Headline
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.
MUNGKIN sebagian kalangan akan menanyakan apa hubungan pilkada dengan bela negara? Pasalnya, sebagian persepsi publik masih mengalami miskonsepsi tentang bela negara. Disangkanya bela negara itu harus selalu terkait dengan militer, tentara, perang, dan hal ikhwal kombatan lainnya. Padahal, jika kita merujuk pada konstitusi, bela negara merupakan amanat konstitusi yang harus diimplementasikan dalam berbagai sektor. Termasuk, dalam kehidupan politik seperti pilkada serentak.
Pasal 27 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan, setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Artinya, bela negara ialah hak dan kewajiban seluruh warga negara, sesuai dengan posisi, peran, dan kedudukan masing-masing.
Berkaitan dengan upaya bela negara di bidang politik sendiri, pemerintah dalam hal ini Presiden telah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2018 tentang Rencana Aksi Nasional Bela Negara Tahun 2018-2019, yang didalamnya memuat berbagai aksi gerakan bela negara dalam bidang politik.
Menurut lampiran Inpres No 7 Tahun 2018, ada sejumlah aksi gerakan bela negara dalam bidang politik, khususnya pemilu, di antaranya, Pertama, sosialisasi gerakan antikampanye hitam, politik identitas, nasionalisme sempit, pragmatisme, antipraktik politik uang, dan politisasi SARA.
Kedua, penegakan hukum yang berkeadilan dalam memberantas praktik kampanye hitam, praktik politik uang, politisasi SARA, dan keberpihakan pegawai ASN, prajurit TNI, dan anggota Polri.
Ketiga, sosialisasi gerakan anti golput dalam penyelenggaraan pemilihan umum melalui media sosial, seminar, iklan layanan masyarakat, ceramah, dan diaolog interaktif/diskusi. Dengan demikian, berbagai aksi gerakan bela negara tersebut sangat penting dilakukan khususnya dalam penyelenggaraan pilkada serentak 2020.
Upaya bela negara dalam penyelenggaraan pilkada serentak 2020, sangat penting dilakukan. Mengingat, banyaknya potensi ancaman yang dapat menimbulkan dampak disintegrasi bangsa.
Bentuk ancaman yang kerap terjadi selama penyelenggaraan pilkada ialah maraknya berita hoaks terkait pilkada, adanya praktik-praktik politik uang, kampanye hitam, ujaran kebencian, saling fitnah dan saling menghujat di media sosial antarpendukung pasangan calon, dan, berbagai ancaman lainnya.
Berbagai ancaman itu, pada dasarnya dapat diklasifikasikan ke dalam ancaman nirmiliter atau dalam istilah Joseph S Nye disebut sebagai ancaman soft power. Ancaman ini diyakini lebih berbahaya dibandingkan dengan ancaman militer. Pasalnya, ancaman nirmiliter bisa bersifat multidimensional, yang dapat menghancurkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, mencakup ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam.
Di samping itu, upaya bela negara dalam penyelenggaraan pilkada serentak 2020, sangat penting dilakukan. Upaya tersebut, di antaranya melalui pendidikan politik bagi seluruh komponen bangsa. Pendidikan politik dapat dilakukan melalui program pembinaan kesadaran bela negara (PKBN), baik di lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat, maupun di lingkungan pekerjaan.
PKBN, dalam konteks pilkada ini, bertujuan untuk menanamkan lima nilai dasar bela negara yang meliputi cinta Tanah Air, sadar berbangsa dan bernegara, setia pada Pancasila sebagai ideologi negara, rela berkorban untuk bangsa dan negara, dan, kemampuan awal bela negara.
Dengan demikian, seluruh komponen bangsa diharapkan dapat mengetahui, memahami, dan menjiwai nilai-nilai dasar bela negara untuk kepentingan penyelenggaraan pilkada yang berkualitas dan berintegritas. Termasuk pula menghasilkan calon pemimpin daerah yang amanah.
Para konsultan ini sebenarnya memiliki opini-opini, terlebih saat diskusi. Namun, untuk menuangkannya ke dalam bentuk tulisan tetap perlu diasah.
Sebagaimana dirumuskan para pendiri bangsa, demokrasi Indonesia dibangun di atas kesepakatan kebangsaan—yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Hasan mengemukakan pemerintah tak pernah mempermasalahkan tulisan opini selama ini. Hasan menyebut pemerintah tak pernah mengkomplain tulisan opini.
Perlu dibuktikan apakah teror tersebut benar terjadi sehingga menghindari saling tuduh dan saling curiga.
Dugaan intimidasi terjadi usai tayangnya opini yang mengkritik pengangkatan jenderal TNI pada jabatan sipil, termasuk sebagai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Yogi Firmansyah, merupakan aparatur sipil negara di Kementerian Keuangan dan sedang Kuliah S2 di Magister Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved