Headline

Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Digitalisasi, Window of Opportunity bagi Bank Syariah Kejar Pangsa Pasar

Romy Buchari Head of Sharia Banking Maybank Indonesia
31/3/2022 05:30
Digitalisasi, Window of Opportunity bagi Bank Syariah Kejar Pangsa Pasar
(Ilustrasi)

SECARA kelembagaan, perbankan syariah di Indonesia dapat dikelola melalui dua pola bisnis, yaitu pola bank umum syariah (BUS) atau full-fledged shariah bank, yang berdiri sebagai satu entitas dan memiliki jaringan operasional kantor cabang, pemasaran, dan distribusi tersendiri. Berikutnya, lewat pola unit usaha syariah (UUS) yang berdiri dan beroperasi menginduk kepada bank konvensional. Dengan pola UUS pun, terbukti mampu mengangkat pertumbuhan perbankan syariah.

Dalam periode lima tahun terakhir hingga Oktober 2021, pertumbuhan aset UUS tercatat rerata sebesar 11,51% per tahunnya, lebih cepat dari tingkat pertumbuhan perbankan syariah secara umum dan perbankan konvensional.

Melalui kebijakan OJK terkait model UUS yang masih dapat beroperasi di dalam induk bank konvensional seperti sekarang ini, memungkinkan UUS untuk dapat memanfaatkan dan memaksimalkan semua infrastruktur serta permodalan yang tersedia pada bank induk.

Apabila dilihat dari segi kontribusi pertumbuhan aset UUS, langkah spin off berpotensi pada penurunan nilai portofolio sektor perbankan syariah. Kemudian, dari sisi permodalan juga akan sangat membatasi kemampuan pemberian pembiayaan kepada nasabah dan dapat menahan kemampuan perbankan syariah dalam berkompetisi dengan perbankan konvensional yang sudah mempunyai infrastruktur mapan dan permodalan yang sangat besar.

 

Telah terlengkapinya 'supply-side'

Sejatinya, perbankan syariah, baik BUS maupun UUS, secara umum telah dilengkapi produk dan layanan yang dapat melayani semua segmen nasabah. Perbankan syariah saat ini telah membangun berbagai infrastruktur dan meningkatkan keandalan sumber daya yang dimiliki untuk mengejar ketertinggalan dari bank konvensional. Singkat kata, layanan perbankan syariah di beberapa segmen telah beranjak menjadi bagian dari mainstream financial solution yang inklusif.

Hal yang perlu menjadi perhatian saat ini, selain menyediakan produk dan layanan yang komprehensif serta langkah untuk mempercepat pertumbuhan aset perbankan syariah, dibutuhkan juga ekosistem keuangan syariah yang lebih komprehensif. Dibutuhkan upaya ekstra keras dan aksi korporasi yang agresif untuk dapat mendongkrak pertumbuhan aset perbankan syariah agar dapat bersaing.

Belum lagi langkah ekspansi sektor perbankan syariah yang belakangan ini juga dihadapkan dengan tantangan pandemi. Meskipun demikian, sektor perbankan syariah telah beradaptasi dan merevolusikan cara berinteraksi serta bertransaksi dengan nasabah secara digital.

Hal itu tentunya memfokuskan upaya perbankan syariah untuk melengkapi infrastruktur platform digital yang akan berfungsi sebagai kanal distribusi utama bagi semua lini layanan dan produk kepada nasabah dengan tetap mengutamakan user experience yang mudah serta didukung fitur keamanan yang terbaik. Situasi pandemi seyogianya menjadi sebuah window of opportunity bagi UUS untuk mencetak pertumbuhan lebih tinggi melalui digitalisasi tanpa harus membangun infrastruktur yang sangat mahal.

Di lain sisi, pelaku sektor perbankan syariah harus mengoptimalkan penggunaan data analytics dalam melakukan analisis bisnis dan pembiayaan. Karena itu, mengurangi ketergantungan pada data historis yang tradisional, tetapi juga beralih ke data poin yang mampu menganalisis pola dan behavior nasabah sehingga memungkinkan pelaku sektor keuangan syariah untuk merancang produk sesuai kebutuhan nasabah. Selain itu, dengan mengadopsi data analytics ini dapat membantu proses decision making yang tepat dan cepat.

Perbankan syariah juga harus memaksimalkan teknologi untuk mengotomasi setiap proses di internal yang sifatnya rutin dan repetitif. Lewat cara itu, akan dicapai efisiensi yang bisa menekan rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO). Tak boleh ketinggalan, perbankan syariah juga perlu bermitra, baik dengan lembaga bank maupun nonbank, demi membangun ekosistem yang luas dengan tingkat pemanfaatan yang tinggi.

Saat ini, kolaborasi telah menjadi tema utama seluruh industri untuk bangkit melawan pelemahan ekonomi akibat pandemi sekaligus sebagai cara untuk dapat terus bertumbuh. Kolaborasi juga bisa menjadi solusi bagi BUS dan UUS yang terkendala permodalan untuk meningkatkan kapabilitas infrastrukturnya ke arah digitalisasi.

Ke depan, para pelaku industri perbankan syariah harus ikut serta secara maksimal pada layanan pembiayaan infrasruktur, serta investasi dan pembiayaan produktif lainnya. Ekspansi perbankan syariah di sektor-sektor tersebut diyakini bisa menjadi katalis percepatan pertumbuhan perbankan syariah di masa depan. Namun, tentunya ini memerlukan permodalan yang kuat dari tiap-tiap BUS dan UUS.

 

Butuh upaya aktif tingkatkan 'demand-side'

Sektor perbankan syariah yang porsinya masih jauh lebih kecil daripada perbankan konvensional masih perlu didampingi pemerintah, khususnya terkait insentif pajak dan biaya-biaya terkait, begitu juga dengan kebijakan, persyaratan, dan peraturan spesifik untuk mendorong pertumbuhan sisi demand.

Dengan gabungan effort dari semua pelaku sektor perekonomian syariah, termasuk dukungan pemerintah untuk mendongkrak demand, bukan hal mustahil Indonesia bisa menjadikan industri perbankan syariah sebagai bagian dari perekonomian mainstream di Tanah Air yang dapat memberikan manfaat secara luas untuk seluruh rakyat Indonesia.

 

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya