Headline

Pansus belum pastikan potensi pemakzulan bupati.

Hak Politik Eni Saragih Dicabut

THOMAS HARMING SUWARTA
02/3/2019 09:30
Hak Politik Eni Saragih Dicabut
Terdakwa kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-1 Eni Maulani Saragih (kiri) bersalaman dengan Idrus Marham (kanan) saat akan menjani sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta( MI/ BARY FATHAHILAH)

Politikus Golkar yang juga mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eni Maulani Saragih, divonis 6 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider dua bulan kurung-an. Selain penjara, Eni juga di-minta membayar uang pengganti Rp5,087 miliar dan S$40 ribu serta pencabutan hak politik selama 3 tahun setelah menjalani pidana pokok. "Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 6 tahun dan pidana denda sebesar Rp200 juta dengan ketentuan apabila pidana denda itu tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama dua bulan," kata Ketua Majelis Hakim, Yanto saat membacakan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, kemarin.

Hakim menilai Eni terbukti menerima suap senilai Rp4,75 miliar dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Johannes B Kotjo terkait proyek PLTU Riau-1 yang juga menyeret mantan Sek-jen Partai Golkar Idrus Marham. Vonis itu lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntut Eni delapan tahun penjara.

Baca Juga: Amien Rais Dinilai Bangun Opini Publik untuk Melemahkan KPU

Dalam putusannya, hakim menyatakan Eni melanggar dakwaan pertama, yakni Pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP Pasal 64 ayat 1 KUHP dan Pasal 12B ayat 1 UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20/2001 juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Tolak justice collaborator

Majelis hakim juga menolak permohonan justice collaborator (JC) yang diajukan Eni. Terhadap permohonan justice collaborator yang diajukan terdakwa, majelis hakim tidak sependapat," kata anggota majelis hakim Anwar.

Menurut dia, untuk dapat diberi-kan justice collaborator kepada seorang terdakwa harus sesuai ketentuan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4/2011. Pedoman untuk menentukan seseorang sebagai saksi pelaku yang bekerja sama atau JC ialah yang bersangkutan merupakan salah satu pelaku tindak pidana tertentu sebagaimana dimaksud dalam SEMA tersebut. "Mengakui kejahatan yang dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut serta memberikan keterangan sebagai saksi dalam proses peradilan," katanya.

Majelis hakim sependapat dengan tuntutan JPU KPK bahwa Eni tidak memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai justice collaborator. "Terdakwa sebagaimana yang telah majelis hakim pertimbangkan ialah orang yang berperan aktif dalam memfasilitasi pertemuan-pertemuan antara Johannes B Kotjo dengan Direktur Utama PT PLN ataupun dengan pihak-pihak lainnya demi mengegolkan proyek PLTU Riau-1," ucapnya.

Masih dalam kasus yang sama, majelis hakim menunda lanjutan sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa Idrus Marham yang rencananya digelar kema-rin. "Diberitahukan kepada penuntut umum dan penasihat hukum, hari ini agenda sidang ada dua: Pak Idrus dan Bu Eni. Seharusnya pukul 10.00 saya agendakan untuk Pak Idrus, tetapi karena sampai pukul 11.00, 11.30 sampai jumatan belum hadir sehingga ini sudah pukul 14.00," kata Hakim Yanto sambil menjadwalkan ulang pemeriksaan, Selasa (12/3). (P-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : PKL
Berita Lainnya