Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Natuna,Kehadiran secara Nyata

Hikmahanto Juwana Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia
10/10/2016 00:15
Natuna,Kehadiran secara Nyata
(AFP PHOTO / PRESIDENTIAL PALACE / AGUS SUPARTO)

PADA Kamis (6/10) lalu Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan ke Pulau Natuna untuk meninjau static show peralatan tempur TNI di Natuna dan meresmikan Terminal Bandar Udara Ranai. Presiden juga meninjau pembangunan tempat penyimpanan (cold storage) di Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKT). Selanjutnya Presiden meninjau dermaga apung dan dermaga beaching TNI Angkatan Laut. Kunjungan kerja hari itu diakhiri dengan peninjauan perumahan Zeni Tempur dan Marinir.

Sebelumnya pada 23 Juni Presiden melakukan rapat terbatas dengan sejumlah menteri di Kapal Republik Indonesia (KRI) Imam Bonjol di perairan Natuna yang merupakan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Mengapa Natuna menjadi perhatian para pejabat, media massa, dan publik? Laut sekitar Natuna Bagi Indonesia, Natuna diasosiasikan dengan sebuah pulau yang merupakan bagian dari Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), tepatnya Kabupaten Natuna. Pulau Natuna merupakan pulau terdepan yang menjadi titik dasar untuk menentukan sampai sejauh mana perairan kepulauan Indonesia.

Pada saat yang bersamaan Pulau Natuna juga merupakan titik untuk menarik seberapa jauh ZEE dan Landas Kontinen (LK) Indonesia. Ini semua berkaitan dengan laut di sekitar Pulau Natuna. Dalam hukum laut internasional, status perairan kepulauan berbeda dengan ZEE dan LK. Perairan kepulauan merupakan bagian dari kedaulatan (sovereignty) yang masuk katagori laut teritorial (territorial sea). Sementara itu, ZEE dan LK merupakan hak berdaulat (sovereingn right) yang berada di laut bebas (high seas).

Konsep kedaulatan dan hak berdaulat merupakan dua konsep yang harus dibedakan meski sebagian pejabat publik dan masyarakat kerap menyamakannya. Konsep kedaulatan merujuk pada wilayah teritorial ketika sebuah negara mempunyai kewenangan untuk menegakkan hukum dan melarang unsur asing untuk masuk, kecuali mendapat izin dari otoritas setempat. Sementara itu, hak berdaulat merupakan hak yang diberikan hukum internasional untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya alam serta menjaga keseimbangan lingkungan.

Dalam konteks Pulau Natuna terhadap wilayah daratan dan laut teritorial, Indonesia memiliki kedaulatan dan tidak ada negara lain yang mengklaim. Terhadap ZEE Indonesia, terdapat bagian tertentu yang diklaim Vietnam dan Malaysia. Saat ini sedang dilakukan perundingan dengan kedua negara tersebut. Namun, bagian tertentu dari ZEE Indonesia bahkan yang sedang dirundingkan dengan Vietnam dan Malaysia dianggap Tiongkok sebagai bagian dari zona maritim mereka. Justru Tiongkok tidak menganggap klaim yang dilakukan Indonesia, Vietnam, dan Malaysia.

Insiden
Sudah sejak beberapa waktu kapal-kapal otoritas Indonesia, baik milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) maupun TNI-AL, melakukan penangkapan kapal-kapal nelayan asal Tiongkok. Tahun ini saja telah terjadi tiga insiden, satu ditangani KKP dan dua ditangani TNI-AL. Menjadi pertanyaan mengapa para nelayan Tiongkok kerap melakukan penangkapan ikan tanpa izin dari otoritas Indonesia? Para nelayan merasa tidak perlu mendapat izin karena menganggap wilayah penangkapan mereka sebagai wilayah Tiongkok.

