Headline
AS ikut campur, Iran menyatakan siap tutup Selat Hormuz.
Tren kebakaran di Jakarta menunjukkan dinamika yang cukup signifikan.
Dalam beberapa hari terakhir ini, publik kembali dihadapkan pada masalah yang barangkali sebetulnya bisa diatasi di level menteri. Persoalannya adalah mengenai tes PCR atau polymerase chain reaction yang wajib bagi penumpang pesawat terbang.
Sebelumnya kita yang pernah harus menjalani tes PCR ini sejak awal pandemi yang dihargai Rp2,5 juta kemudian turun menjadi Rp900 ribu, berlanjut Rp550 ribu, dan kini Rp300 ribu.
Ternyata harus Presiden Joko Widodo juga yang bersuara agar harga PCR itu bisa turun, seperti diungkapkan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Senin 25 oktober 2021. Untuk menurunkan harga maksimal PCR harus disuarakan Presiden baru kemudian bergerak cepat. Ada apa sih sebenarnya di jajaran kesehatan Indonesia?
Jangan lantas marah apalagi kemudian melaporkan ke polisi dengan alasan pencemaran nama baik, kalau ada yang menuding terkait PCR ini karena adanya tekanan dari mafia alat kesehatan. masyarakat memang tak punya bukti adanya mafia alat kesehatan. Mereka tahunya harga tes PCR ternyata bisa turun sampai tingkat yang lumayan rendah.
Maskapai penerbanganlah yang paling menderita dengan aturan tes PCR ini. Karena sebelumnya, tes PCR bisa seharga tiket pesawat, yang artinya warga harus bayar dua kali lebih mahal. Jadi jangan heran kalau maskapai seperti Garuda Indonesia seperti sudah jatuh tertimpa tangga pula. Belum lagi maskapai lainnya yang sudah lebih dulu tiarap atau bahkan tak lagi sanggup merentangkan sayap.
Kalau kata Pak Luhut, tes PCR untuk penumpang pesawat ini berlaku 3x24 jam. Syukurlah. Terima kasih Pak Jokowi karena sudah mendengarkan jeritan hati masyarakat yang sebenarnya sudah terimpit sampai tak bisa bernafas lagi.
Kementerian Kesehatan ternyata bisa menetapkan harga tarif PCR Rp275 ribu untuk Jawa Bali, dan Rp300 ribu untuk luar Jawa Bali. Lumayan, lah. Semoga bisa turun lagi.
Saya paham, amat sangat memahami kalau tes PCR itu memang untuk menekan penyebaran angka covid-19 yang saat ini sudah semakin landai. tapi ancaman bahwa varian baru covid-19 bernama ay.4.2 yang menimbulkan lonjakan kasus di Inggris, jelas tak boleh dipandang sebelah mata.
Pelajaran berharga sudah kita dapatkan di awal munculnya korona, banyak pihak yang setengah melek bahkan menganggap itu sebagai virus biasa. akibatnya hampir dua tahun sudah kita dihajar habis-habisan oleh musuh yang tak kasat mata ini. sudah seharusnya negara melindungi warganya. dan sudah seharusnya kita mengikuti aturan yang ditetapkan negara demi kebaikan bersama.
Pemerintah beralasan mahalnya harga tes PCR karena ada jasa pelayanan, reagen, bahan habis pakai, administrasi, overhead, dan komponen biaya lainnya.
Kalau dalam bahasa Sekretaris Ditjen Pelayanan Medis Kementerian Kesehatan Azhar Jaya, penurunan harga tes PCR disebabkan dinamika pandemi covid-19 di global dan nasional. menurunnya kasus global menyebabkan kondisi over supply, atau kelebihan pasokan komponen PCR di pasaran global.
Okelah, kami tak pandai untuk berhitung segala kerumitan seperti itu. jangankan untuk menghitung, untuk melanjutkan nafas agar hidup kembali normal saja sudah susah. Kami sudah dua kali vaksin dan tentunya berharap hal itu juga jadi pertimbangan untuk kemudahan melakukan perjalanan.
Pemerintah sudah menetapkan batas harga PCR. Dus, hasil PCR harus bisa keluar paling lat 1 x 24 jam. Adapun hasil PCR itu bisa berlaku 3 x 24 jam.
Persoalannya, bagaimana dengan daerah yang memiliki tingkat pelayanan dan peralatan kesehatan berbeda dengan di Jakarta? Bagaimana dengan pengawasan aturan itu? Tentunya tugas Kementerian Kesehatan tidak hanya terhenti dengan menerbitkan aturan baru. Kita tentu berharap tidak ada yang mempermainkan aturan itu. Semisal, menaikkan harga PCR dengan iming-iming hasil akan didapat di bawah 24 jam. Apalagi, sebelum ini, ragam kasus tetjadi seputar PCR, termasuk pemalsuan dokumen hasil PCR. Dan begitu terjadi kasus, yang dipersalahkan adalah oknum.
Kasus nebeng jet pribadi ini seharusnya dijadikan pintu masuk bagi KPK untuk mengungkap dugaan-dugaan penyalahgunaan wewenang atau trade of influence lainnya yang mungkin diterima Kaesang
Masalahnya, bukan kali ini saja pejabat di Kementerian Keuangan bergelimang harta yang tak sesuai profil penghasilannya.
Sebetulnya, kami paham bahwa Megawati memiliki maksud yang baik. Jika diperhatikan lebih seksama Megawati juga tidak keberatan dengan adanya pengajian.
Namun untuk saat ini, LaNyalla lebih baik ikut memikirkan dulu dan bertindak negarawan, bagaimana agar perpolitikan nasional saat ini berjalan kondusif
Masyarakat Desa Narukan saat menghadapi pilkades mengaku menemukan pihak tertentu yang ingin menyuap mereka agar mencoblos lawan Gus Umar.
Artinya, Prabowo bisa mencatat sejarah baru bagi Indonesia karena merupakan kali keempat ia menjadi calon presiden.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved