Headline

Pansus belum pastikan potensi pemakzulan bupati.

Aksi Robet bukan untuk Sebar Kebencian ke TNI

Thomas Harming Suwarta
08/3/2019 09:05
Aksi Robet bukan untuk Sebar Kebencian ke TNI
( ANTARA/Indrianto Eko Suwarso)

Penangkapan terhadap dosen sekaligus aktivis Robertus Robet karena diduga menghina institusi TNI dianggap mencederai hukum dan negara demokrasi. Sejumlah kelompok aktivis yang tergabung dalam Tim Advokasi Kebebasan Berekspresi menegaskan, Robet tidak menyebarkan informasi apa pun melalui elektronik karena yang dilakukan merupakan refleksi dan memberikan komentar atas kajian akademis.

"Refleksi atas suatu kebijakan tidak dapat dikategorikan sebagai kebencian atau permusuhan. Apalagi TNI jelas bukan individu dan tidak bisa 'dikecilkan' menjadi kelompok masyarakat tertentu karena TNI ialah lembaga negara," kata Direktur YLBHI Asfinawati yang mewakili Tim Advokasi Kebebasan Berekspresi di Jakarta, kemarin.

Para aktivis tersebut mendesak agar Robet segera dibebaskan demi hukum dan keadilan. Menurut mereka, apa yang dilakukan kepolisian terhadap Robet ialah ancaman terhadap kebebasann sipil pada masa reformasi. Apalagi Robet dinilai tidak sedikit pun menghina institusi TNI.

Dalam refleksinya, Robet justru mengatakan mencintai TNI dalam artian mendorong TNI yang profesional. "Baginya, menempatkan TNI di kementerian sipil artinya menempatkan TNI di luar fungsi pertahanan yang akan mengganggu profesionalitas TNI seperti telah ditunjukkan di Orde Baru," jelas Asfinawati.

Baca Juga: Kartu Prakerja Solusi Jangka Panjang

Sebelumnya, Bareskrim Polri pada Rabu (6/3) malam menangkap Robet dan menjeratnya sebagai tersangka karena karena dinilai melanggar Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45a ayat 2 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik karena dinilai menyebarkan konten yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan.

Robet pun sempat ditahan polisi dengan tuduhan apa yang disampaikannya mendiskreditkan institusi tanpa ada data dan fakta. "Itu berbahaya," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo.

Selain itu, Robet juga ditetapkan sebagai tersangka karena melanggar Pasal 207 KUHP dengan ancaman hukuman 1 tahun 6 bulan. "Namun, penyidik tidak melakukan penahanan," ujarnya.

Jangan langgar UU

Diketahui dalam Aksi Kamisan pekan lalu yang diikuti Robet, dirinya menyoroti rencana untuk menempatkan TNI pada kementerian-kementerian sipil. Rencana ini jelas bertentangan dengan fungsi dan agenda reformasi TNI sebagai penjaga pertahanan sebagaimana diatur Pasal 30 ayat (3) UUD 1945 dan amendemennya, UU TNI dan TAP MPR VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Peran Polri.

Menurut anggota Komisi I DPR RI Charles Honoris, rencana penempatan perwira TNI di institusi nonmiliter wajar memicu kekhawatiran di berbagai kalangan karena masih banyak masyarakat yang trauma terhadap kebijakan dwifungsi ABRI di era otoriter Pemerintahan Soeharto. "Sehingga wajar apabila ada penolakan terhadap wacana tersebut," katanya.

Pada kesempatan lain, Kepala Kantor Staf Kepresidenan, Moeldoko menilai, secara prinsip dalam negara demokrasi, seseorang tidak bisa asal menyampaikan sesuatu. "Saya belum tahu detail peristiwanya. Tapi prinsipnya beginilah negara ini negara demokrasi, bukan berarti semua orang punya semaunya menyampaikan sesuatu. Begitu keluar dari undang-undang, semprit. Masih melakukan lagi, penjarain aja, kan begitu," tegasnya. (Mal/*/P-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : PKL
Berita Lainnya