Headline

Pemilu 1977 dan 1999 digelar di luar aturan 5 tahunan.

Fokus

Bank Dunia dan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di angka 4,7%.

KPI Soroti Lambannya Kinerja DPR

Putra Ananda
08/1/2016 00:00
 KPI Soroti Lambannya Kinerja DPR
((MI/MOHAMAD IRFAN))
KOALISI Perempuan Indonesia (KPI) mengkritisi lambannya kinerja DPR dalam merealisasikan Program legislasi Nasional (prolegnas). Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Jenderal KPI Dian Kartikasari dalam refleksi 2015 dan catatan awal tahun 2016 mereka mengenai politik di Indonesia.

Dari 37 rancangan undang-undang yang menjadi prioritas dalam prolegnas 2015, nyatanya DPR hanya bisa merealisasikan UU sebanyak 14. Padahal realisasi prolegnas merupakan salah satu indikator untuk mengukur kinerja DPR.

"Salah satu penyebabnya ialah bertambahnya jumlah reses dari 4 kali menjadi 5 kali sehingga praktis DPR hanya efektif bekerja selama 7-8 bulan," ungkapnya di Jakarta, kemarin.

Untuk itu, Dian mengungkapkan baiknya jumlah reses agar bisa dikembalikan kembali menjadi hanya 4 kali. Selain itu ia mengungkapkan perlu adanya perubahan mekanisme pembahsan RUU.

"Kemarin itu kan selesai di tingkat komisi baru dibawa ke Badan Legislatif (Baleg). Namun nyatanya banyak anggota Baleg yang mengeluh karena harus banyak memasak RUU. Bahkan kadang-kadang hanya ada judul saja sisa kelanjutannya dikerjakan oleh Baleg," terangnya.

Secara khusus KPI menyoroti 3 RUU yang belum selesai disahkan oleh DPR. RUU tentang perlidnungan dan pemberdayaan nelayan, RUU tentang penyandang disabilitas, RUU tentang perubhan atas UU no 39 tahun 2004 tentang penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negri.

"Karena ketiga RUU tersebut berakitan dengan kepentingan anggota KPI, yaitu Kelompok Kepentngan Permpuan Nelayan dan pesisir, Kelompok Kepentingan Perempuan Penyandang Disabilitas, dan Kelompok Kepentingan Perempuan Buruh Migrant," tutur Dian.

Dian menilai dilihat dari sisi substansi ketiga RUU tersebut masih belum menjawab persoalan ketidakadilan yang dialami oleh perempuan. RUU tentang perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidayaan ikan dan petambak garam masih belum memberikan pengakuan sepenuhnya kepada perempuan nelayan. RUU itu juga belum memberikan perlindungan bagi perempuan nelayan dan perempuan yang hidup di wilayah pesisir.

"Sedangkan RUU disabilitas yang ada belum memberikan perlindungan bagi perempuan disabilitas dan keluarga yang memiliki anggota keluargs penyandang disabilitas," tuturnya.(Q-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik