Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Menanti Kejutan dari Istana Batu Tulis

Ferdi Setiawan, mahasiswa magister ilmu komunikasi politik Universitas Paramadina
21/10/2022 23:05
 Menanti Kejutan dari Istana Batu Tulis
Ferdi Setiawan(Dok pribadi)

PERTEMUAN Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dengan Presiden Joko Widodo di Istana Batu Tulis Bogor, Jawa Barat, Sabtu (8/10) mengundang perhatian publik. Alhasil menimbulkan spekulasi politik yang liar. Bisa disebut menjadi pertemuan sang ketua umum (Megawati) dengan kader terbaiknya (Jokowi) akan sangat menentukan arah konstelasi politik ke depan, terutama terkait Pilpres 2024. 

Ada yang tidak biasa dari pertemuan kedua tokoh bangsa tersebut. Jika biasanya ketua umum parpol selalu menggelar konferensi pers atau bertatap muka di hadapan media usai bersafari politik (bertandang atau menerima tamu), namun hal itu tidak terjadi. Mereka seolah membahas sesuatu yang sangat penting dan rahasia. 

Belakangan Presiden Joko Widodo mengatakan pertemuannya dengan Megawati membahas soal stabilitas politik menjelang Pemilu 2024. Presiden menegaskan dirinya dan Megawati tak ingin stabilitas terganggu karena kondisi perekonomian global yang sedang tak menentu.

Spekulasi politik akan adanya koalisi antara PDI Perjuangan dan Gerindra mengemuka. Hal itu menjadi perbincangan publik pascapertemuan Presiden Jokowi dan Megawati (8/10). Jika tidak penting, tak mungkin Presiden Jokowi tidak hadir dalam pertemuan di Batu Tulis. Sebagai kepala negara tentu memiliki agenda dan pekerjaan yang lebih penting untuk negara. Namun di internal PDIP, Jokowi adalah kader alias petugas partai sehingga jika dipanggil sang ketua umum kehadiran Jokowi adalah suatu keharusan. 

Rumor beredar Megawati melobi Presiden Joko Widodo agar mendukung Puan Maharani di Pilpres 2024. Meski belum tentu benar, rumor tersebut juga tidak dibantah oleh PDIP. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto hanya menegaskan pertemuan Megawati dan Jokowi selama 2 jam tersebut di antaranya isu strategis negara serta isu Pemilu 2024.

Perjanjian Batu Tulis

Istana Batu Tulis adalah simbol penting bagi pergerakan partai berlambang banteng moncong putih. Setidaknya sejumlah pertemuan penting tercatat di sejarah pernah digelar di tempat yang identik dengan Soekarno. Sebut saja munculnya perjanjian Batu Tulis antara Ketua Umum PDIP Megawati dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo pada 2009. Apakah hal ini masih menjadi kenangan pahit bagi Prabowo dan Gerindra, atau justru pertanda Gerindra akan kembali duet dengan PDIP? Hal itu mengingat beberapa waktu lalu Puan Maharani sempat berkunjung ke Hambalang menemui Prabowo. Prabowo juga sempat bersilaturahmi ke Teuku Umar bertemu dengan Megawati.

Masa lalu tentang perjanjian politik yang pernah teringkari itu, menjadi dinamika tak terbantahkan usai kemunculan sosok Jokowi yang pada saat Pemilu 2014 dicalonkan PDIP sebagai capres. Di situlah kerenggangan PDIP dengan Gerindra bermula. Megawati dianggap telah mengingkari perjanjian Batu Tulis, yang salah satu poinnya adalah berkomitmen akan mendukung Prabowo Subianto sebagai Capres 2014. Faktanya, PDIP justru mengusung Joko Widodo-Jusuf Kalla pada Pilpres 2014.

Sebuah teori klasik pada abad 14 dari Ibnu Khaldun, bapak sosiolog muslim, tentang teori siklus yaitu sejarah itu bergerak melingkar. Setiap peristiwa sejarah akan selalu berulang kembali. Semboyan terkenal dalam teori ini adalah I’histoire se repete, artinya sejarah itu berulang apa yang dulu pernah terjadi akan terulang kembali baik di masa sekarang maupun di masa yang akan datang. 

Dalam politik juga ada adagium populer yang mengatakan bahwa ‘tidak ada teman dan musuh yang abadi. Yang ada hanya kepentingan yang sama’. Inilah yang bisa saja terulang dialami oleh PDIP dan Gerindra, kembali duet untuk Pilpres 2024. Konstelasi yang ada saat ini, Prabowo sudah diusung Gerindra sebagai capres, sementara PDIP belum menentukan sosoknya. Dua kader internal, Puan Maharani dan Ganjar Pranowo, mungkin saja akan diusung jadi capres atau cawapres.

Tentu hal itu harus diperhitungkan dengan sangat matang oleh Megawati dan Prabowo, agar kalkulasi politik bisa tepat dan menang di kontestasi 2024. Posisi Ganjar yang memiliki elektabilitas tinggi dalam berbagai survei, jelas tak bisa dinihilkan begitu saja. Ganjar memang sudah menyatakan kesiapannya sebagai capres, namun ia mengunci kalimatnya bahwa penentuan ada di tangan Megawati. Terlebih PDIP justru melarang kader-kadernya untuk membicarakan capres cawapres di permukaan. Megawati sudah pasti berhitung untuk menentukan sosok yang tepat, karena kelak suksesor Jokowi itu bisa meneruskan estafet pembangunan negeri lima tahun ke depan.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya