Headline
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
JELANG masa reses, Alat Kelengkapan Dewan (AKD) DPD RI menyampaikan laporan tugas selama masa sidang IV Tahun 2017-2018. Laporan disampaikan dalam sidang penutupan yang dipimpin langsung oleh Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono.
Berikut ini laporan AKD DPD RI selama Masa Sidang IV tahun 2017-2018.
Kesempatan pertama disampaikan oleh Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) yang diwakili oleh Nofi Chandara. Dalam laporannya, Nofi menyampaikan bahwa PPUU tengah melakukan harmonisasi Rancangan Undang Undang (RUU) tentang Hak Atas Tanah Adat.
"Dalam pembahasan, PPUU menampung aspirasi dari berbagai pihak, di antaranya pakar hukum agraria dan pakar adat," kata Nofi, dalam penutupan masa sidang IV tahun 2017-2018, di Gedung Nusantara V Komplek Parlemen, Senin (23/4).
Dari hasil pembahasan, senator asal daerah pemilihan Sumatra Barat itu menyebutkan disepakati beberapa substansi, di antaranya perubahan nama RUU menjadu Perlindungan Hak Masyarakat Adat, penghapusan frasa peradilan terkait lembaga penyelesaian sengketa.
"Sebab, tidak ada lembaga khusus yang dijadikan sebagai tempat penyelesaian sengketa," kata Nofi.
Harmonisasi juga menyinggung tugas dan wewenang setiap tingkatan pemerintah daerah (Pemprov dan Pemkab/Kota). Tugas dan pembagian wewenang tersebut nantinya disinkronkan dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
Dalam masa sidang kali ini, PPUU DPD RI juga membahas perubahan peraturan DPD RI terkait pengaturan penambahan pimpinan, pemantauan dan evaluasi Perda, Raperda dan kemandirian keuangan DPD.
Komite I
Dalam masa sidang kali ini, DPD RI fokus membahas beberapa RUU, di antaranya RUU Perlindungan Hak Masyarakat Adat.
Ketua Komite I DPD RI Akhmad Muqowam menyampaikan, RUU Perlindungan Hak Masyarakat Adat memuat 10 bab dan 47 pasal. Fokus utama pembahasan RUU itu adalah objek dan subjek, mekanisme perlindungan, serta mengoptimalkan kelembagaan yang ada untuk ditugaskan mengimplementasikan aturan setelah disahkan.
Selain membahas RUU Perlindungan Hak Masyarakat Adat, Muqowam juga menyebutkan bahwa pihaknya memberikan pandangan terhadap revisi UU Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Masukan yang disampaikan oleh DPD RI yaitu meminta Kementerian PAN-RB memastikan dan mengkonfirmasi data honorer K-2 yang tidak lulus seleksi tahun 2013.
Selanjutnya, Komite I meminta Kementerian PAN-RB menyelesaikan seluruh peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) sesuai dengan UU ASN.
Dalam masa sidang kali ini, Komite I juga fokus mengawasi implementasi UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. Pengawasan dilakukan melalalui beberapa kegiatan, rapat dengar pendapat, seminar, dan melakukan kunjungan kerja ke beberapa daerah.
Dari hasil pemantauan, Komite I DPD RI menilai bahwa implementasi UU Desa tidak optimal. Penyebabnya berasal dari kelembagaan, ketidaksinkronan dan ketidakharmonisan regulasi.
Selanjutnya, ketimpangan antara pembinaan dan pengawasan, formulasi dana desa yang tidak sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan, sistem pengelolaan yang rumit, serta hal teknis program pendampingan desa menyangkut administrasi.
"Atas temuan tersebut, Komite I DPD RI sedang menyusun hasil pengawasan yang diharapkan selesai pada masa sidang berikutnya," kata Muqowam.
Terakhir, Komite I juga melakukan pengawasan terhadap proses Pilkada serentak 2018. Hasil pemantauan akan disampaikan pada masa sidang berikutnya.
Komite II
Dalam legislasi, Komite II tengah menyusun dua RUU, yaitu Kedaulatan Pangan dan Pelestarian dan pemanfaatan Sumber Daya Genetik.
Urgensi pembahasan RUU Kedaulatan Pangan yaitu ketersediaan dan pemerataan, keamanan dan kualitas, lahan produksi, harga, kesejahteraan petani, serta tantangan ketersediaan pangan Indonesia ke depan.
Selain itu, Komite II DPD RI juga menyampaikan beberapa rekomendasi atas pelaksanaan UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas, di antaranya mendesak pemerintah menerbitkan peraturan perundang-undangan berdasarkan amanat UU, merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 1979 tentang Keselamatan Kerja pada Pemurnian dan Pengelolaan Minyak dan Gas Bumi.
Selanjutnya, Komite II merekomendasikan revisi UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas. Hal itu diajukan untuk memprioritaskan kebutuhan dalam negeri dan mengakomodasi energi non-konvensional.
Sementara, untuk implementasi UU Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, Komite II DPD RI mendesak eksekutif segera membuat Peraturan Pemerintah (PP). Komite II juga mendesak pemerintah mengimplementasikan pasal 14 UU Perindustrian, yaitu membuat sentra industri kecil dan menengah setiap Kabupaten/Kota.
Komite III
Pada Masa Sidang IV Tahun 2017-2018, salah satu fokus kerja Komite III adalah menyusun pandangan pembahasan RUU Kebidanan. Diharapkan, pandangan yang dihasilka dapat menjadi bahan pertimbangan DPR RI dalam pembahasn.
Beberapa pandangan khusus yang menjadi fokus Komite III DPD RI yaitu tentang pendayagunaan bidan, konsil kebidanan, pendidikan bidan, kesejahteraan bidan, izin praktik, dan sanksi.
Komite IV
Masa Sidang IV Tahun 2017-2018, Komite IV fokus mengawasi implementasi UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Pengawasan dilakukan dalam berbagai bentuk, yaitu rapat dengar pendapat, rapat dengar pendapat umum, dan kunjungan kerja ke berbagai daerah dan instasi terkait.
Dari hasil pengawasan, Komite IV DPD RI menemukan berbagai permasalahan implementasi UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, di antaranya tidak sesuai atau bertolak belakang dengan beberapa aturan lain.
Selain itu, defenisi pembiayaan dalam UU tersebut tidak jelas. Ketidakjelasan meliputi equity financing, leasing, ijarah muntahia bittamlik (BIMBT), dan mezanin pembayaran.
Oleh karena itu, Komite IV DPD RI mendorong DPR RI untuk bersama-sama merevisi UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, terutama pada pasal 19, 50-53, 56, 68. Revisi juga dibutuhkan pada pasal yang mengatur kredit dan pembiayaan.
BAP DPD
Dalam masa sidang kali ini, Badan Akuntabilitas Publik (BAP) DPD RI memiliki dua tugas utama, yaitu menindaklanjuti temuan hasil Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) tahun 2017 dan laporan atau pengaduan masyarakat.
Laporan yang ditindalkanjuti oleh BAP, yaitu:
1. Sengketa lahan antara Masyarakat Adat Persukuan Melayu Hamba Raja dengan lima perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Rokan Hilir, Riau.
2. Sengketa lahan antara Yayasan Sekolah Nan Hwa Singkawang dengan Kodam XII/Tanjung Pura, Kalimantan Barat.
3. Sengketa lahan antara purnawirawan TNI AL dengan PT Ciputra Graha dan mantan Kasal ke-20 di Lidah Kulon, Kota Surabaya.
4. Permasalahan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi di Kabupaten Lebong, Bengkulu.
5. Sengketa lahan antara PT. PG. Tolanhula Gorontalo dengan masyarakat Kecamatan Wonosari dan Kecamatan Dulupi Kabupaten Boalemo.
6. Permasalahan tuntutan masyarakat adat Dayak atas tanah ulayak yang dikuasai oleh PT Surya Indah Nusantara Pagi di Desa Sukarami, Kecanatan Arut Utara, Kabupaten Kotawaringin, Kalimantan Barat.
7. Sengketa lahan antara warga masyarakat Kelurahan Rejo Sari, Medan dengan TNI AU.
8. Permasalahan eksekusi lahan tahap II di Tanjung Sari, Kelurahan Karaton, Kecamatan Luwuk, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah
9. Permasalahan legalitas perhimpunan pemilik penghuni satuan Rusun Graha Cempaka Mas dengan PT Duta Pratiwi. (Medcom/X-10)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved