Headline
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
DUA pasangan capres dan cawapres yang berkontestasi dalam Pemilihan Presiden 2019, Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, telah berkampanye selama tiga bulan. Dalam kurun waktu tersebut, muncul beragam pernyataan kontroversial yang memancing polemik. Misalnya, Prabowo sempat melontarkan istilah ‘tampang Boyolali’ dan ‘Indonesia punah’, sedangkan Jokowi mencuatkan istilah ‘sontoloyo’ dan ‘genderuwo’.
Menurut Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Boni Hargens, kampanye seharusnya disisipi pendidikan politik untuk rakyat. Ia menilai penggunaan diksi kontroversial seperti ‘Indonesia punah’ yang dilontarkan Prabowo merupakan bagian dari strategi kampanye.
“Ini satu pendekatan strategi politik, tetapi juga disisipi pendidikan politik yang bermanfaat untuk rakyat,” kata Boni dalam diskusi bertajuk Prabowo Kalah, Indonesia Punah?, di Jakarta, kemarin.
Menurutnya, yang harus dikedepankan dalam kampanye ialah program serta visi dan misi. Dengan demikian, masyarakat semakin tahu siapa calon pemimpin yang paling pantas dipilih. “Jangan terlalu sering mengungkapkan kata-kata yang cenderung tidak mendidik dan memicu perdebatan. Pilpres kan bukan sebuah peperangan, melainkan kontestasi demokrasi yang menyejukkan,” kata dia.
Sementara itu, pada kesempatan yang sama, Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti juga memberikan catatan terhadap pola kampanye dan komunikasi Jokowi-Amin. Ia berharap pasangan 01 itu tidak terus menangkis serang-an kampanye dari kubu lawan.
“Elektabilitas akan stagnan kalau Jokowi-Amin kerjaannya banyak menangkis serangan. Tapi syukur akhir-akhir ini kubu Jokowi mulai sadar akan masalah itu,” kata Ray.
Menurut dia, sepanjang masa kampanye kuartal pertama, Jokowi-Amin tidak memiliki upaya kuat dalam menaikkan elektabilitas melalui kampanye program dan visi-misi.
“Metode kampanye malah lebih sebagai antitesis dari kampanye Prabowo-Sandi,” katanya.
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane pada kesempatan sama menyatakan pernyataan Prabowo perlu dicermati secara serius. Pernyataan itu, kata dia, dimaksudkan untuk memprovokasi masyarakat bahwa bila Prabowo kalah, dikhawatirkan kelompok radikal pendukung Prabowo akan melakukan perlawanan.
“Ini tentu perlu dicermati dalam artian melakukan perang saudara. Salah satu penyebab punahnya negara itu kan perang saudara. Inilah yang harus kita khawatirkan karena track record dari kelompok radikal sudah terbaca sejak Orde Baru,” papar Neta. (Ths/P-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved