Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
KEBIJAKAN Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang dicetuskan Mendikbudristek Nadiem Makarim adalah momentum emas kebangkitan pendidikan tinggi. Kebijakan ini menawarkan cara pandang baru yang akan mengubah praktik, tata kelola, dan bahkan paradigma pendidikan tinggi. Agar momentum ini bisa dimanfaatkan optimal, kolaborasi dan pengembangan sistem informasi adalah kunci sukses yang tidak bisa ditawar lagi.
MBKM adalah gagasan besar karena mampu menjawab tiga persoalan fundamental dalam pendidikan di Indonesia, yaitu relevansi, regulasi, dan kolaborasi. Relevansi pendidikan adalah salah satu persoalan laten yang dihadapi insan pendidikan sejak lama. Kondisi itu tampak dalam data kesiapan dan daya tarik tenaga kerja RI dalam data World Talent Ranking (WTR) 2019 yang dirilis Institute for Management and Development.
Meskipun indikator daya tarik relatif tinggi yakni 62,20, indikator kesiapan kerja masih rendah, hanya 49,57. Hasil survei ini bertalian dengan survei BPS, yang sekalipun pahit harus diakui, bahwa jumlah pengangguran terdidik relatif besar, mencapai 5,98%.
Masalah regulasi juga merupakan persoalan serius. Alih-alih memberi dukungan, sejumlah peraturan cenderung membatasi ruang gerak pelaku pendidikan. Melalui MBKM, Mendikbudristek hendak menyederhanakan regulasi agar pelaku pendidikan memiliki otonomi lebih besar dalam mengembangkan skenario pembelajaran yang sesuai konteks sosial budaya masing-masing.
MBKM juga hendak mendorong kolaborasi besar-besaran antarelemen masyarakat. Kolaborasi bukan hanya memungkinkan sumber daya dapat dimanfaatkan optimal, tapi juga mendorong inovasi yang belum tergambar sebelumnya. Mendikbudristek mengungkapkan itu dengan sangat bernas: tidak ada inovasi yang tercipta tanpa kolaborasi.
Ketiga persoalan mendasar itu dijawab dengan paket kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka yang berisi empat kebijakan. Pertama, pembukaan program studi baru. Kedua, sistem akreditasi perguruan tinggi. Ketiga, perguruan tinggi negeri badan hukum (PTNBH), dan keempat, hak belajar tiga semester di luar program studi.
Transformasi pendidikan
Sejak kebijakan MBKM dikeluarkan, ada perubahan besar dalam praktik pembelajaran di perguruan tinggi di Tanah Air. Transformasi terjadi karena MBKM menawarkan cara pandang dan orientasi baru yang memiliki rasionalitas filosofis sangat kuat.
Penyederhanaan regulasi pendidikan memiliki landasan filosofis kuat karena digali dari keyakinan humanistik yang mendudukkan kemerdekaan sebagai sifat alami dan hak dasar manusia. Manusia merupakan subjek yang memiliki properti biologis, kognitif, dan psikologis untuk menentukan orientasi hidupnya. Regulasi pendidikan harus memberi ruang agar aneka properti itu berkembang sesuai nilai-nilai luhur yang diyakini individu dan masyarakat.
Hak belajar di luar program studi juga berangkat dari pandangan filosofis kuat karena mengasumsikan belajar adalah hak sekaligus kewajiban sepanjang hayat manusia. Agar hak dan kewajiban itu dapat ditunaikan paripurna, kegiatan belajar tidak dapat disimplifikasi hanya ke dalam bentuk belajar formal. Negara harus mengakui bahwa aktivitas apa pun yang beorientasi pada peningkatkan kompetensi dan karakter luhur merupakan kegiatan belajar. Kebijakan ini relevan dengan pandangan Ki Hadjar Dewantara yang diformulasikan dalam ungkapan ‘Setiap orang menjadi guru, setiap rumah menjadi sekolah’.
Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat terpisah dengan makhluk lainnya. Manusia menjadi ‘ada’ dan memiliki kehidupan yang bermakna jika terhubung dengan manusia lain. Pandangan filosofis ini merupakan rasionalitas yang menunjukkan kolaborasi merupakan kebutuhan fundamental bagi manusia. Pendidikan tidak boleh mengisolasi manusia dengan sekat-sekat kelembagaan dan bidang kehidupan. Sebaliknya, pendidikan harus membuka peluang kolaborasi selebar-lebarnya.
Rasionalitas filosofis MBKM ini penting diingat untuk memastikan kebijakan ini dipahami dalam bingkai besar peradaban. Tidak disimplifikasi sekadar sebagai link and match perguruan tinggi dan industri. Dalam konteks ini, link and match perlu dipandang sebagai tujuan turunan, konsekuensi logis dari keberhasilan MBKM. Jika MBKM berhasil, lulusan perguruan tinggi bukan saja akan relevan dengan kebutuhan industri, tetapi juga menjadi penggerak transformasi sosial di masyarakat.
Empat simpul kunci
Transformasi yang terjadi setelah kebijakan MBKM merupakan modal yang sangat berharga untuk memastikan kebijakan ini berjalan sukses. Namun, ada sejumlah tantangan dalam implementasi kebijakan ini. Aneka tantangan itu harus segera dihadapi agar kehendak kuat dan aneka program fasilitasi yang digulirkan Kemdikbudristek dapat melahirkan dampak sosial yang konkret dan besar.
Menurut penulis, ada empat tantangan utama. Pertama, partisipasi mahasiswa dalam bentuk kegiatan pembelajaran (BKP) MBKM masih relatif rendah. Kedua, inisiatif perguruan tinggi dalam mengadaptasi dan mengembangkan program belum cukup baik. Ketiga, kolaborasi dengan kementerian/instansi dan industri belum merata. Keempat, sistem informasi dan pengelolaan data yang belum terintegrasi. Dari keempat tantangan itu, terdapat empat titik simpul yang harus mendapat perhatian, yaitu mahasiswa, perguruan tinggi, mitra dari dunia usaha dan industri, serta Kemdikbudristek sebagai pembuat regulasi.
Perhatian utama harus diberikan kepada titik simpul pertama, yakni mahasiswa, karena mereka merupakan muara seluruh kebijakan MBKM.
Visi Presiden Jokowi dalam pembangunan SDM sangat jelas, yaitu terciptanya SDM unggul untuk Indonesia maju. Siswa dan mahasiswa adalah tumpuan utama yang memungkinkan cita-cita itu dapat terwujud. Oleh karena itu, partisipasi mereka dalam program MBKM adalah isu utama.
Peningkatan partisipasi mahasiswa dapat dilakukan melalui penawaran program yang relevan dengan minat dan kebutuhan mereka. Delapan bentuk BKP yang kini ada memang sudah sangat luas dan memadai. Namun, bentuk kegiatan belajar lain juga harus dibuka kemungkinannya untuk mendapatkan rekognisi, sebagaimana BKP yang telah ada. Karakteristik anak muda yang energi kreatifnya melimpah, menyukai petualangan, dan senantiasa terhubung harus diakomodasi dalam bentuk kegiatan lain.
Inisiatif perguruan tinggi merupakan tantangan kedua yang telah coba dijawab melalui berbagai bentuk fasilitasi pendanaan, baik competitive fund maupun matching fund. Agar inisiatif pengelola perguruan tinggi terus meningkat, perlu kebijakan yang mengakomodasi keunikan potensi tiap perguruan tinggi. Kebijakan itu diperlukan karena kondisi perguruan tinggi Indonesia sangat beragam, baik status, akreditasi, sumber daya yang dimiliki, maupun latar belakang sosialnya. Inisiatif akan muncul jika keunikan mereka dihargai sekaligus diakomodasi.
Tantangan terkait mitra dari industri, dunia usaha, dan dunia kerja (Iduka) relatif lebih mudah diurai karena sifatnya yang terbuka dan relatif pragmatis. Sejauh perguruan tinggi mampu menawarkan nilai lebih kepada mitra, kemitraan itu dapat dijalin dengan erat. Karena itulah, gagasan untuk ‘menjadikan industri sebagai kampus dan menjadikan kampus sebagai pusat riset industri’ sangat layak diujicobakan. Kemitraan harus bersifat resiprokal berbasis kebermanfaatan.
Terakhir, kunci keberhasilan MBKM adalah sistem informasi dan pengelolaan data yang terintegrasi. Kemdikbudristek telah mengembangkan sistem informasi yang sangat andal, yakni PDDikti. Sistem ini perlu diperkuat agar lebih akomodatif menampung kebutuhan informasi dan data yang dibutuhkan semua pihak. Sistem informasi dan data merupakan prasyarat yang memungkinkan ‘perkawinan massal’ terjadi.
Momentum emas MBKM adalah saat yang tepat mewujudkan transformasi pendidikan. Momentum ini harus dimanfaatkan secara baik dengan keberanian. Mendikbudristek Nadiem Makarim pernah menyampaikan, “Walaupun ada rintangan, kita akan bisa melewati itu semua, apa pun hambatannya.”
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved