan tahapan yang mereka buat dalam seleksi calon hakim. "Komunikasikan dengan baik sehingga saling bisa melihat lebih mendalam. Saya rasa itu saja yang bisa dilakukan agar ke depan seleksi bisa lebih baik hasilnya," ujar Bivitri.

Selain itu, pelibatan publik untuk memberikan masukan dengan lebih intens juga harus dilakukan selama proses seleksi. Baik oleh DPR atau KY.

Seperti diketahui, Komisi III DPR RI memutuskan untuk menolak keempat calon hakim agung yang direkomendasikan Komisi Yudisial. Keempatnya ditolak karena dianggap tidak memiliki kualitas dan kapasitas yang mumpuni berdasarkan hasil uji kepatutan dan kelayakan yang dilakukan DPR dan tim ahli.

Seleksi calon hakim agung telah dimulai sejak Rabu, (15/5). Calon hakim agung yang mengikuti seleksi adalah Ridwan Mansyur dan Matheus Samiaji untuk kamar perdata. Kemudian Cholidul Azhar untuk kamar agama, dan Sartono untuk kamar tata usaha negara (TUN).

Baca juga: Sidang Paripurna Resmikan Penolakan DPR pada 4 Calon Hakim Agung

Berdasarkan seleksi serta uji kepatutan dan kelayakan didapatkan hasil dari 13 fraksi di DPR, sebanyak 7 fraksi menolak seluruh calon hakim agung untuk diangkat. Dua fraksi yakni Golkar dan Hanura menyetujui untuk mengangkat salah seorang calon hakim, Sartono, sebagai hakim agung di kamar tata usaha negara.

Dari seluruh fraksi, hanya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang menyetujui untuk mengangkat keempatnya sebagai hakim agung. Namun, karena fraksi yang menyetujui memiliki jumlah kalah jauh dengan yang menolak, tidak ada hakim agung yang diangkat. (OL-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Astri Novaria
Berita Lainnya