Bahkan, mereka merasa aman karena ada kapal penjaga pantai (coast guard) Tiongkok yang seolah akan membantu mereka bila mendapat gangguan. Menjadi pertanyaan lanjutan apa yang menjadi dasar bari para nelayan Tiongkok bahkan Tiongkok? Ini semua disebabkan Tiongkok mengklaim zona maritim yang disebut sebagai wilayah tranditional fishing ground (tradisional penangkapan ikan). Dasar klaim Tiongkok ialah para nelayan mereka sudah sejak lama melakukan penangkapan ikan di wilayah ini yang secara geografis sangat jauh dari daratan Tiongkok.

Tiongkok menganggap adanya sembilan garis putus-putus (nine dash line) yang berada di laut. Nama garis itu pun berubah-ubah dari waktu ke waktu, disesuaikan dengan jumlah titiknya. Terkadang disebut 10 bahkan 11. Demikian pula koordinatnya pun tidak diketahui secara pasti. Klaim sembilan garis putus-putus oleh Pemerintah Tiongkok dinyatakan sejak 1 Desember 1947 ketika Tiongkok daratan masih dikuasai kaum nasionalis yang saat ini hanya menguasai Taiwan.

Klaim ini tetap dilakukan seiring dengan pergantian pemerintahan oleh partai komunis di Tiongkok daratan. Bila dilihat di peta, sembilan garis putus-putus yang diklaim Tiongkok bersinggungan dengan ZEE Indonesia. Di sinilah munculnya sejumlah insiden. Tiongkok berdasarkan klaim sembilan garis putus-putus tidak mengakui ZEE Indonesia. Sebaliknya Indonesia hingga sekarang tidak mengakui sembilan garis putus-putus yang diklaim Tiongkok.

Intinya setiap negara saling tidak mengakui klaim yang dilakukan. Tidak mengherankan bila dalam perspektif Indonesia, para nelayan Tiongkok melakukan penangkapan ikan secara ilegal di wilayah ZEE Indonesia. Sementara itu, dari perspektif Tiongkok, para nelayan tersebut memang mempunyai hak untuk melakukan penangkapan ikan karena berada di wilayah yang diklaim Tiongkok. Indonesia, pada saat Menteri Luar Negeri dijabat Ali Alatas, pernah secara resmi dan tertulis menanyakan apa yang dimaksud dengan sembilan garis putus-putus kepada Tiongkok.

Namun, Tiongkok hingga sekarang tidak pernah menjawab secara resmi pertanyaan tersebut. Jawaban Tiongkok dilakukan secara lisan dan tidak resmi dengan mengatakan Tiongkok menghormati kedaulatan Indonesia di Pulau Natuna. Jawaban tersebut diharapkan dapat menenangkan kegusaran Indonesia. Hanya, Tiongkok sebenarnya tidak menjawab pertanyaan Indonesia. Ini mengingat yang ditanyakan Indonesia sama sekali tidak berkaitan dengan kedaulatan Indonesia di Pulau Natuna.

Kekhawatiran Indonesia ialah hak berdaulat di ZEE dan LK beririsan dengan sembilan garis putus-putus Tiongkok. Bila berbicara masalah kedaulatan Indonesia di Pulau Natuna memang Tiongkok tidak mempermasalahkannya. Tiongkok tidak mengklaim zona maritim hingga kedaulatan Indonesia di Pulau Natuna berikut laut teritorial. Selama Tiongkok tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan sembilan garis putus-putus, selama itu posisi Indonesia tidak mengakui keberadaan dari sembilan garis putus-putus.

Ini disebabkan zona maritim berupa traditional fishing groud tidak dikenal dalam Konvensi Hukum Laut 1982. Konsep yang dikenal ialah traditional fishing rights yang didasarkan pada sebuah perjanjian. Saat ini Indonesia hanya memiliki perjanjian dengan Malaysia terkait dengan traditional fishing rights. Posisi Indonesia baru-baru ini mendapat penguatan berdasarkan putusan arbitrase yang diinisiasi Filipina melawan Tiongkok. Permanent Court of Arbitration (PCA) pada 12 Juli dalam putusan menyatakan klaim sembilan garis putus-putus tidak memiliki dasar dalam Konvensi Hukum Laut PBB 1982.

Meski Indonesia bukan pihak dalam arbitrase ini dan Tiongkok tidak mengakuinya, putusan tersebut mempunyai arti signifikan bagi posisi Indonesia yang tidak mengakui Sembilan Garis Putus. Namun, ini tidak berarti Tiongkok melepaskan klaim atas kawasan Laut China Selatan melalui sembilan garis putus-putus. Pada hari yang sama pada saat PCA menerbitkan putusan, Tiongkok mengeluarkan Buku Putih dengan judul Tiongkok Adheres to the Position of Settling Through Negotiation the Relevant Disputes Between Tiongkok and the Philippines in the South Tiongkok Sea.

Dalam Buku Putih tersebut Tiongkok sudah tidak lagi menyebut-nyebut konsep sembilan garis putus-putus. Sebagai gantinya menurut Tiongkok ada pulau-pulau yang diklaim sebagai milik Tiongkok yang zona maritimnya meliputi wilayah seluas sembilan garis putus-putus. Ini berarti Indonesia tidak bisa tenang dengan adanya Putusan PCA. Tiongkok akan terus mendorong kapal-kapal nelayan untuk memasuki ZEE Indonesia. Tindakan Tiongkok ini dalam rangka menyatakan kepada Indonesia bahwa Tiongkok tidak sekadar mengklaim, tetapi menunjukkan kehadiran secara nyata.

Kehadiran secara nyata
Menguatkan klaim negara atas suatu wilayah kerap diikuti dengan kehadiran secara nyata. Dalam putusan sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan antara Indonesia dan Malaysia, Mahkamah Internasional (International Court of Justice) memenangkan Malaysia karena Malaysia dapat membuktikan kehadiran Inggris secara nyata di Pulau Sipadan dan Ligitan ketimbang bukti yang diberikan oleh Indonesia atas kehadiran Belanda secara nyata di dua pulau tersebut.

Kehadiran secara nyata dari Inggris yang diistilahkan sebagai effectivites oleh Mahkamah Internasional adalah dibangunnya mercusuar dan peraturan tentang penangkaran penyu di dua pulau tersebut. Ini yang mungkin juga dilakukan Tiongkok saat mengklaim sembilan garis putus-putus dengan memfasilitasi kapal-kapal nelayan Tiongkok untuk melakukan penangkapan ikan di ,i>traditional fishing ground. Kegiatan para nelayan tersebut merupakan bukti kehadiran secara nyata Tiongkok.

Dalam konteks inilah sudah tepat kebijakan yang diambil Presiden Jokowi di atas KRI Imam Bonjol pada Juni lalu. Dalam rapat tersebut Menteri KKP dan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) diinstruksikan untuk hadir secara nyata di ZEE maupun LK Indonesia. Presiden meminta Menteri KKP agar mengerahkan nelayan Indonesia, termasuk dari pantura untuk mengeksploitasi ikan di perairan Natuna. Presiden juga meminta agar Menteri ESDM segera meminta para kontraktor yang telah mendapatkan konsesi untuk segera melakukan eksploitasi sumber daya gas di LK perairan Natuna.

Dalam konteks ini pulalah kunjungan Presiden Kamis lalu harus dimaknai. Presiden hendak menguatkan kehadiran secara nyata Indonesia dalam pengelolaan ZEE dan LK di Natuna. Publik berharap siapa pun yang memimpin negeri ini memiliki concern yang tinggi atas pulau-pulau terdepan dan perbatasan Indonesia.

Kehadiran secara nyata Indonesia harus selalu diwujudkan. Hanya atas dasar itu Indonesia membuktikan kepada para negara yang berbatasan bahwa Indonesia tidak pernah mengabaikan dan bahkan mengurungkan niat untuk menguasai atas apa yang diklaim.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya