Headline

Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Kegaduhan Awet dan Tahan Banting

Nur Aivanni Fatimah
11/1/2016 00:00
Kegaduhan Awet dan Tahan Banting
()

KINERJA DPR periode 2014-2019 di mata publik sejauh ini tergolong jauh dari memuaskan. DPR langsung terbelah menjadi dua, kubu Koalisi Indonesia Hebat yang merupakan pendukung pemerintah dan kubu Koalisi Merah Putih yang menempatkan diri sebagai oposisi.

Gontok-gontokan antarkoalisi terlihat jelas sejak pemilihan pimpinan DPR dan pimpinan alat kelengkapan DPR sampai sepanjang 2015. Jelang tutup tahun bahkan muncul skandal 'papa minta saham' yang menguras energi DPR dan membuat perhatian teralihkan dari sejumlah tugas legislasi.

Skandal yang melibatkan Setya Novanto yang menjabat Ketua DPR tersebut berbuntut pada kekosongan kursi pucuk pimpinan dewan pascalengsernya Novanto. Pengamat parlemen dari Formappi Lucius Karus memperkirakan kegaduhan di DPR akan terus berlanjut di tahun ini. "Nasib kursi pimpinan hampir pasti akan memicu kegaduhan," ujar Lucius saat dihubungi, Sabtu (9/1).

Menurut Lucius, sebagian fraksi, khususnya dari kelompok asal pimpinan saat ini, pasti akan berusaha agar tidak ada perubahan komposisi pimpinan dan bahkan figur pimpinan, kecuali pengganti Setya Novanto. Sementara itu, kelompok lainnya merasa berkepentingan untuk mendorong kocak ulang komposisi pimpinan.

Kegaduhan selanjutnya terkait dengan konflik internal parpol yang berimbas sampai di parlemen. Pasalnya, kepengurusan ganda di parpol juga melahirkan kepengurusan fraksi yang berbeda di DPR dari satu partai. "Konflik tersebut diikuti dengan aksi-aksi dari anggota untuk mendapat pengakuan di DPR maka seperti sebelumnya, aksi merebut sekretariat fraksi bisa kembali terjadi. Ini akan mengganggu kinerja anggota," jelasnya.

Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI, Syamsudin Haris, memprediksi terdapat dua hal yang akan mengakibatkan kegaduhan. Pertama, gesekan antara Koalisi Merah Putih (KMP) dan KIH yang telah berganti menjadi Kerja Sama Partai Politik Pendukung Pemerintah (KP4).

Namun, gesekan tersebut akan terjadi bergantung pada isu kebijakan yang diambil pemerintah. Ia mencontohkan isu kebijakan, khususnya terkait dengan personalia jabatan yang harus melalui DPR.

"Misalnya calon Kapolri (yang akan dipilih lagi tahun ini). Itu tensinya tetap tinggi, jabatan publik yang mekanismenya lewat DPR," papar Syamsudin. Kedua, potensi kegaduhan juga berasal dari internal KP4 dengan adanya kekecewaan parpol yang tergabung.

PDIP bisa jadi bakal kecewa dengan sikap Presiden yang akan mengurangi jatah menteri dari parpol untuk Partai Amanat Nasional (PAN) yang belakangan bergabung.

Meski masih ada potensi kegaduhan berkaitan isu kebijakan, Syamsudin berpandangan tensi gesekan antarkoalisi menurun pada tahun ini. Hal itu berkat mulai tidak solidnya KMP sehingga situasi politik semakin cair. Setelah bergabungnya PAN ke pemerintah, Golkar juga mulai bermanuver untuk merapat ke pemerintahan.

"Tapi patut diwaspadai oposisi masih sangat signifikan sebab sikap parpol terhadap pemerintah tetap bergantung pada isu kebijakan, belum tentu lima tahun dukung terus. Selain itu, parpol (di Indonesia) oportunistis, tidak ideologis," jelas Syamsudin.


Jangan lalai
Banyaknya potensi kegaduhan bukan berarti itu semua tidak bisa terhindarkan. Lucius menekankan perlunya sikap profesional anggota DPR. Anggota dewan dituntut mampu menjalankan tugas utama mereka kendati ada konflik di level elite, baik di fraksi maupun partai. "Mereka jangan berlindung di balik situasi gaduh yang ada dan melalaikan tugas dan fungsi pokok mereka," tegas Lucius.

Komitmen untuk menjalankan tugas sesuai dengan prioritas fungsi juga harus diperhatikan DPR. Syamsudin mengutarakan salah satu sebab timbulnya kegaduhan pada 2015 ialah para anggota dewan salah kaprah dengan fungsi pengawasan terhadap pemerintah. Fungsi tersebut dilaksanakan di luar takaran.

Berdasarkan data Formappi, DPR membentuk banyak panitia kerja (panja) dan panitia khusus (pansus). Tercatat sebanyak 40 panja dibentuk DPR. Pembentukan pansus pun tidak kalah heboh, terakhir pembentukan Pansus Pelindo II.

Namun, yang janggal ialah hasil rekomendasi pansus yang menyentuh kewenangan eksekutif. Pansus Pelindo II meminta agar Menteri BUMN Rini Soemarno dicopot. Padahal, pencopotan dan pengangkatan menteri merupakan hak prerogatif presiden.

Setelah adanya amendemen UUD 1945 hingga menghasilkan sistem presidensial, lanjut Syamsudin, DPR seharusnya bukan menonjolkan sisi pengawasan. Fungsi legislasi dengan memproduksi UU yang berkualitaslah yang mesti dikedepankan.

Faktanya, fungsi legislasi DPR di bawah kepemimpinan mantan Ketua DPR Setya Novanto disebut sebagai yang terburuk pascareformasi. Bagaimana tidak? Dari 40 rancangan undang-undang (RUU) prioritas pada 2015, hanya tiga yang dapat dituntaskan menjadi undang-undang.

Bahkan jika dilihat lebih teliti, hanya satu dari tiga UU yang merupakan hasil jerih payah para wakil rakyat, yakni UU Penjaminan. Dua UU lainnya merupakan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu), yakni perppu tentang pemilihan kepala daerah dan perppu pemerintah daerah.

Lagi-lagi pengawasan
Sepanjang 2016 DPR diprediksi bakal terus dominan dalam fungsi pengawasan. Fungsi lainnya, terutama perundangan, akan dijalani secara tertatih.

Anggara Suwahju, peneliti dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR/Koalisi Reformasi KUHP), tidak mempermasalahkan fungsi pengawasan itu. Namun, harus dalam batas wajar dalam hal pembagian konsentrasinya dengan fungsi yang lain.

"(Kegaduhan) masih akan terjadi. Seperti sekarang isu reshuffle, kan, justru banyak dibicarakan DPR segala macam (komentarnya). Itu menunjukkan bahwa fokusnya berlebihan di fungsi pengawasan, tapi tidak di fungsi legislasi, yang malah kurang baik," cetus Angga ketika dihubungi Media Indonesia, kemarin.

Kendati begitu, Angga tidak menginginkan DPR hanya mengedepankan jumlah penyelesaian perundangan tanpa diimbangi kualitas. Ia mencontohkan revisi UU KUHP. Perundangan induk dalam sistem penegakan hukum itu mesti digarap hati-hati.

Andil kegaduhan tidak hanya disumbang DPR, tetapi juga pemerintah. Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie mengatakan keributan di antara menteri Kabinet Kerja yang sering tidak senada dalam hal pengambilan kebijakan turut mendominasi kegaduhan.

"Seharusnya fungsinya saling menunjang. Harapan kita ke depan bisa terbentuk kepemimpinan yang solid baik di pemerintah maupun DPR," pungkas Jimly.

Senada, pelaksana tugas Ketua DPR Fadli Zon meminta agar introspeksi dalam kinerja menghasilkan legislasi juga dilakukan pemerintah. Pasalnya, produk perundang-undangan merupakan hasil kerja kedua lembaga.

Fadli, yang juga merupakan Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, itu berharap di 2016 ini kegaduhan politik seperti yang terjadi setahun sebelumnya bisa diminimalisasi. Dengan demikian, semua fungsi DPR bisa berjalan optimal tanpa pincang salah satunya.

"Dinamika politik dipengaruhi berbagai kepentingan, baik pribadi, kelompok, partai politik, atau juga koalisi. Harapannya, dinamika politik di 2016 lebih stabil," tandas dia.(Kim/Nyu/P-1)

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya