Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Penyidik Hentikan Kasus Slamet Ma’arif

Akhmad Safuan
27/2/2019 09:10
Penyidik Hentikan Kasus Slamet Ma’arif
(Medcom.id/Siti Yona Hukmana)

POLDA Jawa Tengah menghentikan kasus dugaan pidana pemilu yang menjerat Ketua Umum Persaudaraan Alumni (PA) 212 Slamet Ma'arif.

Penghentian itu karena beberapa pertimbangan, di antaranya berdasarkan keputusan rapat Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Solo.

"Penyidik kepolisian menghormati pendapat dari semua unsur di Sentra Gakkumdu Solo. Keputusan Sentra Gakkumdu menghentikan kasus itu sehingga status Slamet Ma'arif sebagai tersangka pun gugur," kata Kepala Bidang Humas Polda Jawa Tengah Kombes Agus Triatmadja di Semarang, kemarin.

Agus menjelaskan penghentian itu karena adanya perbedaan pendapat antara ahli pidana pemilu dan KPU Surakarta dalam menafsirkan makna kampanye.

Berdasarkan keputusan Sentra Gakkumdu dan para ahli, kasus tersebut dihentikan.

"Hasil pembahasan terhadap hal tersebut melibatkan Sentra Gakkumdu dengan para ahli. Diperoleh keputusan bahwa perbuatan yang dilakukan Slamet Ma'arif belum bisa dilanjutkan ke ke jaksaan sebelum adanya penyidikan oleh polisi," jelasnya.

Selain itu, lanjut Agus, penghentian karena unsur mens rea atau niat pelaku belum bisa dibuktikan.

Untuk itu, kepolisian menyikapi kasus tersebut secara netral, objektif, dan profesional.

"Unsur mens rea atau niat pelaku belum bisa dibuktikan karena Slamet belum sempat hadir dalam agenda pemeriksaan sebagai tersangka. Sedangkan, berdasarkan undang-undang pemilu, ada batas waktu 14 hari untuk melakukan penyidikan," imbuhnya.

Sebelumnya, Slamet Ma'arif dijerat dengan Pasal 492 dan 521 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Ia dinilai melakukan kampanye yang dilarang bagi peserta pemilu dan tim kampanye saat menjadi pembicara pada tablig akbar PA 212 di Solo pada 13 Januari 2019.

Tidak bisa dihentikan
Badan Pengawas Pemilu RI mempertanyakan alasan penyidik menghentikan kasus dugaan pelanggar-an pidana pemilu yang dilakukan Slamet. Seharusnya, kasus tersebut dituntaskan melalui mekanisme pengadilan dan bukan disetop di tengah jalan.

Ketua Bawaslu Abhan mengemukakan mekanisme penanganan pelanggaran pemilu bukan otoritas mutlak Bawaslu.

Bawaslu pun hanya bertugas menyajikan data dan temuan, termasuk mengumpulkan alat bukti maupun fakta dan data hasil laporan.

Dalam prosesnya, Bawaslu bersama Polri dan Korps Adhyaksa diberi mandat untuk menangani perkara pidana pemilu. Ketiga instansi yang tergabung dalam wadah Sentra Gakkumdu, itu berhak menentukan apakah kasus yang ditangani memuat unsur pidana atau tidak.

"Pada pembahasan di Sentra Gakkumdu ada berbagai tahap, tahap 1, 2 ,dan 3. Penentunya ada pada tahap ketiga. Pada tahap akhir, ketiga lembaga sudah sepakat bahwa ini (kasus) ada unsur dugaan tindak pidana pemilu. Artinya, harus diproses," ujar Abhan.

Ia pun heran status hukum Slamet yang sebelumnya ditingkatkan dari saksi menjadi tersangka oleh Polda Jawa Tengah justru digugurkan. Bahkan, penyidikan kasus tersebut juga dihentikan (SP3).

"Kalau saat ini SP3, mestinya dalam pemahaman yang ideal bahwa ketika suatu kasus sudah dibahas sejak awal oleh tiga lembaga, jika enggak ada unsur apa-apa, ya SP3 saja. Artinya, kalau sudah tahu lemah (minim bukti) jangan lanjut. Kalau tahu kuat, ayo lanjut."

Menurut dia, ketidakhadiran tersangka dalam pemeriksaan tidak bisa dijadikan alasan untuk menghentikan penyidikan. Apalagi, UU Pemilu menjabarkan adanya ruang in absentia. (Gol/P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya