Headline

Presiden Prabowo berupaya melindungi nasib pekerja.

Fokus

Laporan itu merupakan indikasi lemahnya budaya ilmiah unggul pada kalangan dosen di perguruan tinggi Indonesia.

Presiden Jangan Mau Didikte

Dero Iqbal Mahendra
28/12/2015 00:00
Presiden Jangan Mau Didikte
(ANTARA/Kornelis Kaha)
WACANA perombakan (reshuffle) Kabinet Kerja jilid II menguat. Namun, di tengah tarik ulur berbagai kepentingan, Presiden Joko Widodo hendaknya jangan mau didikte.

Demikian pesan yang disampaikan sejumlah kalangan. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj menegaskan reshuffle merupakan hak penuh seorang presiden dalam sistem presidensial sehingga tidak patut diintervensi.

"Presiden harus keluar dari intervensi atau tekanan siapa pun sebab reshuffle hak penuh seorang presiden," katanya saat dihubungi tadi malam (Senin 28/12/2015).

Menurut dia, reshuffle harus didasarkan pada efektivitas kerja kabinet dan demi kepentingan masyarakat luas. "Reshuffle itu harus digunakan hanya untuk mempercepat capaian kerja pemerintah dan meri-ngankan kerja presiden," tukasnya.

Senada, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli mengharapkan Presiden tidak terpengaruh berbagai kepentingan politik untuk menyikapi wacana reshuffle kabinet.

"Kuncinya Pak Jokowi sebagai presiden harus memilih sendiri dan jangan orang lain yang memilih sebab selama ini mereka sudah diberi kesempatan untuk memilih dan hasilnya itu memang kurang menggembirakan," terang Rizal di Jakarta, kemarin (Senin 28/12/2015).

Menurut dia, reshuffle dapat mempercepat perbaikan ekonomi di tahun depan. "Ekonomi kita awalnya merosot, tapi perlahan mulai membaik. Nah momentum ini, kalau ada reshuffle, mudah-mudahan dilanjutkan," ujarnya.

Rizal membantah dirinya melakukan diferensiasi terkait dengan menteri yang berasal dari partai politik atau dari kalangan profesional. Namun, ia juga menggarisbawahi, meski berasal dari partai politik, para menteri tersebut dapat bekerja secara profesional dengan memiliki kompetensi dan jiwa kepemimpinan.

Presiden Jokowi kembali memberikan sinyal bahwa reshuffle berlanjut setelah reshuffle jilid I pada Agustus lalu. Sebelumnya, di Boyolali, Jawa Tengah, Sabtu (26/12), Presiden mengatakan, jika rapor para pembantunya merah, pasti kena reshuffle.

Presiden lagi-lagi tidak membantah soal rencana tersebut. "Reshuffle? Kan nanti kalau sudah dilantik tahu," ujar Jokowi di Belu, Nusa Tenggara Timur, seperti dilaporkan Metro TV, kemarin.

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengakui perombakan kabinet dalam penggodokan. "Ya semuanya dalam proses pembicaraan," kata Kalla di Kantor Wapres, Jakarta, kemarin.

Terkait dengan pernyataan Ketua DPP PAN Aziz Subekti bahwa Partai Amanat Nasional mendapat jatah dua kursi, Kalla mengaku heran dengan kabar yang beredar. "Saya belum tahu, itu infonya dari mana. Tapi yang jelas belum dibicarakan," pungkasnya.

Tidak etis
Masih soal klaim PAN, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo pun angkat bicara. "Menurut saya tidak etis, terkesan mendesak atau mendikte hak prerogatif Presiden," kata Tjahjo melalui keterangan persnya yang di-broadcast kepada wartawan, kemarin.

Tjahjo menilai sah-sah saja PAN membangun komunikasi dengan Jokowi. Namun, sambungnya, jangan membangun rumor yang dapat menganggu stabilitas kerja kabinet.

"Para menteri sebagai pembantu Presiden tidak akan terpengaruh pernyataan Ke-tua DPP PAN tersebut. Semua menteri tetap kerja di bawah arahan Presiden dan semua tetap menyerahkan penilai-an kinerja kepada Presiden," jelasnya.

Setali tiga uang, pengamat politik dari Universitas Padja-djaran Idil Akbar berpendapat PAN seharusnya mengerti etika berpolitik untuk tidak mendorong Presiden me-reshuffle kabinet. "PAN seharusnya tahu diri. Saya berharap PAN dapat bersabar dan jangan terus mendesak Jokowi," ujar Idil.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik