Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

MK Menyatakan PSU Pilkada Barito Utara Masif Politik Uang, Bisakah Diusut Bawaslu ?

Tri Subarkah
17/5/2025 10:34
MK Menyatakan PSU Pilkada Barito Utara Masif Politik Uang, Bisakah Diusut Bawaslu ?
Komisioner Bawaslu Puadi (tengah) saat hadir dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di ruang sidang lantai 4 Mahkamah Konstitusi (MK)(MI/Susanto)

BADAN Pengawas Pemilu (Bawaslu) tak dapat lagi mengusut kasus tindak pidana terkait politik uang yang terjadi di luar pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada Barito Utara 2024. Penanganan pelanggaran, kata anggota Bawaslu RI Puadi, hanya dilakukan saat masa tahapan.

"Prinsip dasarnya, penanganan pelnggaran masih menjadi wewenang Bawaslu sepanjang kejadiannya di masa tahapan," ujarnya kepada Media Indonesia, Sabtu (17/5).

Saat penyelenggaraan PSU di Barito Utara, jajaran Bawaslu sudah melakukan penindakan dugaan politik uang bersama Sentra Gakkumdu yang di dalamnya juga mencakup unsur polisi dan jaksa. Hasilnya, lima orang diseret ke Pengadilan Negeri Muara Teweh.

Tiga di antaranya terbukti menjanjikan atau memberikan uang kepada pemilih terkait pemenangan pasangan calon nomor urut 2, Akhmad Gunadi Nadalsyah-Sastra Jaya. Sementara, dua terdakwa lainnya terbukti sebagai penerima amplop berisi uang.

Namun, dalam sidang sengketa di Mahkamah Konstitusi (MK), majelis memutuskan bahwa praktik vote buying atau pembelian suara tidak hanya dilakukan oleh pasangan calon nomor urut 2, tapi juga oleh pasangan calon nomor urut 1, yaitu Gogo Purnam Jaya-Hendro Nakalelo.

MK memutuskan agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggelar lagi PSU Pilkada 2024 di seluruh wilayah Barito Utara dan mendiskualifikasi kedua pasangan calon. Itu lantaran politik uang yang terjadi dinyatakan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

Menurut Puadi, diskualifikasi terhadap dua pasangan calon merupakan sanksi maksimal yang dijatuhkan MK. Putusan itu, sambungnya, berada dalam ranah hukum konstitusional. Hal tersebut berbeda dengan jalur penyelesaian yang menjadi koridor Bawaslu, yakni hukum pidana.

"Kelanjutan proses ini menjadi bagian dari tanggung jawab untuk mewujudkan integritas pemilu secara menyeluruh dan berkelanjutan," kata Puadi. (H-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indriyani Astuti
Berita Lainnya