Headline

Tingkat kemiskinan versi Bank Dunia semakin menjauh dari penghitungan pemerintah.

Fokus

Perluasan areal preservasi diikuti dengan keharusan bagi setiap pemegang hak untuk melepaskan hak atas tanah mereka.

Bertabur Pemain Bintang bukan Jaminan Raih si Kuping Besar

Yoga Maulana Putra, KPwBI Provinsi Maluku Utara
27/9/2021 09:15
Bertabur Pemain Bintang bukan Jaminan Raih si Kuping Besar
Yoga Maulana Putra(Dok. pri)

THE Big Ears atau “Si Kuping Besar” adalah sebutan lain untuk trofi kompetisi UEFA Champions League (UCL) atau biasa kita kenal dengan nama Liga Champions. Kompetisi teratas benua biru tersebut selalu menjadi ajang perang para bintang dari seluruh penjuru Eropa.

Kompetisi yang diadakan pertama kali pada tahun 1955 dengan nama European Champions Club tersebut selalu menyuguhkan tontonan yang menarik setiap tahunnya. Nyaris setiap klub besar di Eropa selalu melakukan segala cara untuk berusaha memenangkan kompetisi tersebut. Dari mulai mendatangkan pelatih hebat sampai dengan mendatangkan pemain dengan label bintang.

Formula untuk mendatangkan pelatih dan pemain bintang sepertinya menjadi hal yang sangat lumrah bagi klub-klub besar eropa saat ini. Fenomena tersebut bermula ketika Real Madrid memulai era los galacticos yang berarti galaksi atau bintang.

Sebutan tersebut ditunjukan kepada para pemain bintang yang direkrut oleh Real Madrid pada periode tersebut. Ronaldo, Luis Figo, David Beckham, dan Zinedine Zidane adalah nama-nama bintang yang berhasil didatangkan ke ibukota Spanyol.

Mereka dipadukan dengan pemain lulusan akademi seperti Iker Casillas, Guti Hernandez, dan “Sang Pangeran” Raul Gonzalez. Ini membuat Real Madrid seakan menjadi raksasa yang diatas kertas sulit dikalahkan, terlebih mereka adalah klub tersukses di benua biru saat itu dengan torehan 9 trofi Liga Champions.

Tapi kenyataannya, selama periode tersebut Real Madrid tidak bisa menambah koleksi trofi si kuping besar. Hal ini memunculkan teori bahwa permainan klub di lapangan yang diisi oleh pemain bertabur bintang tidak menjamin kehadiran trofi di akhir musim.

Bahkan pada periode tersebut, klub asal Portugal yaitu Porto dengan pelatih Jose Mourinho berhasil menjadi juara Liga Champions 2004 dengan hanya berbekal pemain yang pada saat itu dianggap biasa saja. Lalu bagaimana bisa Real Madrid bisa gagal?
    
Segala sesuatu bisa terjadi dalam sepakbola, terlebih sebuah tim harus bisa melewati banyak pertandingan sebelum akhirnya bisa mencium trofi di akhir musim. Kuncinya adalah konsistensi dan keseimbangan tim.

Hal tersebut yang tidak dimiliki oleh los galacticos, terlebih mereka menjual salah satu pemain kunci yang menjadi gelandang pengangkut air mereka yaitu Claude Makelele. Faktor tersebut yang membuat Jose Mourinho bisa memenangkan Liga Champions dengan porto karena dia selalu mengedepankan tim, bagaimana setiap pemain menyingkirkan egonya dan bermain secara tim dalam sebuah pertandingan.

Konsistensi tersebut ditunjukan juga oleh suksesnya era los galacticos jilid kedua yang kembali dimulai pada tahun 2009, Real Madrid kembali membuat sensasi memecahkan rekor transfer dunia dengan mendatangkan megabintang dunia Cristiano Ronaldo dari Manchester United.

Tidak berhenti sampai disitu, kedatangan Kaka dari AC Milan, Benzema dari Lyon serta nama besar lainnya menghuni skuad megabintang Real Madrid saat itu. Hasilnya, butuh 6 tahun bagi Real Madrid sebelum akhirnya bisa mendatangkan 4 trofi Liga Champions dalam kurun waktu 5 tahun, bahkan 3 diantaranya didapatkan secara berturut-turut.

Kuncinya? Keseimbangan tim dan konsistensi. Komposisi tim yang sama dan pelatih yang berstatus legenda klub berhasil membuat tim yang berjuluk “los merengues” kembali mencatatkan tinta emas dalam sejarah Liga Champions.
    
Hal tersebut berusaha ditiru oleh Paris Saint Germain (PSG). Sebagai klub besar dengan dana melimpah dari timur tengah, PSG terus menerus membuat sensasi dengan mendatangkan pemain dunia dengan bayaran melimpah. Sebut saja Neymar, Mbappe, Di Maria, Veratti adalah nama-nama besar yang menghuni klub yang bermarkas dikota Paris.

Tahun ini, PSG membuat guncang dunia dengan menghadirkan Sergio Ramos, Donnarumma, Wijnaldum, Hakimi, dan tentunya sang legenda hidup sepak bola dengan raihan 5 trofi Ballon d’Or, Lionel Messi. Kehadiran Messi tentu merupakan sinyal kuat bahwa klub tersebut sangat menginginkan Si Kuping Besar.

Tapi, akankah kehadiran Messi bisa mendatangkan trofi tersebut? Atau justru kembali mengulang kisah los galacticos jilid pertama? Kita lihat di akhir musim.(*)

CATATAN:
Ini merupakan salah satu dari 11 karya peserta terpilih dari 76 karya peserta Workshop Penulisan Artikel Populer yang masuk. Workshop ini merupakan sesi ke tiga dari rangkaian pelatihan yang dipercayakan Departemen Komunikasi Bank Indonesia kepada Sekolah Jurnalistik Media Indonesia (SJMI).

Pada pelatihan yang dilaksanakan secara daring, 23-24 September 2021 lalu, diikuti oleh 100 peserta dari Kantor Perwakilan Wilayah se-Indonesia serta Luar Negeri selain peserta perwakilan dari Kantor Pusat.

Workshop hari pertama diisi narasumber dari Media Indonesia (Teguh Nirwahyudi) serta dua narasumber dari Bank Indonesia (Kristianus Pramudito dan Puji Astuti). Pada hari kedua berisi kegiatan evaluasi tulisan dari para peserta.

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya