MANTAN anggota DPR Fraksi Demokrat Angelina Sondakh mengungkapkan beberapa fakta yang membuat panas kuping para petinggi Partai Demokrat di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, kemarin.
Anggie, sapaan Angelina, saat menjadi saksi untuk terdakwa mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, M Nazarudin, menyebut pada 2010 Demokrat mendapat jatah dari proyek terkait pendidikan sebesar 20%. Jatah itu karena Demokrat mendapat suara sebanyak 20% pada Pemilu Legislatif 2009. Para kader Demokrat juga mendapatkan fee 5% atas setiap proyek yang diloloskan.
"Itu Pak Nazar sendiri yang bilang bahwa 5% itu sudah menjadi haknya Partai Demokrat," ujar Anggie saat menjawab pertanyaan jaksa KPK.
Namun, Anggie yang ketika itu menjadi anggota Badan Anggaran DPR tidak mengetahui tindak lanjut jatah 5% tersebut. Anggie mengaku hanya dijanjikan Nazar dibebaskan dari biaya iuran partai selama perintah Nazar untuk meloloskan berbagai proyek dikerjakan olehnya.
"Di partai ada kewajiban yang harus saya bayarkan. Karena saya tidak punya uang untuk bayar iuran menurut terdakwa (Nazar), sudah kerja saja nanti dibebaskan dari iuran," ungkap Angie.
Sebagai anggota Komisi X DPR yang mengawasi lingkup kerja kementerian bidang pendidikan, pariwisata, dan olahraga, Anggie diminta mengawal proyek titipan Nazar di Kemendiknas. Ada 16 proyek yang harus diloloskan. Namun, ia hanya berhasil meloloskan di 4-5 proyek.
Saat itu, menurut Anggie, Nazar menjabat sebagai koordinator Banggar DPR untuk Partai Demokrat. Perintah Nazar merupakan instruksi dari pimpinan Partai Demokrat. "Pak Nazar bilang itu perintah Ketua Umum Anas (Urbaningrum), dan izin dari 'pangeran'," ungkap Anggie.
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Roy Riyadi kemudian mempertanyakan siapa sosok 'pangeran' yang dimaksud Anggie. "Pak Nazar lebih tahu siapa pangeran itu," kilah Anggie.
Tidak puas dengan jawaban itu, jaksa kembali meminta Anggie menyebutkan nama pangeran tersebut. "Kalau pangeran, saya tahunya dari Pak Nazar. Pangeran itu Ibas," sebut Anggie.
Jaksa KPK kembali menegaskan dengan menanyakan sapaan Ibas apakah putra Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono yang juga Sekjen Demokrat saat itu, Edhie Baskoro Yudhoyono. Anggie mengangguk. Membantah Sekjen Demokrat Hinca Panjaitan membantah Demokrat mendapatkan jatah 20% dari proyek pendidikan. Menurut Hinca, itu manuver pribadi Nazaruddin dan bukan atas perintah partai.
"Demokrat tidak pernah menerima dana itu sama sekali. Itu sudah clear sejak awal, bahwa Demokrat sebagai lembaga tidak pernah menerima dana itu," kata Hinca saat dihubungi kemarin.
Dalam dakwaan jaksa KPK, Direktur PT PT Duta Graha Indah (DGI) Muhamad El Idris meminta bantuan Nazar untuk mendapat proyek pemerintah 2010. PT DGI mendapat proyek untuk pembangunan gedung di Universitas Udayana, Universitas Mataram, Universitas Jambi, BP2IP Surabaya Tahap 3, RSUD Sungai Daerah Kabupaten Darmasraya, gedung Cardic RS Adam Malik Medan, Paviliun RS Adam Malik Medan, RS Inspeksi Tropis Surabaya, dan RSUD Ponorogo. Sebagai imbalan, Nazar mendapat Rp23.119 miliar.
Direktur Utama PT Nindya Karya Kiming Marsono juga meminta bantuan Nazar untuk mendapat proyek pembangunan Rating School Aceh dan pembangunan gedung di Universitas Brawijaya. Fee yang dibayarkan sejumlah Rp17.250 miliar. (Nyu/P-1)