Headline

Disiplin tidak dibangun dengan intimidasi.

Berhentilah Menuding tanpa Disertai Bukti

Golda Eksa
18/3/2019 09:20
Berhentilah Menuding tanpa Disertai Bukti
DISKUSI EMPAT PILAR MPR: MEMBERANTAS HOAX DENGAN STANDAR: Anggota MPR dari Fraksi Gerindra, Fadli Zon (kiri)(MI/MOHAMAD IRFAN )

PENYEBARAN berita bohong (hoaks) berpotensi menimbulkan kegaduhan yang berujung pada ketidakpercayaan masyarakat terhadap penyelenggara pemilu. Realitas itu perlu diwaspadai agar pelaksanaan pesta demokrasi di Tanah Air tetap bermartabat.

 

Di sisi lain, partai politik juga harus mengambil peran dengan menegur keras kader dan calon anggota legislatif yang ikut-ikutan menyebarkan hoaks di ruang publik. Apabila upaya itu bertujuan mendelegitimasi pihak penyelenggara, Korps Bhayangkara wajib memprosesnya sesuai regulasi yang berlaku.

Demikian pendapat pakar psikologi politik Universitas Indonesia Hamdi Muluk dan Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini ketika dihubungi dalam kesempatan terpisah akhir pekan lalu.

Upaya mendelegitimasi penyelenggara pemilu, terang Hamdi, justru mendorong terjadinya kekerasan terhadap pemilu. "Jadi memang hal itu harus kita waspadai, sangat berbahaya, karena bisa menjurus pada kepanikan dan berakhir kaos," ujarnya.

Menurut dia, semua pihak sejatinya bisa membedakan arti koreksi dan hoaks yang diarahkan kepada penyelenggara pemilu. Boleh saja menyampaikan kritik, tetapi harus disertai argumentasi jelas ketimbang menuding tanpa disertai bukti.

Baca Juga : Prabowo Dianggap Memanipulasi Data Soal Narkoba

"Misalnya, KPU diminta lebih maksimal menyisir dugaan adanya daftar pemilih ganda. Nah, itu namanya koreksi, enggak masalah. Beda dengan menyebarkan berita bohong dan sengaja menuduh KPU, ya tentu upaya yang arahnya delegitimasi maka Polri harus bertindak," kata dia.

Hoaks yang kerap digaungkan melalui aplikasi percakapan, media sosial, dan kampanye terbuka pada perhelatan pesta pemilu merupakan skenario besar untuk mendelegitimasi penyelenggara pemilu. Kondisi itu akan semakin membahayakan jika dilakukan secara sistematis dan terstruktur.

Titi Anggraini menilai proses pemilu yang berlangsung secara kompetitif cenderung menimbulkan kekerasan pemilu. Tidak jarang pula pihak penyelenggara yang sedang melaksanakan tugas dijadikan sasaran untuk memuluskan agenda menggerus kepercayaan publik.

Potensi kekerasan pemilu, imbuhnya, makin besar terjadi ketika narasi-narasi yang mendelegitimasi proses dan penyelenggara pemilu terus dilancarkan. Apalagi, saat ini kondisi masyarakat terbelah. Keterbatasan akses publik terhadap informasi yang kredibel juga dinilai bisa meningkatkan potensi terjadinya kekerasan pemilu.

"Hampir bisa dipastikan tujuan akhirnya untuk mendelegitimasi pemilu karena tidak mungkin arahnya tidak ke sana. Apalagi, informasi atau kabar bohong yang disebarkan itu daya rusaknya sangat besar," tukasnya.

Tindak tegas

Ia berharap negara melalui aparat penegak hukum segera mengambil tindakan tegas untuk mencegah penyebaran berita bohong. Tindakan aparat pun menjadi sebuah pertaruhan demi keberlangsungan praktik demokrasi yang sehat.

"Ini menjadi momentum bagi proses penegakan hukum kita untuk membongkar praktik ini sampai ke akar-akarnya. Harus cepat dan memberi efek jera, serta wajib diterapkan hukum yang maksimal," pungkasnya.

Juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Ace Hasan Sadzily mengatakan upaya untuk mendelegitimasi penyelenggara pemilu tidak boleh dibiarkan.

Menurut Ace, upaya mendelegitimasi, seperti hoaks dan kekerasan terhadap penyelenggara pemilu, sama saja dengan membunuh demokrasi secara perlahan. Padahal, kata ia, saat ini demokrasi Indonesia tengah menuju ke arah yang lebih baik.

Ace mengatakan seharusnya semua pihak tinggal menaruh kepercayaan kepada KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu. Menurut ia, semua pihak yang ada pada dua lembaga itu telah dipilih berdasarkan kesepakatan semua pihak

Juru debat Badan Pemenangan Nasional (BPN) Ahmad Riza Patria mengatakan pihaknya memberikan dukungan penuh terhadap KPU dan Bawaslu untuk menyelenggarakan pemilu yang aman, jujur, dan adil.

Ia juga mengatakan pihaknya memberi catatan khusus terhadap kasus kekerasan yang menimpa penyelenggara pemilu. Ia mengatakan timses selalu mengimbau pendukung di akar rumput untuk saling menjaga iklim demokrasi tetap sehat.

"Kontestasi semakin dekat, jadi wajar saja ada kekhawatiran kecurangan. Itu tanda masyarakat perhatian buat penyelenggara pemilu," tutur dia. (Faj/P-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : PKL
Berita Lainnya