Headline

DPR klaim proses penjaringan calon tunggal hakim MK usulan dewan dilakukan transparan.

Fredrich Merasa Jadi Tukang Asongan Dalam Dakwaan

MICOM
15/2/2018 21:14
Fredrich Merasa Jadi Tukang Asongan Dalam Dakwaan
(ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

PENGACARA Fredrich Yunadi merasa dirinya menjadi 'tukang asongan' dengan tuduhan menawarkan diri sebagai pengacara mantan ketua DPR Setya Novanto, seperti dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) KPK.

"JPU menghina harkat dan martabat kami dengan memfitnah bahwa kami menawarkan diri ke SN (Setya Novanto) bagaikan tukang asongan dan menyarankan agar SN tidak perlu hadir dengan alasan pemanggilan harus seizin Presiden," kata Fredrich saat membacakan nota keberatan (eksepsi) di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (15/2).

Fredrich didakwa bekerja sama dengan dokter dari Rumah Sakit Medika Permata Hijau Bimanesh Sutarjo bekerja sama untuk menghindarkan Ketua DPR Setya Novanto diperiksa dalam perkara korupsi KTP-elektronik.

Dalam dakwaan jaksa, Fredrich dituduh menawarkan diri untuk membantu mengurus permasalahan hukum yang dihadapi oleh Novanto karena sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan KTP-e 2011-2012.

Kemudian Fredrich dituduh menyarankan agar Novanto tidak perlu datang memenuhi panggilan penyidik KPK dengan alasan untuk proses pemanggilan terhadap anggota DPR harus ada izin dari Presiden dan mengajukan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi sehingga Setya menyetujui terdakwa sebagai kuasa hukumnya sebagaimana surat kuasa tertanggal 13 November 2017.

"Padahal SN sebagai ketua DPR wajib membuka sidang paripurna. Kantor kami tidak pernah menawarkan diri sebagaimana dakwaan karena kami kuasa hukum SN sejak September 2017, tapi setiap kasus kami wajib persiapkan surat kuasa khusus. Kami sangsi pengusaan ilmu hukum JPU mengenai surat kuasa khusus," tambah Fredrich.

Menurut Fredrich, pemanggilan Setnov di rumahnya berlangsung dramatis dengan melibatkan 32 penyidik, 42 orang Brimob dan 200 jurnalis yang mengepung rumah Novanto di Jalan Wijaya, Kebayoran Baru pada 15 November 2017.

"Padahal ada mertua, anak SN dan anak-anak yatim piatu yang sedang pengajian. Kami minta penyidik yang tidak pakai seragam dan berpakaian selayaknya preman untuk menunjukkan identitas yang sah tapi hanya menunjukkan kartu peneng, dan tidak ada kartu anggota KPK," kata Fredrich sengit.

Penyidik, menurut Fredrich, dipimpin Ambarita Damanik mengatakan bahwa KPK bekerja sesuai dengan SOP dan sebaliknya Fredrich pun tidak dapat menunjukkan surat kuasa sebagai penasihat hukum Novanto.

"Saat A Damanik tanya surat kuasa SN, kami jawab tidak bawa karena saat itu pukul 20.30 di luar jam kerja dan kami diminta SN datang ke rumah padahal sejak pukul 09.00 sampai 18.30 WIB sebelumnya kami sudah bersama SN dengan petinggi Golkar dan DPR," tambah Fredrich.

Ia pun menantang agar ada saksi verbal lisan yang dikonfrontir di persidangan ini dengan Deisty Astriani Tagor dan ajudan Deisty.
"Keberadaan SN yang menuju Bogor dan menginap di Sentul adalah keterangan sepihak JPU. Kami sama sekali gak tahu berita tersebut, asumsi JPU KPK dalam dakwaan seolah-olah kami tahu penipuan dan sengaja berbohong dilakukan JPU KPK hendak membodohi majelis hakim dan mencoba membangun skenario sinetron untuk menjerat kami," tambah Fredrich.(Ant/OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Soelistijono
Berita Lainnya