Headline
Pemerintah belum memastikan reshuffle Noel.
PARTAI NasDem memandang langkah zig-zag parpol dalam mengusung pasangan calon kepala daerah merupakan hal wajar karena politik selalu dinamis.
Hal itu terkait dengan ketentuan UU bahwa syarat pengajuan pasangan calon kepala daerah, yakni minimal punya 20% kursi DPRD atau 25% suara sah yang diraih pada pemilu legislatif sebelumnya, juga karena adanya proses politik di internal parpol yang cenderung menyita waktu.
"Kalau NasDem memang selalu ingin cepat, tapi terukur. Cepat melalui suatu telaah yang mendalam. Kenapa itu kami lakukan, karena gagasan mengenai calon kepala daerah harus ditampilkan di etalase politik," jelas Sekjen Partai NasDem Johnny G Plate di Jakarta, kemarin.
Ia berharap partai politik di Tanah Air bisa memanfaatkan waktu secara efektif, khususnya untuk menentukan figur yang bakal berlaga pada perhelatan pilkada serta membentuk koalisi yang ideal.
Johnny menjawab diplomatis ketika disinggung lambannya parpol menentukan pasangan bakal calon kepala daerah lantaran gagalnya kaderisasi di parpol.
Menurut dia, parpol pada prinsipnya tetap memerhatikan masukan dari daerah serta keinginan konstituen, termasuk kompetensi dan integritas calon.
"Namun, kami harapkan parpol juga membuka diri. Parpol pasti memerhatikan kader di internal, tapi juga membuka diri agar calon-calon terbaik di wilayah itu juga mendapatkan kesempatan memimpin daerahnya."
Menurutnya, tujuan pilkada harus dipahami bahwa bukan untuk menjalankan proses sirkulasi kekuasaan, melainkan demi menghasilkan pemimpin yang berkualitas.
Ia mencontohkan NasDem sejauh ini selalu membuka diri untuk mencari pemimpin dengan kriteria yang diharapkan masyarakat.
Latar belakang tokoh
Di sisi lain, Partai Keadilan Sejahtera membantah anggapan labil dalam memutuskan calon kepala daerah, khususnya untuk pilkada Jawa Barat.
Anggapan itu muncul setelah PKS akhirnya mengusung pasangan Sudrajat-Ahmad Syaikhu yang berbeda dari sebelumnya mengusung Dedy Mizwar-Ahmad Syaikhu.
Presiden PKS Sohibul Iman menyebut pihaknya mempertimbangkan ketokohan Sudrajat serta latar belakangnya lebih baik dibandingkan Demiz.
Ada beberapa kriteria khusus yang disyaratkan PKS kepada bakal calon untuk diusung di Jawa Barat.
Di antaranya, 'Nyunda' atau memahami budaya Sunda, dekat dengan tokoh Sunda, dan mengerti kewilayahan Sunda.
Kedua, 'nyakolah' atau pendidikan dan pengalaman karir dan 'nyantri' atau pernah menempuh pendidikan di ponpes atau dekat dengan ulama.
"Demiz baik, tapi kami melihat lebih kepada potensi orang tersebut. Sebenarnya Demiz juga memenuhi kriteria kami tapi dengan Sudrajat bobotnya berbeda. Pengalaman Sudrajat dinilai lebih karena dia paham keamanan, militer, pernah jadi dubes juga. Jadi tiada yang kurang," paparnya.
Meski pecah kongsi dengan Partai Demokrat di pilkada Jabar, Sohibul menegaskan kemesraan koalisi PKS dan Demokrat akan tetap terjaga di beberapa daerah seperti di dua pilkada provinsi, yakni Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
"Tetap kami akan kerja sama dengan Demokrat tapi di luar Jabar," ungkapnya.
Sementara itu, PKS masih memiliki pekerjaan rumah karena masih ada 19 daerah yang paslonnya belum diumumkan.
Padahal, waktu pendaftaran paslon sudah dekat, yakni 8-10 Januari.
Sohibul mengakui bahwa pihaknya masih sulit memutuskan paslon di beberapa daerah bukan karena disengaja untuk strategi politik. (Put/P-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved