Headline
Pemerintah tegaskan KPK pakai aturan sendiri.
PEMULIHAN ekonomi nasional hendaknya menjadi target utama ketika Indonesia secara resmi didapuk menjadi tuan rumah Presidensi G-20. Sejumlah tantangan dan juga harapan bakal menyertai hajat akbar tersebut.
Pada 22 November 2020 Indonesia secara resmi ditunjuk menjadi tuan rumah Presidensi G-20, setelah sebelumnya Presidensi 2021 dilaksanakan di Italia, dan sudah dilakukan serah terima kepada Indonesia pada 31 Oktober 2021 di Roma, Italia. Negara yang menjadi anggota Presidensi G20 ini secara bergilir setiap tahunnya akan menjadi tuan rumah. Di Indonesia kegiatan terkait presidensi ini sudah dimulai pada 26 Januari-November 2022.
Bagi Indonesia ini merupakan momen yang bersejarah karena diberikan kepercayaan dan pertama kalinya memegang tongkat estafet Presidensi G-20. Tema yang diusung pada adalah Recovery Together, Recovery Stronger (pulih bersama, lebih kuat) memiliki makna bahwa Indonesia bersama negara di seluruh dunia mendorong pemulihan yang merata, lebih kuat, dan pertumbuhan berkelanjutan.
G-20 atau Group of Twenty merupakan forum kerja sama multilateral yang beranggotakan 19 negara utama dan satu lembaga Uni Eropa (UE). G-20 ini merupakan gabungan dari negara-negara dengan kelas pendapatan menengah, tinggi, berkembang, dan maju.
Dilansir dari laman kemenkeu.go.id, pada Rabu (23/2) anggota Presidensi G-20 terdiri dari Australia, Argentina, Brasil, Kanada, Tiongkok, Uni Eropa, Jerman, Prancis, India, Indonesia, Italia, Jepang, Meksiko, Arab Saudi, Rusia, Afrika Selatan, Korea Selatan, Turki, Inggris, dan Amerika Serikat. G-20 memiliki posisi strategis karena secara kolektif merupakan representasi dari 85% perekonomian dunia, 80% investasi global, 75% perdagangan internasional, dan 60% populasi dunia.
Indonesia sebagai tuan rumah tentu saja banyak memiliki peluang sekaligus tantangan di dalam menjalankan keketuaan G-20 ini. Apalagi kegiatan presidensi ini dilaksanakan di masa pandemi covid-19 yang sampai hari ini belum berakhir.
Peluang
Dengan adanya forum Presidensi G-20 di Indonesia, peluang yang ada di depan mata ialah; pertama, pemulihan ekonomi nasional. Dengan hadirnya delegasi asing dari negara-negara anggota dalam rangkaian acara presidensi, akan mendatangkan investasi dari luar negeri. Hal ini senada apa yang disampaikan oleh akademisi dari IPB University Prima Gandhi (2022) yang menyatakan ketika KTT G20 ini dengan 21 ribuan orang yang akan hadir, berdasarkan literasi dari pemerintah, demand meningkat pasti akan ada pertumbuhan ekonomi yang terjadi.
Kedua, memperkenalkan pariwisata. Dengan adanya pertemuan delegasi di berbagai kota bisa membantu meningkatkan sektor pariwisata kita yang telah mengalami penurunan. Salah satunya dengan mengenalkan berbagai produk lokal yang ada. Sehubungan dengan hal itu, bisa memicu kedatangkan wisatawan dan berinvestasi di Indonesia. Ketiga, menjalin kerja sama dengan negara delegasi. Di masa pandemi yang masih mengalami peningkatan kita bisa menjalin kerja sama salah satunya ketersediaan vaksin.
Tantangan
Sebagai tuan Presidensi G-20, di dalam menjalankan amanah yang diberikan pasti memiliki beberapa tantangan. Pertama, perubahan iklim (climate change) yang bisa menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan kita seperti curah hujan dan kemarau panjang. Dengan adanya Presidensi G-20 ini bisa mengatasi perubahan iklim yang terjadi sesuai dengan kesepakatan.
Kedua, mengatasi penularan covid-19 varian omikron. Dilansir dari laman covid19.go.id pada Rabu (23/2) tercatat 5.350.902 yang dinyatakan positif di Indonesia. Pemerintah Indonesia sudah melakukan percepatan vaksinasi booster secara gratis bagi masyarakat, untuk memutus mata rantai penularan covid-19 tersebut. Pemerintah juga telah mengoptimalkan aturan pemberlakuan pembatasan kesehatan masyarakat (PPKM).
Peluang dan tantangan yang telah saya sampaikan di atas hanya beberapa saja. Mungkin masih banyak hal lain yang bisa kita ambil sebagai tuan rumah G-20. Kita berharap kegiatan Presidensi G20 ini berjalan lancar dan memberikan manfaat bagi dunia, khususnya bagi Indonesia. Dibutuhkan komitmen yang kuat bagi negara-negara maju untuk mendukung negara berkembang, dan menjalin kerja sama di berbagai bidang, terutama terkait pemulihan ekonomi serta kesehatan dunia.
INDONESIA memperkuat posisinya menuju Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 yang ditegaskan dalam Conference of the Parties (COP26) di Glasgow, Skotlandia.
KOMUNITAS Bidara di Mbay, Kabupaten Nagekeo, Flores, NTT, melakukan kegiatan sosialisasi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim bagi para pemuda, pelajar, nelayan, petani, mahasiswa.
Pencairan gletser akibat perubahan iklim terbukti dapat memicu letusan gunung berapi yang lebih sering dan eksplosif di seluruh dunia.
Kemah pengkaderan ini juga mengangkat persoalan-persoalan lingkungan, seperti perubahan iklim yang mengakibatkan bencana alam.
"Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus menjadi vektor utama. Keberadaan dan penyebarannya yang meluas menjadikan arbovirus sebagai ancaman serius,”
Fenomena salju langka menyelimuti Gurun Atacama, wilayah terkering di dunia, menghentikan sementara aktivitas observatorium ALMA.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved