Pengamat: Efek Kontestasi Tidak Perlu Ditanggapi dengan Pesimis

Rahmatul Fajri
01/12/2018 20:55
Pengamat: Efek Kontestasi Tidak Perlu Ditanggapi dengan Pesimis
(MI/RAMDANI)

PENELITI Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris mengatakan kekhawatiran berbagai pihak terkait efek perpecahan dari kontestasi Pemilu yang akan segera bergulir tidak perlu direspon dengan nada pesimis. Syamsuddin justru mengajak untuk menatap dengan optimisme yang tinggi.

Syamsuddin meminta masyarakat mencoba mengingat kembali perjuangan memelihara persatuan yang telah dilalui bangsa dari generasi ke generasi. Selain itu, Syamsuddin menilai bangsa ini telah memiliki modal masa lalu yang cukup baik untuk kembali diingat dan diimplementasikan bagi seluruh lapisan bangsa.

"Bangsa ini di masa lalu memiliki rekam jejak parpol dan tokoh bangsa yang baik," kata Syamsuddin dalam diskusi Temu Ilmiah Alumni Fisip Universitas Nasional, Jakarta, Sabtu (1/12).

Untuk itu, Syamsuddin meminta secara khusus kepada elit politik agar mampu meneladani sikap para pendiri bangsa yang berjuang menegakkan negara dengan pikiran dan tenaga. Hal ini nantinya mampu menjawab krisis kepemimpinan yang selama ini disematkan kepada para elit politik.

"Jadi selama ini banyak yang oportunis. Seharusnya para elit mampu menghadirkan semangat dan pikiran baru. Bukan hanya sebatas elektoral," kata Syamsuddin.

Lebih lanjut, Syamsuddin mengatakan di samping memantik para elit untuk benar-benar bekerja untuk rakyat, ia juga meminta fondasi kebangsaan yang telah dirumuskan para pendiri bangsa, yakni Pancasila tetap dijalankan dengan konsisten. Menurutnya, Pancasila merupakan juru selamat bangsa dari kemajemukan elemen bangsa serta konflik kontestasi yang mengancam kehidupan bermasyarakat.

"Saya pikir bangsa ini selamat, jika kita konsisten dengan itu (Pancasila). Keberagaman dan perberbedan tidak mungkin dihilangkan," tandasnya.

Selain itu, Syamsuddin menuturkan di setiap identitas yang melekat pada perbedaan itu kemudian juga bermuara kepada aspek politik yang kemudian dijadikan bahan untuk menarik dukungan. Namun, Syamsuddin mengaku sah-sah saja menggunakan politik identitas, karena menurutnya, identitas adalah sesuatu yang tidak bisa dilepaskan dari diri seseorang.

Akan tetapi, ia menilai identitas tersebut menjadi bumerang ketika dijadikan untuk keuntungan pribadi dan politik jangka pendek.

"Yang menjadi masalah jika kemudian dimobolilisasi, lalu dimanipulasi identitas tersebut untuk jangka pendek," tandas Syamsuddin. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya