Headline
Pemerintah belum memastikan reshuffle Noel.
MANTAN Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla) Nofel Hasan didakwa menerima suap sebesar S$104.500.
Nofel tidak keberatan dengan dakwaan itu bahkan bersedia menjadi justice collaborator.
Ia sampaikan keinginan menjadi justice collaborator itu dalam persidangan yang mengagendakan pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta. Nofel didakwa menerima suap dari Direktur Utama PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah.
Uang panas diberikan Fahmi untuk mempersiapkan dan mengusahakan pembukaan tanda bintang pada anggaran pengadaan drone dan monitoring satellite di Bakamla.
Fahmi sudah divonis oleh pengadilan tipikor berupa hukuman 2 tahun 8 bulan penjara pada 24 Mei 2017.
"Diketahui atau patut diduga bahwa hadiah itu diberikan sebagai akibat atau disebabkan telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya," ucap jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Amir Nurdianto, kemarin.
Dalam kasus itu, Nofel dikatakan bersama-sama dengan Deputi Informasi Hukum dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi dan Direktur Data dan Informasi Bakamla Laksma Bambang Udoyo.
Jaksa menyatakan tuntutan perkara terhadap Eko dan Bambang dilakukan secara terpisah.
Main proyek
Surat dakwaan Nofel Hasan juga mengungkapkan peran mantan politikus PDIP Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi yang juga Staf Khusus Bidang Perencanaan dan Anggaran Kepala Bakamla Arie Soedewo dalam perkara pengadaan monitoring satelitte di Bakamla.
Ali Fahmi pada suatu waktu mendatangi kantor PT Merial Esa yang merupakan perusahaan pelaksana pengadaan monitoring satelitte dan drone di Bakamla.
"Ali Fahmi menawarkan kepada Fahmi Darmawansyah untuk main proyek di Bakamla," kata Jaksa Kiki Ahmad Yani.
Jika Fahmi Darmawansyah bersedia main proyek, yang bersangkutan harus mengikuti arahan Ali Fahmi supaya dapat memenangkan pengadaan di Bakamla.
Syaratnya Fahmi Darmawansyah memberikan fee sebesar 15% dari nilai pengadaan.
Sekitar April atau Mei 2016, Ali Fahmi kembali bertemu dengan Fahmi Darmawansyah, Adami Okta, dan Hardy Stefanus.
Dalam pertemuan itu, Ali Fahmi menyampaikan anggaran untuk pengadaan monitoring satelitte di Bakamla disetujui sebesar RP400 miliar.
Pengadaan drone akhirnya dimenangkan PT Merial Esa.
Namun, untuk anggaran drone masih dibintangi. Anggaran itu tidak dapat digunakan sebelum syarat-syarat terpenuhi.
Ali Fahmi bersama dengan Nofel mengurus hal itu ke Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan untuk membuka tanda bintang.
Pada 28 Oktober 2016, Nofel menghubungi Ali Fahmi dan menyampaikan Hardy Stefanus, salah seorang staf PT Merial Esa ingin membicarakan masalah penting mengenai pembukaan blocking anggaran pengadaan drone.
Saat menanggapi dakwaan jaksa, Nofel menyatakan tidak keberatan.
"Tidak akan mengajukan eksepsi, tetapi mohon izin kami setelah ini akan mengajukan justice collaborator," terang Nofel.
Perkara itu akan dilanjutkan ke tahap pemeriksaan saksi pada Rabu (10/1) depan.
Nofel pun memilih bungkam pada saat ditanya mengenai nama-nama yang akan ia buka. (P-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved