Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
KUASA hukum Setya Novanto, Otto Hasibuan, mengaku kliennya masih bingung karena ditetapkan kembali sebagai tersangka kasus korupsi KTP-elektronik (KTP-e).
"Sampai sekarang terus terang saja kami belum mengetahui secara pasti, sebenarnya Pak Setya Novanto ini diduga atau disangka melakukan perbuatan yang mana," kata Otto, yang juga pengacara kasus kopi sianida dengan terpidana Jessica Kumala Wongo, di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Kamis (23/11).
Setnov disangkakan Pasal 2 Ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001 tentang perubahan atas UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
"Pasalnya kan kami tahu, Pasal 2 dan Pasal 3, yaitu perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang. Tetapi, inkonkrito yang dikatakan melawan hukum yang mana dan inkonkrito yang dikatakan melakukan penyalahgunaan wewenang yang mana, sampai sekarang itu belum terlihat dan belum terumuskan," tuturnya.
Oleh karena itu, kata Otto, pihaknya akan mengikuti perkembangan proses penyidikan termasuk pemeriksaan terhadap kliennya itu.
"Nah oleh karena itu nanti kan dilihat setelah Pak Setya Novanto diperiksa, dari rangkaian pertanyaan kan kami akan tahu, kira-kira diarahkan ke mana sebenarnya perbuatan itu," ucap Otto.
Saat ini, Ketua DPR itu telah ditahan di Rutan Negara Kelas 1 Jakarta Timur Cabang KPK. KPK telah menetapkan kembali Setnov menjadi tersangka kasus korupsi KTP-e pada Jumat (10/11).
Setnov selaku anggota DPR RI periode 2009-2014 bersama-sama dengan Anang Sugiana Sudihardjono, Andi Agustinus alias Andi Narogong, Irman selaku Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negerim dan Sugiharto selaku Pejabat Pembuat Komitment (PPK) Dirjen Dukcapil Kemendagri dan kawan-kawan, diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu koporasi, menyahgunakan kewenangan kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan sehingga diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara atas perekonomian negara sekurangnya Rp2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp5,9 triliun dalam pengadaan paket penerapan KTP-e 2011-2012 Kemendagri. (OL-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved