Sambangi Kejagung, MKD Kaget tidak Diizinkan Maroef Pinjam Rekaman
Lukman Diah Sari
10/12/2015 00:00
(MI/Susanto)
Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) menyambangi Kejaksaan Agung, untuk meminta ponsel milik Presiden PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin agar bisa mendengarkan rekaman asli pertemuan antara Ketua DPR Setya Novanto, pengusaha migas Riza Chalid, dan Maroef. Sayangnya, MKD pulang dengan tangan hampa.
"Percakapan dengan Jam Pidsus (jaksa Agung Muda Pidana Khusus Arminsyah) tadi, bagi kami tidak mengagetkan. Pak Jam Pidsus menyerahkan surat pernyataan dari Maroef Sjamsoeddin yang mengatakan bahwa pak Maroef tidak bersedia apabila barbuk yang diserahkan ke Kejagung ini dipinjamkan kepada siapapun," beber Wakil Ketua MKD Junimart Girsang, di Kejagung, Jalan Sultan Hasanuddin, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (10/12).
Junimart mengatakan bahwa Maroef sudah membuat surat penyataan tersebut tertanggal 8 Desember 2015. Kini MKD meminta salinan dari surat pernyataan Maroef tersebut.
Lanjut dia, dalam surat pernyataan itu disebutkan, "'Selanjutnya apa yang saya serahkan berupa satu buah flashdisk rekaman adalah identik dengan HP yang saya pinjamkan kepada penyelidik Kejagung RI. Sehingga saya keberatan untuk dipinjamkan kepada siapapun'," ungkap Junimart.
Surat tersebut, beber Junimart, dibuat setelah Maroef dimintai keterangan pada 3 Desember lalu pukul 08.00 WIB. Seperti diketahui, Maroef telah empat kali dimintai keterangan terkait kasus dugaan pemufakatan jahat yang kini masih diselidiki Kejagung.
Setelah gagal mendapatkan rekaman asli, MKD segera lakukan rapat pimpinan untuk tentukan langkah selanjutnya. "Jadi berdasarkan surat ini (surat pernyataan Maroef), maka kami di MKD akan sesegera mungkin hari ini rapim untuk memutuskan langkah selanjutnya," kata Junimart.
Junimart melanjutkan, pihaknya berniat menyambangi Kejagung hanya demi hp Maroef yang menyimpan rekaman asli pertemuan 'Papa Minta Saham' antara Ketua DPR Setya Novanto, pengusaha migas Riza Chalid, dan Maroef.
Menurutnya, terkait permintaan rekaman asli itu bukanlah karena masalah etika atau hukum. Namun, MKD ingin mendalami barang bukti yang ada. "Tapi ini masalah pendalaman barbuk sesuai dengan tata cara yang ada pada kami, peraturan DPR RI No 2 tahun 2015," jelasnya.(Q-1)