Headline

Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Akhwat Milenial Terpikat Jokowi

Akmal Fauzi
01/12/2018 10:59
Akhwat Milenial Terpikat Jokowi
(ANTARA /Ardiansyah)

DI kalangan akhwat atau perempuan muslim milenial, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendapat tempat tersendiri. Sikap santun tanpa menjelek-jelekkan lawan membuat para akhwat terpikat untuk memilihnya kembali menjadi presiden.

Organisasi kepemudaan Akhwat Milenial Indonesia (Amin) pun mendeklarasikan diri mendukung pasangan nomor urut 01 Jokowi-Amin pada pemilu tahun depan.

Koordinator Amin, Mayang Khumairoh, mengaku mengidolakan karakter Jokowi. “(Jokowi) pemimpin yang enggak pernah menjelek-jelekkan lawannya. Pak Jokowi selalu bekerja meski dihujat kanan-kiri,” kata Mayang.

Dukungan terhadap Jokowi menguat karena dia menggandeng ulama untuk memimpin di periode kedua. Kedua hal itu, kata dia, tak dimiliki kubu sebelah.

“Malah kita melihat mereka suka melakukan ujaran kebencian dan menjelek-jelekkan lawan. Dari situ saja sudah terlihat mereka akan menjelekkan lawan kalau memimpin,” ujar Mayang.

Selain itu, ia menyebut Jokowi menghargai prestasi kaum milenial. Hal tersebut bisa dilihat dari penghargaan Rp1,5 miliar terhadap para atlet saat Asian Games 2018. Ganjaran itu, kata dia, sudah bisa menggambarkan keberpihakan Jokowi terhadap generasi muda.

Menurutnya, ada 1.000 lebih akhwat milenial di Jakarta yang akan memilih paslon nomor urut 01 itu pada Pilpres 2019. Jumlah tersebut belum termasuk akhwat muda di luar Jakarta.

Mayang berharap Jokowi tetap berkomitmen dan konsisten pada janji politiknya. Terlebih dalam menyejahterakan masyarakat dan menghi-langkan jarak dengan mereka.    “Kita akan kumpulkan sebanyak mungkin suara akhwat milenial untuk mendukung Pak Jokowi dan KH Ma’ruf Amin,” sebut Mayang.

Pandai memilih
Di sisi lain, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar alias Cak Imin mengimbau masyarakat agar pandai memilih ulama jelang Pilpres 2019 sebab fenomena yang paling banyak muncul dalam kontestasi politik kali ini ialah simbol agama.

“Oleh karena itu, harus diantisipasi bahwa kita harus mengikuti kiai, ulama yang benar-benar ilmu agamanya dalam,” kata Muhaimin.

Muhaimin mengatakan dewasa ini banyak orang mudah mendapat label ulama, gus, atau kiai. Padahal, ilmu agamanya belum tentu dalam.

“Orang berbondong-bondong menjadi gus, gus sugi tidak tahu siapa. Kemudian ada gus milenial, tiba-tiba ada kiai baru tanpa ilmu agama yang dalam,” ujarnya.

Menurutnya, kedalaman ilmu agama menjadi syarat utama seseorang menyandang gelar ulama atau kiai. Gelar tersebut tak bisa didapat secara instan atau disematkan sembarangan.

“Kalau kedalaman ilmunya pas-pasan, itu bahaya. Orang menyalahkan orang lain dan seterusnya,” tuturnya. (P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya