Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
MASJID sebagai tempat ibadah seharusnya steril dari kepentingan-kepentingan radikal dan politik. Namun dalam perjalanannya banyak pihak yang berusaha menyebarkan ideologi yang mengarah pada tindak kekerasan dan kepentingan politik pemilihan eksekutif dan legislatif di masjid.
Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Hamli mengatakan banyak pelaku terorisme yang mendapatkan pemahaman menyimpang terkait agama setelah menghadiri ceramah di masjid tertentu.
Gerakan radikalisme yang dibangun oleh alumni pelaku konflik di Afganistan, Filipina, Suriah dan Irak.
“Orang-orang ini yang ketika pulang di Indonesia itulah yang berbahaya. Karena mereka membawa sesuatu. Mereka membawa ideologi, networking, dan berbagai hal, baik melalui online maupun offline,” kata Hamli dalam keterangan resmi, Minggu, (3/3).
Hamli mengajak kepada seluruh pihak termasuk takmir masjid di lingkungan kementerian, lembaga dan BUMN untuk menyebarkan ajaran Islam yang damai, tenang, sejuk dan rahmatan lil alamin.
Langkah ini baik untuk mencegah penyebaran pemikiran yang kerap berbuah teror, kebencian dan tidak menghargai perbedaan.
Akademisi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, M Najih Arramadlani mengatakan masjid sudah seharusnya steril dari kepentingan-kepentingan radikal dan politik. Namun sejauh ini banyak pihak yang menyebarkan kepentingan politik di masjid.
Baca juga : BIN Sebut 41% Masjid Radikal, DMI: Bukan Masjidnya, Tapi Oknumnya
"Kita melihat indikasinya sudah sangat matang, mengkonsolidir 17.000 masjid di Jawa Timur untuk tanggal 17 April 2019 mendatang," papar Najih.
Ia juga menyebutkan bahwa pola radikalisme di Suriah perlahan digunakan di dalam negeri yakni menyebarkan pemikiran tersebut lewat masjid.
"Saya menemukan banyak pola yang sama antara radikalisme di indonesia dan Suriah di yaitu, menjadikan masjid sebahai basis gerakan radikalisme dan gerakan politik," tuturnya.
Ia menyarankan untuk menghentikan pola tersebut dan penyalahgunaan lain terhadap masjid, perlu daftar pengisi ceramah yang dipastikan bebas kepentingan politik dan idelogi radikal. Salah satunya di masjid yang berada di lingkungan kementerian, lembaga dan BUMN oleh forum silaturrahmi takmir masjid kementerian, lembaga dan BUMN (FSTM).
“Misalnya menjelang Ramadhan, bila perlu FSTM menjadi konsultan bagi masjid-masjid yang lain. Syukur-syukur bisa mengeluarkan rekomendasi. Ustadz ini direkomendasikan dan ustadz ini juga direkomendasikan, begitu," pungkasnya. (cah)
FPHW secara tegas menolak berkembangnya organisasi masyarakat yang teridentifikasi dan menganut paham intoleransi, radikalisme dan terorisme.
Pancasila dan khilafah tidak bisa hidup berdampingan di Indonesia. Salah satunya harus dikorbankan.
SOSOK Prof Yudian Wahyudi menjadi salah satu lulusan pesantren yang berhasil di dunia akademik. Dari Pesantren Termas di Pacitan, Jawa Timur.
KARENA Indonesia negara multikultural, munculnya potensi radikalisme menjelang pilkada serentak 9 Desember 2020 masih sangat tinggi.
Paham radikalisme tumbuh subur di masyarakat karena tidak sedikit orang yang baru belajar agama tidak mampu menafsirkan ilmu itu dengan baik.
Kelompok teroris tersebut bahkan telah melakukan penggambaran untuk serangan tersebut.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved