Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
SELURUH anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dilaporkan ke Polda Metro Jaya karena diduga telah melakukan tindak pidana perihal tidak menaati putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Pelaporan tersebut terkait pencalegan Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) yang tidak masuk dalam daftar calon tetap Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Menanggapi hal tersebut, Koalisi Masyarakat Demokrasi lndonesia merespon dengan keras dengan menyatakan sikap 'Menolak Kriminalisasi Anggota KPU'.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, yang hadir dalam konferensi pers tersebut, mengatakan bahwa apa yang dilakukan pihak OSO telah membajak proses pemilu.
"Upaya itu merupakan tindakan yang mencoba membajak proses penyelenggaraan Pemilu. Bagaimana mungkin penyelenggara yang mentaati Putusan MK dapat dipidanakan. Kepolisian harusnya responsif terhadap kondisi penyelenggaraan Pemilu dan tidak mengutamakan laporan-laporan yang berpotensi membajak penyelenggaraan Pemilu," ungkapnya di Media Center KPU, Menteng, Jakarta, Rabu (30/1).
Lebih lanjut, Lucius menyebut bahwa Koalisi Masyarakat Demokrasi lndonesia mengutuk langkah-langkah yang mencoba mendelegitimasi proses penyelenggaraan pemilu. Ia menyatakan tindakan pemanggilan penyelenggara Pemilu dalam kasus-kasus pelaporan pidana yang merupakan bentuk pemaksaan kehendak individu atas kepentingan umum dalam penyelenggaraan Pemilu.
"Mengutuk sikap individu yang tidak menghormati putusan KPU mematuhi UUD 1945, UU Pemilu dan Putusan MK sebagai bentuk kemandirian lembaga penyelenggara Pemilu yang tidak dapat diintervensi lembaga lain. Apalagi atas kepentingan individu. Polri sudah sewajarnya mendukung langkah KPU menjaga konstitusionalitas penyelenggaraan Pemilu 2019," ucapnya.
Baca juga: Ketua KPU Diperiksa Polisi Gara-gara Laporan OSO
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Lingkar Mardani Ray Rangkuti menuturkan bahwa KPU telah menjadi korban dari kebijakan yang berbeda beda, yaitu antara putusan MK dengan MA, PTUN dan Bawaslu terkait pencalegan OSO.
"KPU korban dari kebijakan yang berbeda beda. KPU seperti mengalami dilema dari putusan hukum yang satu sama lain yang saling bertabrakan, uniknya KPU justru yang harus menanggung akibatnya. Sebetulnya bukan karena KPU nya yang salah, tapi ini efek dari akibat aturan satu sama lain saling bertolak belakang," tegasnya.
Lebih lanjut, ia berharap bahwa KPU bisa menjelaskan posisi mereka yang melaksanakan aturan konstitusional bukan membuat aturan. Ray kemudian menawarkan solusi atas polemik OSO yang tak kunjung selesai.
"Solusi yang paling tepat terhadap masalah ini adalah tiga institusi pembuat aturan ini harus bertemu, bagaimana menyelamatkan kasus ini. Baik Bawaslu, mungkin MA, dan MK sendiri. Karena akibat putusan mereka KPU jadi korban, sejatinya mereka yang harus menanggung akibat dari putusan ini bukan KPU nya," jelasnya.
Senada, Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti menjelaskan bahwa kehadiran para pengamat yang bergabung dalam Koalisi Masyarakat Demokrasi lndonesia hadir untuk mendukung KPU terkait pelaporan ke Polda Metro olehn kuasa hukum OSO.
"Kami ingin menunjukan dukungan kepada KPU. Kami ingin menunjukan bahwa KPU itu sedang melaksanakan satu konstruksi konstitusional.
Ia menegaskan, DPD itu hanya bisa diisi oleh anggota yang bukan pengurus partai politik, itu desain konstitusional. Anehnya, KPU telah berpegang terus ke konstitusi malah dilaporkan ke pidana.
"Pidana kan tempatnya kriminal. Apakah KPU menurut kita kriminal? Menurut saya jelas bukan, karena mengikuti konstitusi kok. Saya sebagai anggota pengajar dan anggota asosiasi hukum tata negara merasa ini harus diluruskan dong," tuturnya.
"Kita bicara konstitusi yang bener kok, malah dipidana. Ini bukan persoalan administratif tapi persoalan konstitusional dan KPU sudah melaksanakannya," tandasnya. (OL-3)
Surat dari DPP PDIP dibutuhkan untuk menyelesaikan perbedaan tafsir terkait penetapan caleg yang sudah meninggal pada Pamilu 2019. Dia juga menjelaskan surat balasan dari MA.
Yasonna keluar dari Gedung Merah Putih KPK sekitar pukul 16.45 WIB. Jalur pulang dia berbeda dengan saksi lainnya.
TKLN 01 Malaysia mendesak pihak KBRI Kuala Lumpur Malaysia, KPU RI, Bawaslu RI, Kepolisian Republik Indonesia untuk segera melakukan tindakan
Tidak sulit untuk menyelesaikan dugaan kecurangan pemilu. Negara sudah memfasilitasi dengan aturan dan lembaga yang berwenang.
KPU bekerja sama dengan Kementerian Agama dalam melakukan sosialisasi kepada pemilih di tempat ibadah.
Kurangnya sosialiasi dikhawatirkan dapat meningkatkan angka golput di pemilu. Surya sangat berharap proses demokrasi bisa berjalan dengan lebih baik secara berkelanjutan
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved