Headline
Pemilu 1977 dan 1999 digelar di luar aturan 5 tahunan.
Bank Dunia dan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di angka 4,7%.
PERJUANGAN keluarga korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masa lalu dalam mencari keadilan semakin sulit mendapat tempat.
Aksi rutin setiap hari Kamis yang selama ini dikenal sebagai aksi kamisan di depan Istana Negara, kini tidak bisa lagi dilakukan sembarangan.
Para aktivis HAM harus benar-benar memerhatikan jarak antara tempat aksi dan objek vital (Istana Negara) agar mereka tidak dihalau petugas kemanan.
Aksi diam kamisan di bawah payung hitam yang biasa digelar di depan Istana sudah berlangsung sejak Januari 2007 dan umumnya berjalan tanpa hambatan berarti.
Aksi itu sengaja digelar di depan Istana sebagai pengingat bahwa masih ada utang pemerintah terhadap sejumlah kasus pelanggaran HAM masa lalu yang belum kunjung diselesaikan.
Setelah bertahun-tahun berlangsung, sejak November lalu aksi tersebut tidak diperbolehkan lagi karena pihak kepolisian tidak memberikan izin.
Alasannya, ada ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum bahwa tidak boleh ada aksi unjuk rasa dalam jarak 100 meter dari objek vital, termasuk Istana Negara.
Itu berarti tidak ada lagi tempat bagi para demonstran untuk beraksi di depan Istana karena jarak 100 meter dari pagar Istana sudah terhalang pagar taman Monumen Nasional (Monas).
Kemarin, aksi kamisan ke-425 yang dilakukan ibu-ibu keluarga korban kasus pelanggaran HAM ditertibkan pihak kepolisian.
Mereka dilarang mendekati Istana.
"Kami bukan ingin dikhususkan dengan diperbolehkan aksi kamisan, kami hanya ingin suara keadilan didengar," kata salah seorang ibu dari korban Tragedi Semanggi I, Maria Katarina Sumarsih, 52, yang dituangkan dalam akun Twitternya @Sumarsih11.
Menurutnya, tidak hanya penuntasan kasus pelanggaran HAM yang dipersulit, tetapi juga hak untuk menyuarakan kasus pun dipersulit.
Para keluarga korban hanya berharap pemerintah dapat menepati janjinya dengan menyelesaikan kasus pelanggaran HAM dan menghapus impunitas para pelaku.
Jaksa Agung HM Prasetyo, ketika ditanya soal itu, mengatakan tidak ada larangan bagi warga negara untuk menyampaikan pendapat di depan umum, tetapi harus memerhatikan rambu-rambu yang diatur dalam aturan perundangan.
"Tidak mungkin ada pengusiran. Petugas keamanan hanya menertibkan agar aksi yang dilakukan tidak menabrak aturan," paparnya.
Mengenai penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu, Prasetyo menyatakan pihaknya akan jalan terus.
"Kami jalan terus, besok juga kami akan bertemu dengan Komnas HAM," jelasnya.
Kecewa
Koordinator Kontras Haris Azhar mengaku kecewa atas tindakan pengusiran terhadap para aktivis kamisan di depan Istana.
Ia mengatakan aksi tersebut dijamin konstitusi dan UU.
Apalagi, selama ini aksi berlangsung damai.
"Makin ngawur polisi. Penggusuran ke tempat yang ditawarkan tidak masuk akal. Itu akan menghilangkan esensi penyampaian pendapat. Kamisan itu ada sejak lama di depan Istana. Tidak pernah ada polisi yang luka, tidak ada aksi yang brutal. Lalu apa alasan polisi untuk membubarkannya?" tanya Haris.
Komisioner Komnas HAM Sandra Moniaga mengatakan pengaturan demonstrasi harus sesuai dengan prinsip HAM.
(Nur/Adi/P-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved