Pola Kampanye di Pilpres 2019 Bergeser

DIREKTUR Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai pola kampanye Pemilihan Presiden 2019 bergeser dari kampanye program menjadi dinamika mencari kesalahan.

“Ini menjadi tidak sehat karena pendekatannya ialah yang penting cari kesalahan dulu,” kata Titi di Kantor Kemendagri, kemarin.

Titi mengakui persaingan antara pasangan capres-ca-wapres dan partai politik se-ngit di Pemilu Serentak 2019. Hal itu terbukti dengan aksi saling lapor yang dilakukan dua kubu.

Dia menyebut, selain dua paslon capres dan cawapres, ada 16 partai politik yang bersaing memperebutkan kursi di DPR. Apalagi, ambang batas parlemen meningkat menjadi 4%. “Setiap suara itu berharga. Setiap upaya meyakinkan pemilih menjadi penting. Sayangnya dinamika kompetisi sekarang saling mengintai dan mencari potensi kesalahan lawan,” katanya.

Setiap peserta pemilu berusaha meyakinkan pemilih bahwa mereka merupakan pihak yang paling prorakyat. Hal itu membuat isu seperti alat peraga kampanye yang menggambarkan capres nomor urut 01 Joko Widodo sebagai seorang raja muncul ke permukaan.  “Itu kan jadi isu yang luar biasa,” kata Titi.

Titi menyayangkan pola kampanye di Pilpres 2019 ini. Titi menilai politik stigma yang dikedepankan setiap kubu justru menghilangkan kampanye program dua paslon yang bertarung. “Bagaimana melekat-kan stigma dulu. Makanya serbacepat tuh, misal soal poster, melangkahi makam, dan banyak sekali."

Titi meyakini suhu politik yang kian memanas membuat pemilih merasa jengah karena dapat menciptakan suasana yang kurang kondusif dan dapat memecah belah.

“Iklim yang sekarang enggak kondusif bisa berdampak animo yang menurun bagi pemilih, bisa apatis, antipati, dan menarik diri dalam Pilpres 2019. Voters di Pilpres 2014 lebih rendah ketimbang di pileg. Di 2014, pileg partisipasinya 74%, sedangkan pilpres 70%. Ini mesti menjadi peringatan bagi kita. Ini catatan paling uta-ma dari pemilih kalau bicara suhu politik,” ucap Titi.

Saling lapor
Dalam kesempatan yang sama, anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Mohammad Afifuddin mengatakan bahwa tren kampanye saat ini ialah kedua kubu pasangan calon saling melapor satu sama lain. Bawaslu mengaku mendapat sorotan terkait dengan pelanggaran kampanye.

“Ada soal administrasi dan pidana pemilu. Yang menarik kadang-kadang ada gerakan daerah tidak terkoordinasi dalam kampanye dan ini tambah hangat,” kata Afif.

Ia mencontohkan pelaporan kasus ‘tampang Boyolali’ yang diduga menghina warga Boyolali akibat ucapan calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto.

“Ini kok yang lapor duluan malah pihak yang reaksi. Eh enggak lama yang melaporkan pidato Pak Prabowo-nya. Kami pun juga dalam bayang-bayang ancaman kalau tidak memproses secara baik,” ung-kap Afif.

Afif tidak mengingat secara pasti berapa total jumlah laporan pelanggaran kampanye Pemilu 2019. Ia menyarankan agar kedua tim sukses paslon memberitahukan atau melakukan konsolidasi rencana kampanye mereka agar di-awasi oleh Bawaslu. (P-1)