Headline
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
SEJAK Indonesia memasuki era nuklir untuk kesejahteraan dan perdamaian, yang ditandai dengan beroperasinya reaktor nuklir Triga Mark pada Februari 1965 di Bandung, rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) hingga kini belum terwujud. Masih jadi wacana dengan sikap pro dan kontra dari berbagai pihak.
Dari berbagai pertimbangan ada beberapa alasan utama Indonesia perlu membangun PLTN; 1. Diversifikasi, yaitu perluasan pemanfaatan sumber energi sebanyak dan seluas mungkin. Puluhan tahun Indonesia sangat tergantung pada pembangkit listrik sumber daya alam fosil yang dominan seperti minyak, batu bara dan gas, di samping tenaga air dan lain-lain yang kapasitasnya kecil. Akibatnya, jika terjadi krisis energi karena segi harga, musim, bencana alam, peperangan, atau pasokan, sangat berpengaruh terhadap kehidupan negara, baik ekonomi, keuangan, sosial, ketahanan, bahkan politik.
Negara-negara yang memiliki sumber daya alam (SDA) fosil (minyak, batu bara, gas) seperti AS, Rusia, Tiongkok, Uni Emirat Arab, India, Brasil, Kanada, dan Ukraina sudah memiliki PLTN. Perang Rusia-Ukraina menjadi pelajaran sangat berharga bagi Indonesia, karena beberapa negara Uni Eropa menderita akibat sumber energi mereka tergantung pada Rusia. Akibatnya perang tersebut dijadikan bargaining politik Rusia untuk menekan negara-negara bersangkutan dalam hal pasokan energinya.
2. Pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi tidak mungkin meningkat apalagi bersaing dengan dunia luar jika tidak ditunjang dengan pertumbuhan energi yang seimbang dengan pasokan yang kontinyu dan harga yang bersaing. PLTN dapat memasok energi secara kontinyu dengan harga stabil serta dalam jangka waktu yang panjang.
3. Jumlah dan pertumbuhan penduduk. Ada 10 negara yang memiliki penduduk besar di dunia seperti Tiongkok, India, AS, Indonesia, Pakistan, Brasil, Rusia, Meksiko, dan Jepang memiliki PLTN kecuali Bangladesh yang sedang membangun dua unit PLTN. Fakta ini menjad salah satu tolok ukur penting bagi Indonesia untuk memiliki PLTN.
4. Lingkungan hidup, yang mana saat ini seluruh negara berkomitmen untuk membangun energi yang ramah lingkungan/energi hijau, sesuai Persetujuan Paris/COP21 2015, dan peran energi fosil seperti minyak, batubara, gas akan ditinggalkan. Kemudian akan diganti energi ramah lingkungan/energi hijau yang 2050 terwujud zero carbon emission (ZCE). PLTN termasuk energi hijau yang tidak menghasilkan emisi karbon.
Pada 23 November 2009, delegasi IAEA yang terdiri dari Director Division of Nuclear Fuel Cycle and Waste Technology IAEA(International Atomic Energy Agency) Hans Forstroom, Expert and Former Director Division of Nuclear Power IAEA Akira Omoto, dan Deputi Bidang Pengembangan Teknologi Energi Nuklir (PTEN) Batan Ir Adi Wardojo, melakukan pertemuan dengan Kepala Bapeten DR As Natio Lasman di Gedung Bapeten membahas tentang kesiapan Indonesia untuk membangun PLTN.
Menurut Adi Wardojo, konseptor ulung dan ahli yang menguasai berbagai peraturan tentang nuklir sesuai dengan program integrated nuclear infrastructure review (INIR) IAEA. Salah satu kajian yang direkomendasikan untuk dilakukan guna mendukung pembangunan PLTN adalah kajian 19 infrastruktur energi nuklir yang terdiri dari aspek posisi nasional, keselamatan nuklir, manajemen, pendanaan dan pembiayaan, kerangka hukum, safeguards, kerangka kerja pengawasan, proteksi radiasi, jaringan listrik, pengembangan SDM, keterlibatan pemangku kepentingan, tapak dan fasilitas penunjang, perlindungan terhadap lingkungan, rencana penanggulangan kedaruratan, keamanan dan proteksi fisik, daur bahan bakar nuklir, limbah radioaktif, industri dan keterlibatan industri, dan pengadaan.
Pada 2009 Batan bekerja sama dengan instansi teknis terkait melakukan swa evaluasi (self evaluation) terhadap 19 kesiapan infrastruktur nasional fase pertama (pertimbangan menuju penetapan pelaksanaan proyek) untuk mendukung pembangunan PLTN. Melalui program INIR, dokumen swa evaluasi dilakukan evaluasi oleh IAEA.
Pada 2010, IAEA menyampaikan hasil evaluasi yaitu perlu menyelesaikan tindak lanjut dari tiga butir kekurangan pada infrastruktur PLTN yang direkomendasikan oleh IAEA yaitu posisi nasional (belum terbentuknya nuclear energy program implementing organization (NEPIO), manajemen dan keterlibatan pemangku. Dari hasil evaluasi itu, sebenarnya Indonesia sudah siap untuk membangun PLTN sesuai penilaian IAEA juga. Karena untuk memenuhi tiga syarat itu tidak sulit dan dapat diselesaikan dalam waktu singkat.
Namun dalam kenyataan sampai saat ini PLTN belum terealisasi pembangunannya. Setelah 50an tahun PLTN masih menjadi wacana, timbul pertanyaan mengapa PLTN belum terwujud di Indonesia. Dalam pengamatan penulis sejak 1990an sampai saat ini ada beberapa faktor penghalang dan kelemahannya, yaitu; 1. Anggota kabinet tidak kompak. Saat Orde Baru ada kelompok yang pro (mendukung/setuju) PLTN yaitu menristek dan yang kontra (tidak mendukung/tidak setuju/belum setuju) adalah menteri lingkungan hidup.
Namun jika Jenderal Soeharto tidak berhenti pada 1998 dan terus memimpin kabinet era 1998-2003, dipastikan PLTN sudah terbangun. Karena dari berbagai pidatonya dia sangat mendukung kehadiran PLTN di Indonesia. Saat Reformasi khusus dalam kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY), menteri ristek dan lingkungan hidup mendukung PLTN, tetapi menteri ESDM malah sebaliknya termasuk wakil presiden.
Bahkan MoU PT Medco dengan KHNP (Korean Hydro Nuclear Power) 2008 di Seoul untuk pembangunan PLTN di Indonesia yang disaksikan Presiden SBY dan Presiden Korea Selatan Lee Myun Bak, tidak ditindaklanjuti. Dalam kepemimpinan SBY periode kedua, juga terjadi pro dan kontra antara para anggota kabinet. Dalam era kepemimpinan Presiden Jokowi juga terjadi sikap serupa. Dalam periode pertama yang anti PLTN adalah wapres dan menteri ESDM. Sedangkan yang mendukung adalah menteri ristek dan lingkungan hidup.
Dalam periode kedua, sikap menteri/pejabat yang pro dan kontra tidak terekspos secara terbuka. Dalam pertemuan Kepala Batan Djarot Wisnubroto bersama Menteri ESDM dengan Presiden Jokowi, 12 Januari 2016, Presiden menginstruksikan agar setelah dikaji dengan saksama seluruh potensi apakah nuklir masuk atau tidak, kita harus segera putuskan. Mungkin kajiannya belum selesai sampai saat ini, sehingga belum ada keputusan dari Presiden.
2. Tidak konsisten dan konsekuen dalam melaksanakan aturan hukum. Pada 2007 terbit Undang-undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2005-2025. Di dalam lampiran Bab IV.2.3 RPJM ke-3 (2015-2019) ada rumusan yang berbunyi 'serta mulai dimanfaatkannya tenaga nuklir untuk pembangkit listrik dengan mempertimbangkan faktor keselamatan secara ketat'. Namun dalam 2014, menjelang akhir kepemimpinan Presiden SBY, terbit Peraturan Pemerintah Nomor 79 thn 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional. Pasal 11 ayat 3 dikatakan bahwa energi nuklir adalah pilihan terakhir, walaupun dalam penjelasan pasal ini tidak mutlak, ada pengecualiannya.
Jika ditilik dari segi kekuatan peraturan perundang-undangan, PP No. 79 tahun 2014 ini bertentangan dengan ketentuan hukum yang lebih tinggi yaitu UU No.17 tahun 2007 dan harus batal demi hukum. Namun sampai saat ini PP tersebut masih tetap berlaku, bahkan menjadi senjata dari kelompok kontra untuk menolak pembangunan PLTN karena bukan prioritas tapi pilihan terakhir.
3. Lemahnya sosialisasi. Sejak Orde Baru sampai saat ini sosialisasi PLTN sangat lemah, sedangkan suara kelompok kontra sangat kencang. Sosialisasi PLTN hanya dilaksanakan oleh Batan dan sampai hilang namanya karena dilebur dalam BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) tanpa ada dukungan konkret dari Pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya. Dalam Kenyataan saat ini, tidak ada lagi pihak yang fokus untuk sosialiasi PLTN.
4. Kelompok mafia adalah kekuatan utama yang menentang kehadiran PLTN di Indonesia. Soal mafia ini pada awal Orde Baru sudah diungkapkan Wilopo. Pada 1970, Presiden Soeharto membentuk sebuah Tim Pemberantasan Korupsi, yang disebut Komite Empat. Salah satu anggota dari tim tersebut adalah Wilopo. Ketika menjadi anggota Komite Empat tersebut, Wilopo melontarkan sebuah pernyataan peringatan yang sangat keras, menarik dan menghebohkan, 'awas bahaya!! Indonesia Terancam Trio Persekongkolan, yaitu antara cukong, pejabat dan petualang politik'. Saat sekarang populer disebut kelompok oligarki.
Wilopo adalah Perdana Menteri ke-7 Indonesia yang menjabat pada 3 April 1952–30 April 1953 dan memimpin kabinet yang dikenal dengan nama Kabinet Wilopo. Ketika dibentuk Konstituante, Wilopo ditunjuk menjadi Ketua Dewan Konstituante (1955-1959). Di era Orde Baru, Wilopo ditunjuk sebagai Ketua DPA (1968-1978). Peringatan yang disampaikan oleh Wilopo tersebut adalah salah satu kenyataan masalah yang membelit Indonesia sampai saat ini.
Komplotan atau persekongkolan antara cukong, pejabat korup dan petulang politik (politisi, aktivis, intelektual, advokat, dan jurnalis) adalah kekuatan yang terdepan merusak Indonesia secara lahir dan batin (bataranews.com). Hal yang sama pernah diungkap Presiden Jokowi saat menerima delegasi PP Muhammadiyah dipimpin ketua umumnya Din Syamsuddin pada 16 Juni 2015. Menurut Din, dalam pertemuan tersebut Presiden menjelaskan betapa berat tantangan bahkan ancaman kepada negara kita dengan bercokolnya mafia narkoba, migas, energi, ikan, beras, pangan, dan sebagainya.
5. Ada kekhawatiran Indonesia akan dikuasai oleh kelompok ekstrem berbasis agama. Dalam suatu percakapan antara penulis dengan seorang pendiri HIMNI (Himpunan Masyarakat Nuklir Indonesia) pada awal 2000an yang mantan rektor, gubernur, dan pimpinan lembaga tertinggi negara tersebut, mengatakan bahwa ada kekhawatiran negara luar Indonesia akan menjadi negara yang dikuasai oleh kelompok ekstrem tersebut. Akibatnya pemanfaatan energi nuklir bisa disalahgunakan untuk pembuatan senjata nuklir. Hal tersebut setelah melihat perkembangan Indonesia pada saat itu banyak terjadi teror bom, ceramah, dan gerakan yang meluas dari kelompok ekstrem yang dibiarkan penguasa pada saat itu.
6. Diam/bisunya orang-orang baik. Maksud penulis dengan orang baik adalah mereka yang memiliki keahlian baik pendidikan plus pengalaman dalam dunia iptek nuklir dengan berbagai gelar dan jabatan, termasuk pensiunan umumnya bersikap diam. Apalagi mereka yang memiliki posisi dalam pemerintahan, sulit bersuara kritis pada sikap dan kebijakan pemerintah yang tidak mendukung realisasi pembangunan PLTN.
Di sisi lain pemerintahan Presiden Jokowi terbuka untuk kritik sebagai konsekuensi Indonesia sebagai negara demokrasi yang mengakui perbedaan pendapat yang saling kritik. Akibatnya suara, sikap, dan tindakan salah yang disuarakan mereka yang tidak memiliki kompetensi dalam bidang nuklir/PLTN, tapi disuarakan terus menerus tanpa dikritisi dan diluruskan oleh mereka yang memiliki kompetensi bidang tersebut, oleh masyarakat luas yang salah itu dianggap benar.
Sudah saatnya kelompok ini melakukan gerakan dan bersuara Kenabian untuk membantu dan mendukung Presiden Jokowi mengambil keputusan Indonesia Go PLTN. Dari berbagai pidato dan langkah Presiden Jokowi, penulis berkesan Presiden mendukung pembangunan PLTN. Tapi karena berbagai tantangan yang dihadapi khususnya para mafia dan sedikitnya yang bersuara mendukung PLTN, Presiden sangat hati-hati mengambil langkah karena memiliki dampak politik yang tidak menguntungkan.
7. Politik teknologi. Negara-negara yang maju teknologinya, sangat menghendaki teknologinya terjual dalam pasaran. Untuk mencapai hal tersebut salah satu caranya melemahkan pesaing. Saat ini salah satu teknologi energi yang populer di Indonesia adalah teknologi surya/sinar matahari yaitu PLTS (pembangkit listrik tenaga surya) yang memanfaatkan sinar dan panas matahari. PLTS ini sedang dipopulerkan dan disosialisasikan oleh pejabat terkait termasuk pengusaha dan para pendukungnya. Apakah para produsen teknologi PLTS serta energi hijau lainnya berada di belakang pada upaya untuk menghalangi pembangunan PLTN melalui kompradornya di Indonesia, perlu penelitian yang akurat.
Pasti masih ada faktor lain yang menghambat yang penulis tidak mengetahuinya. Namun apapun tantangan yang dihadapi bangsa terhormat ini, jika PLTN salah satu jalan terbaik untuk mengatasi dan memenuhi kebutuhan energi bangsa dalam jangka panjang, sebagaimana terbukti dilakukan oleh negara-negara lain, apapun tantangannya harus dihadapi bersama.
Semoga berbagai tantangan tersebut menjadi pelajaran kita bersama tanpa menyalahkan siapa pun. Duduk bersama membicarakan secara terbuka, jujur serta tuntas, agar tidak ada persaingan yang tak sehat dalam pembangunan energi di Indonesia baik bersumber dari energi baru dan terbarukan. Hal itu karena semua potensi ini untuk kemajuan bangsa.
Almarhum Dr Soedyartomo Soentono (Kepala Batan 2007-2012) menyebutkan energi nuklir bukan pesaing bagi energi fosil dan terbarukan, tetapi saling mendukung dan menunjang (simbiosis mutualisma). Jika keberadaan PLTN ini terwujud dalam era kepemimpinan Presiden Jokowi, pertumbuhan akan maju pesat dan pasti memiliki dampak positif bagi segi ekonomi, politik, sosial, ketahanan dan pertahanan nasional, dan Indonesia makin diperhitungkan dan disegani dalam percaturan internasional.
Di sisi lain Presiden Jokowi dicatat dan tercatat dalam sejarah nuklir Indonesia sebagai penerus ide brilian dari Presiden Pertama Republik Indonesia Ir Soekarno. Ketika pendapat yang mengatakan bahwa Jokowi adalah titisan Soekarno, benar adanya.
Kehadiran lembaga ini ditujukan untuk mendukung percepatan transisi energi bersih dan pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Tanah Air.
Turino mengingatkan perlunya BUMN PT. Industri Nuklir Indonesia diberikan tanggung jawab merealisasikan pembangunan nuklir tersebut.
Investasi nuklir dunia akan naik dari saat ini USD 65 miliar per tahun menjadi USD 70 miliar per tahun pada 2030.
TAHUKAH Anda? membangun pembangkit listrik tenaga nukir (PLTN) itu seperti menanam pohon durian? Butuh tanah yang stabil, benih unggul, dan perawatan penuh perhatian.
Terobosan dan kemauan politik yang kuat merupakan kunci penting dalam transisi energi di Indonesia.
MAGNET banyak digunakan dalam berbagai produk teknologi. Salah satunya yang paling populer dalam teknologi kedokteran, seperti Magnetic Resonance Imaging (MRI).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved