Headline
Ketegangan antara bupati dan rakyat jangan berlarut-larut.
Ketegangan antara bupati dan rakyat jangan berlarut-larut.
KETUA Kamar Pembinaan/Ketua Kelompok Kerja Perempuan dan Anak Mahkamah Agung Republik Indonesia Takdir Rahmadi mengaku tidak mudah meminta kepada Komisi Yudisial untuk mengangkat hakim agung perempuan dalam menangani isu yang terkait dengan perempuan. "Keberpihakan kepada perempuan itu tidak boleh juga sebab nanti bisa jadi isu politik. Pimpinan MA minta hakim MA perempuan. Nah, itu kan gitu," ujarnya pada awak media saat melakukan media gathering bersama dengan perwakilan dari Family Court of Australia di Media Center Mahkamah Agung, Jakarta, kemarin.
Menurut Takdir dalam prosesnya, keadilan gender tetap ada di dalam tubuh MA. Ia mencontohkan dalam proses promosi dan mutasi yang dilakukan di MA selalu melibatkan perempuan.
Selama proses mutasi maupun rotasi di internal MA, Rahmadi menyatakan segala sesuatunya dilakukan dengan matang dan juga melibatkan perempuan agar tidak dirugikan. "Jadi, promosi dan mutasi itu dihadiri seluruh pimpinan. Ketua, dua wakil, dan ketua kamar. Plus ada satu hakim agung perempuan, memastikan keputusan itu tidak merugikan, kita hadirkan seorang hakim agung perempuan itu dari masa ke masa ada."
Baca Juga: Revisi UU Narkotika Masih Terhambat di Baleg DPR
Takdir juga mengatakan MA memberikan respons terkait dengan perkembangan hukum untuk kasus isu perempuan dan anak dengan menerbitkan Peraturan MA Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum. "MA merespons perkara-perkara yang menyangkut isu perempuan dan anak dengan membentuk kelompok kerja (pokja) yang kemudian menerbitkan produk hukum berupa Perma 3/2017," jelas Takdir.
Family Court of Australia Margaret Cleary menambahkan, di negaranya persoalan yang melibatkan perempuan dalam peradilan tidak pandang bulu. Terlebih publikasi tentang persoalan hukum amat terbuka bagi publik. Namun, tidak semua persoalan dibuka untuk dikonsumsi masyarakat. "Perempuan yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan, dan lainnya yang merugikan pribadinya tidak akan dipublikasi. Kasusnya terbuka. Namun, identitasnya kita paparkan sebagai anonim. Hingga media dan publik tidak mengetahui siapa yang jadi korban," terangnya.
4 hakim perempuan
Di MA saat ini ada 49 hakim agung. Dari jumlah itu, hanya empat hakim agung perempuan. Angka itu dinilai tak memenuhi keterwakilan perempuan. Sekali lagi Takdir menyebut pimpinan MA khawatir meminta hakim agung perempuan kepada Komisi Yudisial. Takdir menyebut MA pernah punya sosok perempuan yang tangguh. Dia ialah Mariana Sutadi Nasution yang menjabat sebagai Wakil Ketua MA Bidang Yudisial dari 2004-2008. Takdir menyebut ada banyak sosok perempuan yang lebih pintar jika dibandingkan dengan laki-laki. Akan tetapi, mereka tak mendapat kesempatan yang sama karena faktor budaya patriarki di Indonesia.
"Apakah kita mau proses alami atau sedikit keberpihakan (terhadap perempuan) mendorong sesuatu yang lebih cepat larinya? Kalau kita menyuarakan (hakim agung perempuan), tidak enak juga." Menurutnya, persoalan kesetaraan gender harus diselesaikan bersama. Pasalnya, banyak perempuan yang terjebak oleh stigma patriarki sehingga perempuan diposisikan berada di bawah laki-laki. (P-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved