Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
CENDEKIAWAN muslim Syafii Maarif mengatakan Perda Syariah selama ini jika diibaratkan seperti politik gincu. Syafii menuturkan politik gincu, yakni tampak di bibir tapi tidak terasa. Sedangkan, seharusnya Perda Syariah itu harus seperti garam, yakni terasa tapi tak tampak di bibir.
"Kalau mau menegakkan ajaran islam harus berpedoman pada filsafat garam," ucap pria yang biasa disapa Buya tersebut.
Lebih lanjut, Maarif mengatakan syariat Islam memang harus ditegakkan dengan atau tanpa adanya aturan daerah. Syariat yang sebetulnya ditegakkan untuk mencapai keadilan, persatuan, dan kebersamaan umat.
Akan tetapi, Maarif melihat selama ini syariah dijadikan produk politik yang bertujuan meraup dukungan suara di daerah. Maarif menilai syariat menjadi komoditi politik yang hanya bertahan selama proses pemilihan saja.
"Itu saya rasa untuk jangka pendek, untuk menjaga dan mendapat konstituen," kata Maarif saat menghadiri peluncuran Sekolah Kemanusiaan dan Kebudayaan Syafii Maarif di PP Muhammadiyah, Jakarta, Jumat (23/11).
Maka dari itu, Maarif menyarankan untuk meninjau kembali Perda Syariah yang dalam penerapannya merugikan dan justru bisa menambah masalah di kemudian hari.
"Menurut saya itu harus ditinjau kembali, kalau ternyata berlawananan dgn UUD ya ke MK aja untuk judicial review," pungkasnya.
Selain itu, Maarif mengatakan Perda Syariah bisa menjadi batu sandungan dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia, karena tidak merepresentasikan kemajemukan di daerah.
"Itu bisa menimbulkan perpecahan, dan sebenarnya Perda itu bukan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan oleh syariah," kata Maarif. (OL-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved