KPU tidak akan Surati OSO untuk Mundur

Nurjiyanto
28/11/2018 20:25
KPU tidak akan Surati OSO untuk Mundur
(ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

KETUA Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman menuturkan pihaknya tidak akan berkirim surat kepada Oesman Sapta Odang (OSO) terkait putusan Mahkamah Agung (MA) dan PTUN untuk memintanya mundur dari pengurusan partai.

Dia menuturkan posisi OSO sudah jelas tergambar dengan adanya uji materi di MA dan PTUN terkait menyengketakan syarat pencalonan anggota DPD. Pihaknya pun mengaku saat ini masih merumuskan opsi-opsi untuk menyikapi adanya putusan MK, MA, dan PTUN terkait pencalonan OSO tersebut.

"Keinginannya (OSO) kan sudah tercermin dari putusan yang sudah diputuskan oleh pengadilan. Sama juga KPU sudah menjawab di proses pengadilan jadi itu posisi masing-masing, tetapi putusan hukum kan semua harus hormati itu," ujar Arief saat ditemui di Kantor KPU, Jakarta, Rabu (28/11).

Meski demikian, pihaknya hingga kini belum dapat menentukan sikap terkait nasib OSO dalam pencalonan anggota DPD pascaputusan MA dan PTUN. Arief mengaku lembaganya masih perlu mendalami opsi-opsi yang ada seperti pertimbangan hukum dan aspek-aspek yang nantinya berpotensi muncul setelah kebijakan tersebut muncul.

Namun pihaknya menuturkan akan tetap mentaati 3 putusan tersebut dengan mekanisme kebijakan yang saat ini masih diolah. Terkait kapan kebijakan tersebut akan diputuskan, pihaknya memastikan hal itu akan segera dilakasanakan dalam waktu dekat.

"Jadi kita nanti tinggal membahas opsi mana yang risikonya paling kecil, yang paling mudah diimplementasikan, lalu semua pihak bisa menerima hal itu," ungkapnya.

Sebelumnya, Koalisi masyarakat dari Perludem, KoDe Inisiatif, Formappi, dan Pusako Universitas Andalas menuturkan ada alternatif kebijakan yang dapat diambil oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menyikapi 3 hasil putusan Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas Feri Amsari menuturkan KPU bisa mensurati OSO untuk segera mematuhi putusan MK dengan memberikan kesanggupan surat pengunduran diri sebagai pengurus parpol jika tetap ingin masuk ke daftar calon tetap (DCT) DPD.

Jika nantinya OSO tetap tidak menyanggupi hal tersebut KPU disarankan untuk mengajukan sengketa kelembagaan ke MK terkait lembaga mana yang memiliki wewenang untuk memutuskan siapa saja yang berhak masuk daftar calon tetap (DCT).

"Jika OSO belum berkenan taati putusan MK (dengan serahkan surat undur diri tadi), kami sarankan ke KPU ajukan sengketa kewenangan lembaga negara ke MK, agar MK bisa putuskan lembaga mana yang berhak putuskan soal DCT dalam hal ini adalah DCT calon anggota DPD," ungkapnya saat ditemui di Kantor KPU, Jakarta, Selasa (27/11).

Sebagai informasi, MA telah mengabulkan gugatan uji materi yang diajukan oleh Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang. Uji materi dilakukan terhadap Peraturan KPU (PKPU) Nomor 26 Tahun 2018 yang memuat larangan pengurus partai politik menjadi calon anggota DPD setelah adanya putusan MK Nomor 30/PUU-XVI/2018.

Dalam putusannya MA Menyatakan Ketentuan Pasal 60A Peraturan KPU Nomor 26 Tahun 2018 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan KPU Nomor 14 Tahun 2018 Tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilu anggota Dewan Perwakilan Daerah, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yakni Pasal 5 huruf d dan Pasal 6 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Lalu menyatakan Ketentuan Pasal 60A Peraturan KPU Nomor 26 Tahun 2018 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan KPU Nomor 14 Tahun 2018 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilu anggota Dewan Perwakilan Daerah, tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat dan berlaku umum sepanjang tidak diberlakukan surut terhadap Peserta Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah Tahun 2019 yang telah mengikuti Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2019 berdasarkan Peraturan KPU Nomor 7 tahun 2017.

Aturan larangan anggota DPD merangkap jabatan sebagai pengurus parpol tercantum dalam putusan MK Nomor 30/PUU-XVI/2018 yang dibacakan pada Senin (23/7).

Dalam pertimbangannya mahkamah berpendapat adanya proses pendaftaran calon anggota DPD yang telah dimulai dan terdapat bakal calon anggota DPD yang kebetulan merupakan pengurus partai politik terkena dampak oleh putusan tersebut, maka KPU dapat memberikan kesempatan kepada yang bersangkutan untuk tetap sebagai calon anggota DPD sepanjang telah menyatakan mengundurkan diri dari kepengurusan Partai Politik yang dibuktikan dengan pernyataan tertulis yang bernilai hukum perihal pengunduran diri.

Dengan demikian untuk selanjutnya anggota DPD sejak Pemilu 2019 dan Pemilu-Pemilu setelahnya yang menjadi pengurus partai politik adalah bertentangan dengan UUD 1945.

Sedangkan dalam amar putusannya MK memutuskan Frasa “pekerjaan lain” dalam Pasal 182 huruf l UndangUndang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai mencakup pula pengurus (fungsionaris) partai politik.

Adanya putusan tersebutlah yang melatarbelakangi adanya aturan dalam PKPU Nomor 26 Tahun 2018 yang memuat larangan pengurus partai politik menjadi calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Sementara Majelis Hakim PTUN juga mengabulkan gugatan Ketua Umum Partai Hanura itu dan membatalkan surat keputusan (SK) KPU yang menyatakan OSO tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai calon anggota DPD. Hakim juga memerintahkan KPU untuk mencabut SK tersebut. (OL-1)

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya