Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Menyoal Status Badan Otorita Ibu Kota Nusantara

Hanif Nurcholis Profesor pemerintahan daerah Universitas Terbuka dan Ketua Dewan Pakar Asosiasi Ilmuwan Administrasi Negara
22/4/2022 05:00
Menyoal Status Badan Otorita Ibu Kota Nusantara
(MI/Seno)

UNDANG-UNDANG (UU) No 23 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) Pasal 4 ayat (1) huruf b membentuk Otorita Ibu Kota Nusantara sebagai lembaga setingkat kementerian yang menyelenggarakan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara. Pasal 5 ayat (1) mengatur bahwa IKN Nusantara berfungsi sebagai ibu kota NKRI yang menjadi tempat penyelenggaraan pemerintahan pusat. Otorita Ibu Kota Nusantara diselenggarakan badan otorita, kepalanya ditunjuk presiden, dan tidak mempunyai DPRD (council).

Pengaturan pemerintahan daerah demikian dilihat dari disiplin administrasi negara dan norma konstitusi membingungkan. Ilmu administrasi negara menjelaskan bahwa pemerintah terdiri atas pemerintah pusat dan pemerintah daerah otonom. Pemerintah pusat terdiri atas dua bentuk; 1) pemerintah pusat di pusat dan 2) pemerintah pusat di daerah. Yang pertama ialah presiden dan kabinet, sedangkan yang kedua ialah kantor cabang pemerintah pusat di daerah yang disebut wilayah administrasi (local state-government).

Wilayah administrasi ialah satuan pemerintahan di daerah yang pertama kali dibentuk Daendels 1808 dengan sebutan binnenlands bestuur (pemerintah pangreh praja). Pemerintah pangreh praja ialah pemerintahan di daerah yang diselenggarakan pejabat pusat yang ditempatkan di daerah sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat. Pejabat pusat yang memimpin pemerintahan pangreh praja tersusun secara hierarkis; gubernur --> residen --> asisten residen --> bupati --> wedana --> camat.

Adapun pemerintahan daerah otonom ialah satuan pemerintahan sebagai badan hukum masyarakat (rechtsgemeenschap) yang sekarang diterjemahkan menjadi daerah otonom atau kesatuan masyarakat hukum. Pemerintahan ini pertama kali dibentuk pada 1904 berdasarkan UU Desentralisasi 1903. Ia bukan pemerintahan pangreh praja (wilayah administrasi) tadi, melainkan pemerintahan yang dibentuk secara buttom up.

Hal itu terkait dengan perkembangan masyarakat yang membentuk komunitas-komunitas (gemeenschappen) yang mampu mengatur dan mengurus urusannya. Secara faktual pada awal abad ke-20 terbentuk komunitas-komunitas demikian yang diselenggarakan orang-orang Belanda di kota besar, kota sedang, dan kota kecil. Komunitas-komunitas ini mengatur secara mandiri kebersihan lingkungan, gas, sampah, drainase, dan penerangan lingkungan.

Pemerintah melalui UU Desentralisasi 1903 melakukan pengakuan (erkenning/recognition) atas fakta sosial tersebut sebagai badan hukum publik (publiekrechts) kemudian dimasukkan ke sistem pemerintahan formal. Setelah diakui, statusnya berubah menjadi daerah otonom atau kesatuan masyarakat hukum. Ia berhak mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya. Urusan yang diatur dan diurus ialah urusan aslinya tadi ditambah urusan baru yang diserahkan (desentralisasi) pemerintah pusat.

Berdasarkan kebijakan pemerintah tersebut, pada 1904 terbentuk pemerintahan lokal otonom di berbagai daerah, yaitu plaatstelijke (daerah otonom berukuran besar yang kemudian menjadi provinsi), gemeente (daerah otonom perkotaan berukuran sedang yang kemudian menjadi kota madya), dan groupsgemeenschap (daerah otonom perkotaan berukuran kecil yang kemudian menjadi kota kecil). Tata kelolanya berbeda dengan pemerintahan pangreh praja. Kalau pemerintahan pangreh praja diselenggarakan penuh oleh tangan panjang pusat, yaitu gubernur, residen, asisten residen, bupati, wedana, dan camat, sedangkan daerah otonom diselenggarakan raad atau council (DPRD) dan college (badan eksekutif) sebagai representasi komunitas yang bersangkutan.

Berdasarkan penjelasan tersebut, badan otorita yang dipimpin pejabat setingkat menteri bukan wilayah administrasi, juga bukan daerah otonom, melainkan lembaga pemerintah pusat. Akan tetapi, UU No 23 Tahun 2022 Pasal 1 angka 8 juncto Pasal 12 ayat (2) mengatur bahwa Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara ialah pemerintahan daerah yang bersifat khusus. Oleh karena itu, pengaturan demikian ialah sesat pikir akademis.

Di samping sesat pikir akademis, ia juga menabrak norma konstitusi. UU No 23 Tahun 2022 mencantolkan diri pada Pasal 18 B ayat (1) UUD NRI 1945. Pencantolan ke pasal ini inkonstitusional karena Pasal 18B ayat (1) UUD NRI 1945 berbunyi 'Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang'. Perhatikan subjek, predikat, dan objeknya. Subjeknya ialah negara, predikatnya ialah mengakui dan menghormati, objeknya ialah satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus.

Jadi, frasa ini artinya negara mengakui dan menghormati objek yang sudah ada, yaitu suatu daerah otonom (kesatuan masyarakat hukum) yang mempunyai ciri khusus, bukan terhadap objek baru yang dibentuk pemerintah dengan kekhususan yang dibuat. Secara akademik norma ini merujuk kepada teori erkenning (rekognisi) dan praktik tata negara pemerintah Hindia Belanda tadi. Mengakui dan menghormati dari kata recognize and respect (bahasa Belanda, erkenning). Inilah yang dilakukan pemerintah Hindia Belanda terhadap komunitas plaatselijke, gemeente, dan groupgemeenschap menjadi daerah otonom di atas.

Teori erkenning dan praktik tata negara pemerintah Hindia Belanda tersebut lalu diadopsi UUD 1945 Pasal 18, yaitu mengakui dan menghormati terhadap zelfbesturende lanschappen (bekas kerajaan-kerajaan Nusantara) dan volksgemeenschappen (desa, nagari, gampong, marga, dan sejenisnya) sebagai daerah istimewa. Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta ialah contoh implementasi teori erkeninng dan norma Pasal 18 UUD 1945 jo Pasal 18B ayat (1) UUD NRI 1945.

Dalam perkembangannya, teori erkenning dan norma konstitusi tersebut tidak hanya dikenakan terhadap zelfbesturende lanschappen, tapi juga terhadap daerah yang bersifat khusus. Saat ini daerah yang diakui dan dihormati ialah daerah otonom Jakarta, daerah otonom Aceh, dan daerah otonom Papua. Tiga daerah itu disebut daerah khusus (bukan daerah istimewa) karena bukan bekas zelfbesturende lanschappen. Jakarta mempunyai kekhususan sebagai tempat ibu kota negara. Aceh punya kekhususan agama dan kebudayaan Islam. Papua punya kekhususan pemberian afirmasi dan otoritas lebih besar kepada orang asli Papua dan penghargaan terhadap sosial-budaya Papua.

Dengan demikian, mencantolkan satuan pemerintahan baru yang bernama Badan Otorita Ibu Kota Nusantara pada Pasal 18 B ayat (1) UUD NRI 1945 ialah misleading. Oleh karena itu, kebijakan publik ini mempunyai dua masalah; 1) sesat pikir akademis dan 2) inkonstitusional.

Saya sarankan UU No 3 Tahun 2022 dibetulkan agar sesuai dengan teori local government dan tidak menabrak norma konstitusi. Jika tetap dipimpin pejabat setingkat Menteri, statusnya ialah lembaga pusat nonkementerian. Jika dijadikan lembaga pusat yang beroperasi di daerah, statusnya ialah wilayah administrasi (local state government) dan dipimpin wakil pemerintah (prefect). Jika dijadikan daerah otonom, harus dibentuk council (DPRD) dan dipimpin kepala daerah yang dipilih secara demokratis, bukan ditunjuk presiden.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya